HIKMAH CINTA DALAM KELUARGA RASUL
HIKMAH CINTA DALAM KELUARGA RASUL
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
LOVE, cinta tidak harus ramai, cinta tidak wajib
mewah. Fakta kitab suci memapar sejarah: "(Hari jumat) itu, dan ketika
manusia melihat perdagangan dan permainan, mereka semua menuju ke sana. Sedang
engkau berdiri sendiri (sedang khutbah di atas) mimbar. Katakan, apa-apa yang
ada di sisi Allah, adalah lebih baik daripada semua permainan, dan dari semua
perdagangan. Allah, sebaik-baik pemberi rezeki." (Aljumu'ah:11). Betapa,
cinta harus diuji lewat tahapan-tahapan masa ujian. Sampai menemui sang
pencinta, Alwadud.
Cinta tidak harus mewah. Sebab cinta sudah mewah,
yang mampu menjadi asupan energi hati. Cinta menambah yang kurang. Cinta
menambal yang koyak, cinta mengisi yang kosong. Cinta mendekatkan yang jauh.
Cinta menggenapkan yang ganjil. Bukti cinta, ketika manusia galau dengan amal
baik, dan galau dengan amal buruknya. Cinta membuang resah dan gelisah, namun
cinta mengundang ampunan dan kenikmatan surga. Solusinya adalah mencintai
Rasulullah Muhammad SAW. Muhammad yang tiada lain adalah batin umat Nabi
Muhammad Rasulullah, Muhammad Khalilullah, Muhammad Hujjatullah. Firman-Nya:
"Katakan, jika engkau mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad).
Niscaya Allah akan mencintaimu, dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha pengampun
lagi maha penyayang." (Ali Imran ayat 31).
Ujian terbesar adalah rumah tangga Nabi Muhammad
SAW. Tidak saja kegembiraan, tapi juga pahit getir yang harus baginda
Rasulullah SAW lewati. Hitam pekat, gelap yang baginda Rasulullah tempuh dalam
kehidupan bersama keluarga, terutama di Madinah. Ummahatul mukminin
Aisyah, Hafsah, Saudah, Maimunah,
Zainab, Maria, mereka pernah meminta didatangkan gelang, cincin emas. Dan semua
harta dunia, supaya mereka bisa hidup layak, terhormat karena kekayaan,
kegemilangan. Tidak berlebihan bila empat nama surah dalam juz 28 membicarakan
tentang rumit, sulit, melilit rumah tangga Rasulullah SAW.
Surah yang dimaksud ialah Almujadalah (perempuan
yang menggugat), berjumlah 22 ayat. Surah Almumtahanah (perempuan yang diuji),
berjumlah 13 ayat. Surah Aththalaq (perceraian), berjumlah 12 ayat. Surah
Attahrim (mengharamkan), berisi tentang kasus dua orang istri Nabi Muhammad SAW
(ummul mukminin, Aisyah binti Abu Bakar, dan Hafsah binti Umar). Surah Attahrim
terdiri atas 12 ayat.
Sungguh berat rumah tangga Nabi Muhammad SAW,
terutama menghadapi beberapa istri.
Surah Attahrim yang memaparkan dua istri Nabi Muhammad SAW yang mendebat
beliau. Ditengah amuk badai rumah tangga, Tuhan memberikan dua opsi (pilihan)
kepada Rasul-Nya. Opsi pertama, ceraikan mereka. Bila pilihan mereka kepada
dunia, harta dan seluruh isinya. Artinya, mereka meninggalkan Allah dan
Rasulullah. Firman Tuhan: "Kalau dia (Nabi) menceraikan kamu, Tuhan akan mencari ganti.
Dengan perempuan yang lebih baik daripada kamu. Perempuan muslimat, mukminat,
qanitat (patuh), ta'ibat (bertaubat), 'abidat (taat), sa-ihat
(berpuasa), janda dan gadis." (Attahrim:5). Dari ayat ini telah jelas,
Tuhan sangat melindungi Rasul-Nya.
Opsi kedua, setelah diberi nasehat dan mereka
bertaubat, berkumpul dan bersamalah dengan mereka. Artinya, mereka mengharapkan
rida Allah dan Rasul-Nya, bukan rida dunia yang fana dan sementara. Kalamullah
berkalam: "Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, sungguh hati kamu
condong kepada kebenaran. Dan jika kamu saling membantu dalam menyusahkan Nabi,
Allah menjadi pelindungnya, begitu juga Jibril, dan kaum salihin yang beriman.
Selain itu, semua malaikat adalah penolongnya." (Attahrim:4).
Sisi lain, rumah tangga Rasulullah SAW juga visual
dan real kebahagiaan sejati. Hubungan cinta yang tulus. Kesetiaan yang bertumpu
pada nasehat agama. Sehingga, termaktub yang baginda Rasul sabdakan:
"Baitiy jannatiy (rumahku adalah surgaku). Dan aku adalah sebaik-baik
suami terhadap istri." Romantis rumah tangga Rasulullah SAW banyak
diriwayatkan oleh Aisyah Radiyallahu 'anha. Sangat privasi dan sangat penuh
cinta. Sehingga, surga di dunia adalah istri salehah, khusyuk di dalam salat,
dan aroma minyak wangi. Dan, sungguh telah kaya seseorang. Pertama, bila
bersahabat dengan orang-orang saleh, bergaul, merapatinya, mendengar dan
memakai nasehat. Sahabat saleh yang selalu mengingatkan kita, untuk taat kepada
Allah dan Rasulullah. Kedua, bila ada makanan dan minuman di rumah, yang
mencukupi. Tidak hidup dalam lilitan kemiskinan, tidak meminta-minta. Tidak dalam ketakutan
hutang dan kefakiran. Tiga, ada usaha halal di kampung halaman sendiri, yang
sanggup menopang ibadahnya.
Ada sebuah kisah yang menarik perhatian banyak
kalangan peneliti. Ketika tidur seranjang dengan istrinya, ummul mukminin
Aisyah Radiyallahu 'anha. Rasulullah SAW bersabda: Wahai Aisyah, ijinkan aku
menghadap Tuhanku. Aisyah menjawab: Mengapa sangat repot ya Rasulullah.
Bukankah semua dosamu telah diampuni Allah. Dosa yang dahulu, sekarang, dan
akan datang. Rasulullah SAW menjawab: Wahai humairo, sungguh aku paling senang, ketika Allah
memberi aku gelar, hamba yang pandai bersyukur. Banyak lagi, kisah cinta rumah
tangga beliau, bercanda, makan berdua, mandi berdua. Bahkan meminum air dari
gelas yang sama, dan sangat sering membantu istrinya. Menjahit jubahnya
sendiri, dan baginda Rasulullah SAW tidak mau dilayani, bila baginda Rasulullah
SAW mampu mengatasi. Lebih dari itu, baginda Rasulullah sering berpangku di
paha Aisyah, dan menyandarkan tubuh Rasul yang mulia ke tubuh Aisyah. Sang
Rasul yang kerap mengalah dihadapan istrinya. Bukan suami yang mengalahkan.
Bahkan, sangat rahasia, cumbu rayu tersebut, tidak di depan sahabat. Karena,
hadis rumah tangga hanya diriwayatkan oleh ummul mukminin Aisyah Radiyallahu
'anha dengan adab-adab kesopanan.
Dualitas keadaan rumah tangga Rasulullah SAW. Kadang
datang berita gembira, kadang prahara. Semua menjadi pelajaran bagi umat. Bahwa
menikah, bukan untuk setahun atau dua tahun saja. Jangan sampai terjadi seperti
ujar pepatah: "Habis manis, sepah di buang." Sebab, istri atau suami,
bukan tebu. Memang, lamanya usia pernikahan belum tentu sanggup merubah watak
pasangan. Kecuali harus saling memahami dan saling mengerti. Mengerti
kekurangan pasangannya, dan paham bagaimana cara menghadapi kekurangannya.
Sebab, didalam satu kekurangannya, Allah SWT simpan seribu kelebihan kebaikan
padanya. Minimal melatih kesabaran dari masing-masing pihak.
Pahala kesabaran menghadapi sifat yang telah menjadi
watak pasangan, memiliki nilai tersendiri di mata Allah SWT. Jadi, solusinya
bukan "minta cerai atau minta diceraikan." Perkembangan hukum
sekarang, Pengadilan Agama membolehkan "gugat cerai." Dampak ikutan
adalah banyak para istri yang menggugat para suami. Sehingga sidang gugat cerai
berlangsung setiap hari. Tidak berlebihan, bila pesta nikah berlangsung sangat
mewah, satu atau dua tahun usia pernikahan. Setelah itu, menjadi pesta perpisahan. Di tengah kehidupan
serba global dan instan, betapa sulit mempertahankan kesetiaan dalam ikatan
suami-istri. Ukuran kesetiaan bukan hanya ekonomi, namun hati. Meskipun ekonomi
juga penting, tapi bukan satu-satunya faktor. Semuanya, berangkat dari niat
awal menikah, untuk apa? Untuk tujuan napsu, siap-siap tertipu. Motif ekonomi,
siap-siap ketepi. Karena membalas dendam, pasti memerah padam. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar