Haji Tasin (Keturunan yang Menyebar) - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag


Haji Tasin (Keturunan yang Menyebar)
Oleh : Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

    Nama H. Tasin sulit untuk dilacak dalam studi sejarah. Namanya telah melahirkan banyak keturunan, namanya lebih panjang dari kuantitatif  umur biologisnya. Nilai kualitatif umur Tasin melampaui masa demi masa, dari setetes air mani yang ditumpahkan, menjadi asbab menjalar dan menyebar ke seluruh benua. Pribahasa melarang : Jangan kehilangan obor. Tasin telah menyalakan obor untuk kita. Jangan padamkan apinya, jangan buang sumbu dan buluhnya, tapi terus nyalakan hingga api menyala terus memberi cahaya Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim. Kaukus Kalimantan minimal lokus bagi "dzurriyatan jariyah solihah mahmudah".
    Tasin merupakan nama imajiner bagi generasi yang hidup tidak semasa dengannya. Upaya mengerti dan  memahami Tasin, adalah dengan mempertanyakan bagaimana keseharian Tasin, dan seluruh pewartaan tentangnya ? Alternatif solusi jawaban, diantaranya bagian telusur sejarah anak - anak Tasin. Metodologi inilah yang dirancang dan kembali bangun (rekonstruksi) dari serpihan informasi yang berusaha penulis kumpulkan.
    Anak - anak Tasin inipun  sudah tiada lagi seorang juapun (wafat). Upaya terus dimaksimalkan, untuk mendengar riwayat tentang Tasin, ternyata tidak ditemukan. Bagaimanakah cara untuk melihat sosok Tasin bergelar Haji, sedang diawal tadi disebutkan anak H. Tasinpun sudah wafat seluruhnya (H. Zamhari, Adam, Zahri, Untung, H. Tarsi). H. Zamhari perantau dan menetap di Pemangkat hingga akhir hayatnya, demikian juga Zahri dan Untung. Sedang Adam adalah sosok Ulama "hamalatul Quran" (tubuh dan hatinya menyimpan Al - Quran). Adam Al Hafidz menetap di Negara dan saat akan menutup mata terakhir dengan iringan bacaan Al Quran (Allahummarhamna bil Qur'an). Saudara bungsu mereka adalah Tarsi bergelar Acil Haji Tarsi. H. Tarsi selama dua puluh tahun  belajar dan mengajarkan Tasawwuf berdasar kitab Al Hikam karangan Ibnu Athailllah, Kitab Ad Durrun Nafis karya Muhammad Idris Ad Durrun Nafis Al Banjari, kitab Siyarus Salikin karya Abdus Samad Al Palimbani (Palembang), sedang dalam bidang Fikih, acil H. Tarsi bin H. Tasin merujuk pada kitab Sabilal Muhtadin karya Ulama Nusantara, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, sejati namanya Al Habib Ja'far Alaydrus (rahimahullahu ta'ala anhum). Tarsi wafat di Madinah, di bir 'Ali, tempat miqat jamaah haji asal Asia Tenggara. H. Tarsi telah Allah SWT tempatkan jasadnya di bumi, tanah yang sangat Allah SWT berkati. Bumi Madinah merupakan tempat yang mulia di muka bumi, di bumi Madinah ini jualah, jasad baginda Nabi Muhammad SAW tersimpan. Cerita tentang H. Tarsi, sebelum beliau bertolak (berangkat) haji. Tarsi berwasiat kepada anak - anaknya jangan tunggu kepulanganku, aku akan pergi tidak akan kembali (ke Negara), diucapkan di hadapan anak-anaknya, Bakran, Salman, Karim, Wahab dan Naurah.
    Selain H. Tarsi, pewartaan riwayat H. Zamhari dan H. Adam Al Hafidz penulis temukan melalui komunikasi lisan dari H. Bakran, H. Salman, Djambrut dan Nadrah (Anong). H. Zamhari bin H. Tasin yang telah mempersunting Hj. Fatimah Syam binti H. Ahmad sejak di Nagara, ikut berlayar meninggalkan kampung halaman sekitar tahun 1900. H. Zamhari bermukim di bumi rantau dan telah lama mendiami tanah Melayu selama puluhan tahun. Kedua sepuh dan pendiri komunitas Banjar di perantauan ini, menamakan kampung dimana tempat tinggal bersama, Banjar Pesisir Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Dirumah besar tingkat dua dan kampung Banjar inilah mereka bekerja sebagai tukang besi.
    Kepergian H. Zamhari bukan tidak beralasan, faktor ekonomilah yang mendorongnya. Eksodus besar - besaran dari tanah leluhur dan kampung halaman dalam rangka mencari taraf kehidupan yang baik. Hijrah merupakan ruh yang mendasari perubahan menjadikan mereka tegar dalam badai, gelombang dan angin puting beliung yang siap menjungkirbalikkan kapal kayu mereka.
    Dari pernikahan Zamhari - Fatimah Syam, mereka dikarunia Allah SWT lima putra/putri. Pinuhanya Abdullah, wafat sewaktu masih bayi ketika di kapal haji sewaktu mengarungi lautan menuju Mekkah menunaikan rukun Islam ke lima (tahun 1923). Putra/putri Zamhari yang berdzuriyat adalah H. Bujang Dara, Djambrut, Nadrah, Dardjat, Barkah. Mereka tinggal di Pemangkat, dan tidak pernah pulang ke Negara sampai mereka menghadap ke rahmatullah.
    Kelima anak H. Zamhari inilah yang ikut serta membuat H. Tasin berketurunan menyebar dan meluas ke seantero Nusantara, tidak hanya regio Kalimantan. Pernikahan silang dan genetika non Banjar membuat corak tersendiri bagi tatanan baru suku Banjar. Dampak pendidikan dan pergaulan menyebabkan tidak lagi menikah serumpun. Adat istiadat paninian padatuan pun tergugat. Banjar menikah dengan Jawa. Banjar menikah dengan Melayu, Banjar menikah dengan Bugis, Banjar menikah dengan Dayak, Banjar menikah dengan Cina, Banjar menikah dengan Arab. Banjar hari ini titisan H. Tasin merupakan Banjar Bhinneka Tunggal Ika. Informasi H. Adam Hafidzullah, kai dan tuan guru haji ini tidak memiliki anak. Tetapi anak didiknya ribuan yang dari tangan karamah beliau bisa mengaji dan menghafal Al. Quran. Sebuah prestasi ibadah tersendiri yang tersimpan rahasia di dalam diri Allah SWT.
    Adam telah menghabiskan waktu malam dan siangnya dengan Al Quran. Adam sahabat Al Quran. Ribuan orang telah tercerahkan dengan pendidikan, pengajaran dan pengajian yang beliau gerai. Beliau menyimak bacaan murid-muridnya dengan kipas di tangan. Bila salah bacaan Al Quran dari murid beliau, dengan kode hentakan tangan atau kipas di lantai, pertanda murid ada kesalahan bacaan, dan murid diminta mencari tahu kesalahannya sendiri dan mengulangi bacaan dengan baik. Teknik mengajar Adam (dahulu) adalah pembelajaran aktif, inkuiry, discovery namanya (sekarang). Adam kecil telah hafal separuh Al Quran, sewaktu kedatangan waliyullah (no name) dari madrasah Kandangan, mendengar itu, waliyullah karamatullah menyuruh Adam membuka mulut dan menjulurkan ilat (lidah), lalu waliyullah karamatullah itu meludah di dalam mulut Adam. Adampun diberi Allah SWT ilmu laduni, rahmat ilmu turun dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
    Adam  saudara Tarsi anak dari Tasin sudah tiba waktu menghadap. Di pembaringan dia panggil dua muridnya untuk membaca Al Quran pengantar detik-detik kepergian Adam menuju Wujud Mutlak, Allah Jalla Jalaluhu. 
Dua murid yang ditugasi saat sakaratul maut, Adam tetap berkesadaran, meminta satu murid terus melanjutkan bacaan. Sedang murid satunya ditetapkan untuk memberhentikan bacaan, karena fasahah dan tajwidnya yang kurang. Dalam lautan ayat - ayat cinta dari Allah Al - Wadud (maha cinta), Adam hamba Allah menetapi surat takdir Allah SWT tentang nuktah kematian.
    Adam Al Marhum, jasadnya terkubur di negara. Ada empat petak untuk empat lokasi pemakaman. Tiga telah ditempati, dalam urutan istri H. Tarsi, tanah kosong, H. Adam dan istrinya. Sedang H. Tarsi telah lama wafat di Madinah. Inilah telusur riwayat sejarah dari orang-orang salih (salihin). Mulai H. Tasin hingga anak bungsunya, H. Tarsi adalah leluhur kita. Tapi, nama, karakter, kesalihan, kejuangan, kesabaran, kasih sayang, semangat ilmu dari mereka merupakan milik bersama untuk ditimba kebaikan  lembar demi lembar  mutiara mulia dari mereka. Terlebih bagi memiliki aliran darah keturunan (nasab) salihin, lebih harus mewarisi, menjaga dan mengamalkan kesalihan para leluhur nenek moyang yang telah harum namanya sepanjang masa. Bakti kepada mereka adalah mengikuti jejak kebaikan yang telah mereka amalkan dan  perintahkan kepada generasi sesudah beliau. Berbakti kepada leluhur yang salihin juga bermakna meninggalkan segala apa yang dicegah beliau. Generasi sekarang  yang datang kemudian dan generasi yang akan datang, wajib tahu bahwa mereka memiliki leluhur yang 'alim, salih, hafidz, waliyullah, karamatullah. Predikat yang telah  mereka sandang, jangan sampai dicemari dan dikotori oleh tangan, lisan dan perbuatan durhaka, nista dan dosa dari cucu, cicit, buyut, sehingga mereka lupa bahwa mereka merupakan bagian titisan dari leluhur yang telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT secara totalitas ('ibadullah).
    Tulisan ini seakan jembatan emas dan tangga jambrut untuk menghubungkan darah titisan H. Tasin di manapun berada, Kalsel, Kalteng, Kaltim dan Kalbar. Area regional Kalimantan ini, penulis yakin akan terkoneksi secara digital dan manual, bahkan suatu saat akan terjadi silaturrahmi secara langsung tatap muka. Kai H. Bakran (usia 83 tahun) sudah sangat sepuh telah memulainya bersama keluarga besar H. Tarsi melintasi gunung Kalimantan. Sepanjang gunung yang menghubungkan lima Kalimantan telah dijajaki H. Bakran dengan tongkatnya buatan dan pemberian Kai Gulu H. Adam Hafidzallahu Ta'ala 'anhu. Keberangkatan rombongan dari Banjar, Sabtu, 28 November dan berakhirnya ekspedisi silaturrahmi bubuhan Banjar, dengan mendaki dan meluncuri gunung Kalimantan lewat darat, memori Sabtu, 5 Desember 2020. Rombongan keluarga besar H. Bakran bin H. Tarsi bin H. Tasin memuat istrinya, Sri Sundari (Galuh), Acil Karim, anak, menantu, dan cucu-cucu H. Bakran ikut dalam safari menghubungkan kasih sayang (rihlah silaturrahim). Selamat jalan Julak, Acil, Kai, Nini, Kakak, Ading, Anak kemanakan, mudahan Allah SWT menjumpakan kita kembali. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN