HAJI DAN QURBAN TIDAK SEKADAR RITUAL
HAJI DAN QURBAN TIDAK SEKADAR RITUAL
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Kloter pertama jamaah haji asal Kalimantan Barat
diberangkatkan tanggal 2 Mei 2025. Telah lama mereka persiapkan jasmani dan
rohani, sebuah keberangkatan suci menuju Baitullah di Mekah, kota yang
diberkahi. Difirmankan Tuhan: "Demi buah tin, demi buah zaitun. Demi bukit
Tursina. Demi negeri yang aman (Mekah)." (Attin:1-3).
Betapa agama Allah yang terakhir ini, tidak sebatas
terhenti pada ritual keagamaan. Termasuk ibadah haji dan kurban, keduanya sarat
dengan simbol. Simbol atau perlambang dari kata dan perbuatan, jika tidak
dimaknai oleh hati, niscaya berupa mantra dan perbuatan yang berulang saban
tahun. Maksud dari tujuan haji dan kurban, justru tidak tercapai, gagal.
Meskipun mungkin mendapat pahala.
Apa yang menjadi tujuan semua pelaksanaan ibadah
adalah perubahan. Perubahan ke arah yang lebih baik. Pembangunan manusia
seutuhnya, bukan pribadi yang terbelah. Artinya, pelaksanaan ibadah tidak hanya
terhenti pada ritualistik fikih dan akidah sentris. Namun, masih ada satu dimensi
tujuan yang tertinggal, akhlak dan adab.
Akhlak yang diperhalus dengan adab, semakin
menunjukkan indikator ibadah diterima (makbul). Misal, ibadah salat yang
diterima, akan mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar dari penegak salat
(musallin) di luar salat mereka. Penerapan nilai akhlak dan adab dari makna
salat yang diperluas.
Jika ibadah adalah bangunan, maka akhlak merupakan
pemanfaatan bangunan tersebut. Misal, seseorang yang membangun rumah, namun
rumah tersebut tidak ditempati. Niscaya rumah tersebut tidak berfungsi. Atau,
rumah tersebut ditempati, sementara kondisi rumah tersebut panas. Panas karena
suhu jasmani dan rohani. Rumah yang tidak memberikan ketenangan untuk penghuni.
Rumah yang tidak nyaman guna ditempati. Sebaik apapun desain rumah, jika
penghuni tidak betah, maka rumah bukan ditinggali, tetapi ditinggalkan.
Hari ini, betapa banyak orang yang meninggalkan
ibadah dengan sengaja, karena tidak merasakan manfaat (kegunaan) ibadah secara
lahir dan batin, dunia dan akhirat. Sedang manusia adalah individu pengambil
manfaat dari perbuatan mereka. Ibadah pada satu sisi sebagai ujian, sisi lain
sebagai upaya pencarian diri sejati. Gagal dalam ujian, mereka meninggalkan
ibadah. Gagal dari mencari Tuhan, mereka tinggalkan Tuhan. Oleh karena itu, pahala
dan surga disembunyikan. Berdasarkan hadis qudsi: "Aku sediakan surga
untuk hamba-hambaKu yang saleh. Kenikmatan surga yang tidak pernah terlihat
oleh mata. Tidak pernah terdengar oleh telinga, tidak pernah terbetik di hati
manusia." (Riwayat Muslim). Demikian pula siksa neraka. Kepedihan,
kesakitan yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh
telinga, tidak pernah mendarat di rasa hati. Luar biasa, kedua tempat kembali
manusia di akhirat. Pilihlah dengan akal sehat, pikiran waras dan perasaan
laras.
Justru ibadah yang berlawanan dengan hati, berat
hati, disitulah tersimpan pahala (ganjaran) yang besar (surga). Bagi orang yang
terbiasa membaca Alquran, bagi mereka tidak berat, bahkan nikmat karena telah
menjadi hobi. Namun, bagi orang tertentu, sungguh sangat berat. Melawan hawa
napsu sendiri, merupakan arena tarung berkepanjangan. Contoh lain, tidak
korupsi bagi pegawai rendahan, bukan hal yang istimewa. Sebab, tidak ada objek
yang akan dikorupsi. Namun bila Dirut Pertamina tidak korupsi, sungguh istimewa
dan luar biasa. Setiap orang telah Kami persiapkan ujian mereka (baca:
Albaqarah ayat 155).
Demikian pula haji dan kurban. Biarpun kedua ibadah
ini sangat berkaitan dengan harta (ibadah maliyah). Bagi orang kaya, tidak ada
berat dan beban untuk haji berkali-kali, dan kurban berulang-ulang. Tapi bagi
orang kaya, sulit untuk menjadi orang yang rendah hati. Tidak seperti si-miskin
yang tidak memiliki aset supaya disombongkan. Istilah lain, si-cantik bisa jual
mahal, si-buruk harus tahu diri. Pejabat bisa sombong, rakyat jangan bengong.
Maksudnya, selaku rakyat, berkelakuan secara wajar. Jangan marah bila tidak
disapa. Jangan tersinggung jika disinggung pejabat. Sebab, suaramu akan merusak
suasana rapat.
Haji, biarpun haji ibadah kolosal, pergerakan orang
dan barang, transportasi, akomodasi, logistik, kepolisian dan panitia haji,
berupa mobilisasi dunia dalam jumlah besar. Namun, datangi Allah secara sendiri
dan rahasia. Jangan terpengaruh dengan hiruk-pikuk suara toa petugas haji.
Jangan hiraukan keletihan fisik. Sebab secara hakikat, bukan dengan fisik
menghadap-Nya. Namun dengan cinta, cinta yang menepis semua lelah, payah.
Rohani cinta merupakan energi Tuhan yang tidak pernah merasa lelah dan payah.
Disini, Tuhan menegaskan bahwa haji tidak sekedar
ibadah siklus tahunan. Dan haji bukan saja ibadah ritual mengitari ka'bah,
bermalam tanpa tenda di padang muzdalifah, melempar jumrah. Secara hakiki
adalah menghadiri jamuan suci dari yang maha suci, niat yang suci, di tempat
suci. Imbasnya, melahirkan manusia-manusia yang siap menebar kesucian dan
kedamaian dimanapun para haji mabrur dan hajjah mabrurah berada. Menjaga
kesucian haji pasca pelaksanaan ritual haji sangat penting. Agar para haji
sanggup menjadi rahmat bagi lingkungan.
Betapa pelaksanaan ibadah haji harus menghadirkan
hati, bukan saja ucapan lisan dan gerakan tangan tanpa makna. Karena Tuhan
persaksikan dan pernyatakan: "Dan salat, tawaf mereka disekeliling ka'bah
itu, tidak lain hanya siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan
keingkaranmu." (An-Anfal:35).
Kurban, ibadah paling tua dalam sejarah dunia
kemanusiaan. Dua putera Nabi Adam, Qabil dan Habil sebagai aktor utama. Selain
sebagai kawah candradimuka, kurban keduanya juga menjadi inspirasi semua agama.
Qabil berprofesi sebagai petani, Habil berprofesi sebagai peternak. Keduanya
menyampaikan kurban di bukit pengorbanan (jabal qurban) Mekah. Materi kurban
Qabil berupa sayur-mayur yang sudah busuk, berbau. Pelataran kurban dengan
buah-buahan yang sudah berulat, tidak segar, layu. Sedang kurban Habil dengan
unta yang besar, tinggi, gemuk, sehat, jantan, lincah, sempurna tanpa cacat.
Domba yang gemuk, besar, tinggi, kuku yang bersih, berbulu lebat, berkaki kuat,
bertanduk panjang. Sebelum dikurbankan, diberi makanan bergizi, minuman susu,
dan tinggal di kandang dengan sanitasi lingkungan. Jelas, kurban Habil
diterima, kurban Qabil ditolak.
Sisi syariat kurban Habil memenuhi syarat. Sisi
hakikat kurban Habil berbasis ikhlas karena takwa. Kedua sisi harus saling
bersentuhan, saling beririsan. Menjadi penentuan final bagi makbul dan mabrur
sebuah amal. Terakhir, semoga tulisan ini menjadi pencerah dalam menyambut
pelaksanaan haji dan kurban, inspirasi semakin baik, motivasi semakin memberi
arti lahir batin haji dan kurban bagi kemajuan masyarakat. Wallahua'lam.
Oribel Davala 12417013 TBI-2A
BalasHapusSaya setuju dengan blogspot ini, karena segala sesuatu yah telah Allah ajarkan kepada kita bukan lah sebuah ritual, namun ada makna dan manfaat nya yang dapat kita terima 🤲🤲
Muhamad khozali (12417010) TBI - 2A
BalasHapusMenurut pandangan saya bahwa haji dan qurban bukan sekadar ritual, tapi sarana pembentukan akhlak dan kesadaran spiritual. Sebagai mahasiswa, saya merasa diingatkan untuk menjalankan ibadah dengan makna, bukan hanya rutinitas.