PARENTING RAMAH ANAK

 


PARENTING RAMAH ANAK

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Berserah diri merupakan kata kunci untuk tenang, dan menjadi jurus bahagia. Bila tidak, ada tiga penyakit batin waktu yang mengancam. Penyesalan masa lalu, kekesalan masa kini, dan kekhawatiran masa depan. Dan, mari kita mengevaluasi diri, berdasarkan apa yang sering diucapkan. Aku sakit, jika ini yang sering menjadi perhatian, maka kita mengundangnya untuk datang. Aku letih, lelah. Ternyata, apabila dua kata ini mendominasi alam bawah sadar. Pasti, yang terbit adalah keletihan, kelelahan.

Lebih berbahaya lagi, bila lisan suka menghujat, sering mencari-cari kesalahan orang lain. Dipastikan dia bukan orang bahagia, minimal masa lalu yang tertindas. Atau, usia SD, SMP, SMA yang berada di bawah tekanan orang lain (majikan), kekerasan dalam keluarga, sekolah, masyarakat. Korban bullying yang pasti berdampak negatif.

Endapan paling bawah dari lapisan kesadaran, akan kenangan pahit saat tertindas (traumatis). Menyimpan benih penyakit, sindrom tekanan batin berpotensi penyakit jantung kronis. Sangat sulit untuk diobati, terbawa hingga ke hari tua. Manusia korban traumatis, wajib dipahami dan diberi ruang untuk berekspresi. Jangan dibully, jangan dibuang. Namun, berapa banyak lingkungan yang tidak menerima eksistensi korban traumatis tipe ringan, sedang, parah.

Sebab, bila tidak cukup penerimaan pada korban traumatis, pasien akan menggejala dengan cara merusak tatanan sosial yang telah tertata (destroyer). Sebab, ketika dia setelah dewasa akan membalik fakta. Maksudnya, dahulu aku ditindas. Sekarang masaku untuk menindas. Artinya juga menukar posisi, dahulu aku babu (pesuruh), sekarang aku menjadi bos (majikan). Semua orang harus tunduk kepadaku, terutama orang-orang yang dekat denganku. Aku akan memperdayakan mereka, sebagaimana aku dahulu diperdayakan.

Luka lama akan memendam dendam. Sebenarnya, penting parenting ramah anak, disebarkan. Parenting ramah anak berarti menerima anak dengan tulus. Penerimaan ikhlas, secara apa adanya. Artinya, jangan menuntut prestasi diluar kesanggupan anak meraihnya. Hargai sensasi pertumbuhan jiwanya yang secara bertahap memerlukan habitat yang menyenangkan. Bukan habitat yang menyengsarakan. Sebab, masa kecil yang menyenangkan atau menyengsarakan, akan berdampak luas. Dan, menjadi kenangan panjang (the long memories). Maksudnya, pengaruh memori masa kecil, akan terbawa hingga akhir hayat. Ekspektasi (harapan) dari orang tua dan sekolah, tidak selamanya membuat anak bahagia, kecuali tekanan psikologis. Kebutuhan anak hari ini, bukan untuk berkompetisi, tetapi lebih ingin berkolaborasi dengan cara bermain dan menyanyi. Akibat orang tua dan sekolah terbius oleh promosi anak unggul, dan siswa hebat. Atau terpancing oleh iklan produk susu tertentu, anak cerdas melampaui usianya.

Dapat berpengaruh secara langsung dan tidak langsung. Beban tersakiti masa kecil, akan memupus masa depannya. Minimal sebagai simpanan pahit kehidupan yang kecewa untuk diingat. Trauma kekerasan masa kecil, terbalaskan ketika dewasa. Pelampiasan negatif, dia akan selalu apriori (curiga) kepada orang lain. Bahkan yang lebih berbahaya adalah curiga kepada diri sendiri. Sulit untuk menjalin hubungan silaturahmi secara tulus. Sebab dalam brain berpikirnya, semua manusia jahat. Seperti karakter ibunya dahulu, yang akan membunuhnya. Karakter ibunya yang jahat, selalu muncul pada wajah setiap orang.

Korban traumatis berat, berakibat payah untuk menyayangi secara tulus, kecuali berbasis kepentingan sesaat. Sebab, sejak kehadirannya di muka bumi sampai dewasa, dia tidak pernah merasakan penerimaan kasih sayang tulus dari kedua orang tua. Setelah dewasa, dia akan membuat orang lain, satu "platform" dengan dirinya yang tertindas.

Selanjutnya, karena telah kehilangan kepercayaan kepada semua manusia. Lalu, dia banyak menyendiri, atau mengambil pola hidup sebaliknya, overacting. Ingin menjadi inspirator dunia. Disebalik sikap kelembutannya, menyimpan sifat kekerasan (ego centris). Atau sebagai pelarian dari kehilangan kepercayaan kepada manusia, lalu bersahabat dengan hewan, tumbuhan dan alam. Abai terhadap lingkungan sosial dan sulit bergaul. Karena ingin selalu menonjol daripada orang lain. Kalaupun dia tidak mampu menonjol, dia kritik orang lain dengan amunisi trauma masa lalu. Atau, menceritakan kejayaannya yang telah lewat.

Korban traumatis tidak akan pernah menjadi dirinya sendiri, kecuali dalam angan-angan (halusinasi). Halusinasi masa depan untuk menjadi milyarder, pemilik banyak perusahaan, menjadi profesor pada semua bidang kajian. Sampai mudah tersinggung terhadap hal-hal yang sepele. Karena, halusinasi yang dia telah bangun, menempatkan dirinya di posisi terpenting dunia.

Tidak pernah menjadi diri sendiri, bentuk penyakit batin terberat. Bimbang, galau, adalah dua ciri, bagaimana korban traumatis mengekspresikan dirinya untuk bertahan. Ujung dari kebimbangan adalah menyerang, menyergap, menerkam, menendang. Ujung dari kegalauan adalah menghadirkan situasi galau bersama. Berakhir pada sikap kufur nikmat, dan berujung pada sikap menghujat Tuhan.

Diperlukan terapi kesadaran diri untuk menghapus secara bertahap trauma masa kecil. Dengan penerimaan yang tulus tanpa syarat. Penulis menyarankan untuk segera  memilih lingkungan yang santun, penuh kasih sayang dengan pendekatan agama. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENEMUKAN JALAN TENGAH DALAM PEMAHAMAN ISLAM

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

MERAHASIAKAN ATAU MENYATAKAN AMAL