Himung Jadi Urang Banjar - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
Himung Jadi Urang Banjar
Oleh : Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
Tradisi keagamaan telah lama rekat pada urang Banjar. Kerekatan itu berkat paninian dan padatuan selalu mewariskannya kepada keluarga sebagai generasi penerus. Penulis merasakan getaran dari setiap sendi agama yang telah menjadi napas keseharian, saat abah masih hidup, himung jadi urang Banjar. Kesenangan itu, selain dari titisan leluhur yang ahlut taqwa, penulis sendiri mengalami, betapa sebagai anak rantau, meski setiap hari bersentuhan dengan budaya Melayu, tetapi tidak rasis, sampailah titik temu kultur, Banjar adalah Melayu, Melayu adalah Banjar. Itulah pertemuan darah dengan tanah, sebagai lokus sehari-hari penulis
Sejak dahulu kala, urang Banjar selalu menyertakan perantauannya dengan penyiaran agama. Seperti contoh Tuan Guru penyebar Islam pada Kesultanan Nata Sintang (1600) adalah urang Banjar (Barabai), membentuk keluarga dan membaur dengan masyarakat bersama bahasa tempatan di mana lokasi mereka tinggal. Amal dan ilmu jariyah yang mereka tinggalkan menjadi kenangan kebaikan. Contoh Lebay Dahlan (1994), Pak Mekah, Pak Arifin adalah tokoh agama masyarakat Desa Tanjung Lay Nanga Pinoh (Melawi). Keunikan urang Banjar di benua perantauan mampu membaur, walau terkadang mereka kehilangan identitas etnisitas Banjar. Petatah dimana bumi di pijak, disitu langit dijunjung merupakan amaliah urang Banjar, lebih mementingkan isi dari pada materi. Resiko kesejarahan adalah urang Banjar di perantauan kehilangan identitas bahasa, budaya dan adat istiadat. Telah dimaklumi, leluhur kita menjunjung tinggi nilai keselamatan, kebersamaan, kesetaraan dan kesederhanaan. Bersumber dari yang dipercaya Kai Haji Bakran (Waliyullah) bahwa nama yang sebenarnya dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah Al Habib Ja'far Alaydrus. Begitu juga Tuan Guru Haji Mukhlis, nama sebenarnya adalah Haji Abdus Syukur Badri. Mereka merupakan pahlawan pejuang, sesuai dengan semboyan hidup "Waja sampai ke puting". Maksudnya "tuntung" atau tuntas dalam pekerjaan sampai hasil akhir.
Kahimungan urang Banjar kalau mereka bisa memberikan ilmunya kepada orang lain. Citra kedirian ini menjadi tipologi himung diri merupakan himung urang lain. Begitu sebaliknya, hidup di perantauan seorang diri membutuhkan kemampuan beradaptasi yang tinggi. Berkewajiban memahami bahasa, budaya, adat istiadat lokal. Lalu, bersosialisasi dan membaur menjadi anggota masyarakat. Kedatangannya bukan untuk merusak, bukan pula untuk memperbaiki. Sebab merusak atau memperbaiki bukan hak bagi kehambaan, tapi kedua item tersebut merupakan hak ketuhanan, inilah permata nan indah kilauan cahaya lembut Tasawuf. Urang Banjar hanya menyampaikan, maka profesi yang paling tinggi norma, etika dan nilai urang Banjar adalah guru. Bukan pedagang, bukan jaksa, bukan dokter, semuanya itu (pedagang, jaksa, dokter dan lain-lain) lahir dari rahim guru.
Tradisi mengaji turun - temurun di langgar, di rumah guru ngaji, sampai mengaji kitab di Mekahpun urang Banjar. Mekah menjadi madrasah urang Banjar, baik sebagai murid maupun guru. Sebut Guru Abdul Karim Amin adalah urang Negara (HSS) yang mengajar di Mekah. Haji Yurni Negara selama 11 tahun menuntut ilmu di Masjidil Haram Mekah, mengikuti langkah pendahulunya, gurunya, Haji Adnani bin H. Sabran bin H. Abdur Rasyid Langgar Negara.
Haji Adnani bermukim tujuh tahun belajar pada halaqah yang ada di Masjidil Haram. Dengan biaya dan kesadaran sendiri, generasi urang Banjar saat itu, betapa menjunjung tinggi ilmu Allah, mengarungi laut sebagai penuntut, perantau dan pekerja. Istri bukan menjadi penghalang bagi Adnani meraih ilmu dari sumbernya (Makkatul Mukarramah dan Madinatul Munawwarah). Adnani, baginya usia, dana, dan keluarga, bukan penghalang dan perintang bagi mencapai kedudukan mulia di sisi Allah dengan meraih ilmuNya, jalan menggapai ridha dan surgaNya.
Adnani, dia telah mewariskan nilai kejuangan yang tidak pernah padam. Allah SWT menitipkan kekuatan niat padanya. Tujuh tahun hidup di Mekah sebagai perantau dan pencari ilmu bersama istri tercinta bukan waktu yang sebentar, lorong waktu itu telah dilewatinya dengan selamat.
Apa yang dia titipkan hari ini kepada generasi, jangan pernah menyerah dalam belajar dan mengajar ilmu. Sebab, al - ilmu hayatul islam (ilmu adalah kehidupan Islam). Berhenti menuntut ilmu berarti mati. Inilah kematian yang sangat sengsara, ketika yang masih hidup hanya raga. Napas kehidupan adalah ilmu, mengarahkan amal, menguatkan ilmu. Kehidupan hakiki bukan kekayaan, kemasyhuran, kepangkatan, kedudukan, tapi jadikan semua itu alat kebaikan, bukan alat kesombongan dan alat kejahatan.
Apa yang ditinggalkan hanya ilmu. Tidak ada sawah ladang pahumaan, ruko, mobil, pewarisan beliau adalah kitab beraksara Arab sebanyak dua lemari besar, serta sebuah rumah mungil di tepian sungai Nagara, tempat H. Adnani dan istrinya bernaung.
H. Adnani inspirasi bagi keluarga dimana saja berada, baik di Nagara maupun di banua urang. Beliau sudah purna tugas, menghadap Ilahi Rabbi. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan kita ?
Sejak dahulu kala, urang Banjar selalu menyertakan perantauannya dengan penyiaran agama. Seperti contoh Tuan Guru penyebar Islam pada Kesultanan Nata Sintang (1600) adalah urang Banjar (Barabai), membentuk keluarga dan membaur dengan masyarakat bersama bahasa tempatan di mana lokasi mereka tinggal. Amal dan ilmu jariyah yang mereka tinggalkan menjadi kenangan kebaikan. Contoh Lebay Dahlan (1994), Pak Mekah, Pak Arifin adalah tokoh agama masyarakat Desa Tanjung Lay Nanga Pinoh (Melawi). Keunikan urang Banjar di benua perantauan mampu membaur, walau terkadang mereka kehilangan identitas etnisitas Banjar. Petatah dimana bumi di pijak, disitu langit dijunjung merupakan amaliah urang Banjar, lebih mementingkan isi dari pada materi. Resiko kesejarahan adalah urang Banjar di perantauan kehilangan identitas bahasa, budaya dan adat istiadat. Telah dimaklumi, leluhur kita menjunjung tinggi nilai keselamatan, kebersamaan, kesetaraan dan kesederhanaan. Bersumber dari yang dipercaya Kai Haji Bakran (Waliyullah) bahwa nama yang sebenarnya dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah Al Habib Ja'far Alaydrus. Begitu juga Tuan Guru Haji Mukhlis, nama sebenarnya adalah Haji Abdus Syukur Badri. Mereka merupakan pahlawan pejuang, sesuai dengan semboyan hidup "Waja sampai ke puting". Maksudnya "tuntung" atau tuntas dalam pekerjaan sampai hasil akhir.
Kahimungan urang Banjar kalau mereka bisa memberikan ilmunya kepada orang lain. Citra kedirian ini menjadi tipologi himung diri merupakan himung urang lain. Begitu sebaliknya, hidup di perantauan seorang diri membutuhkan kemampuan beradaptasi yang tinggi. Berkewajiban memahami bahasa, budaya, adat istiadat lokal. Lalu, bersosialisasi dan membaur menjadi anggota masyarakat. Kedatangannya bukan untuk merusak, bukan pula untuk memperbaiki. Sebab merusak atau memperbaiki bukan hak bagi kehambaan, tapi kedua item tersebut merupakan hak ketuhanan, inilah permata nan indah kilauan cahaya lembut Tasawuf. Urang Banjar hanya menyampaikan, maka profesi yang paling tinggi norma, etika dan nilai urang Banjar adalah guru. Bukan pedagang, bukan jaksa, bukan dokter, semuanya itu (pedagang, jaksa, dokter dan lain-lain) lahir dari rahim guru.
Tradisi mengaji turun - temurun di langgar, di rumah guru ngaji, sampai mengaji kitab di Mekahpun urang Banjar. Mekah menjadi madrasah urang Banjar, baik sebagai murid maupun guru. Sebut Guru Abdul Karim Amin adalah urang Negara (HSS) yang mengajar di Mekah. Haji Yurni Negara selama 11 tahun menuntut ilmu di Masjidil Haram Mekah, mengikuti langkah pendahulunya, gurunya, Haji Adnani bin H. Sabran bin H. Abdur Rasyid Langgar Negara.
Haji Adnani bermukim tujuh tahun belajar pada halaqah yang ada di Masjidil Haram. Dengan biaya dan kesadaran sendiri, generasi urang Banjar saat itu, betapa menjunjung tinggi ilmu Allah, mengarungi laut sebagai penuntut, perantau dan pekerja. Istri bukan menjadi penghalang bagi Adnani meraih ilmu dari sumbernya (Makkatul Mukarramah dan Madinatul Munawwarah). Adnani, baginya usia, dana, dan keluarga, bukan penghalang dan perintang bagi mencapai kedudukan mulia di sisi Allah dengan meraih ilmuNya, jalan menggapai ridha dan surgaNya.
Adnani, dia telah mewariskan nilai kejuangan yang tidak pernah padam. Allah SWT menitipkan kekuatan niat padanya. Tujuh tahun hidup di Mekah sebagai perantau dan pencari ilmu bersama istri tercinta bukan waktu yang sebentar, lorong waktu itu telah dilewatinya dengan selamat.
Apa yang dia titipkan hari ini kepada generasi, jangan pernah menyerah dalam belajar dan mengajar ilmu. Sebab, al - ilmu hayatul islam (ilmu adalah kehidupan Islam). Berhenti menuntut ilmu berarti mati. Inilah kematian yang sangat sengsara, ketika yang masih hidup hanya raga. Napas kehidupan adalah ilmu, mengarahkan amal, menguatkan ilmu. Kehidupan hakiki bukan kekayaan, kemasyhuran, kepangkatan, kedudukan, tapi jadikan semua itu alat kebaikan, bukan alat kesombongan dan alat kejahatan.
Apa yang ditinggalkan hanya ilmu. Tidak ada sawah ladang pahumaan, ruko, mobil, pewarisan beliau adalah kitab beraksara Arab sebanyak dua lemari besar, serta sebuah rumah mungil di tepian sungai Nagara, tempat H. Adnani dan istrinya bernaung.
H. Adnani inspirasi bagi keluarga dimana saja berada, baik di Nagara maupun di banua urang. Beliau sudah purna tugas, menghadap Ilahi Rabbi. Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan kita ?
Bunga Amalia (11901368) (PAI6B)
BalasHapusMateri : Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah
Sub Materi : Reaksi Kafir Quraisy terhadap Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah
Integrasi Al-Qur’an : Pada awalnya mereka memutuskan untuk membiarkan Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Tapi keputusan ini tidak akan dapat memecahkan masalah. Karena kepergian Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah boleh jadi akan menyiapkan kubu Yatsrib (Madinah) untuk memerangi mereka. Jika mereka memilih kedua yaitu memenjarakannya, akan memicu Umat Islam untuk membebaskannya.
Maka mereka memutuskan untuk membunuh Rasulullah Saw. Para algojo dipilih mereka yang berasal dari seluruh suku. Sampai pada suatu malam, para algojo menyerang rumah Rasulullah dan hendak membunuh beliau saw. Pada saat itulah malaikat pembawa wahyu turun, mengabarkan rencana kafir quraisy kepada Rasulullah Saw sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an,
(QS. Al-Anfal [8]:30)
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Pada saat itulah, Nabi Muhammad mendapat perintah untuk hijrah. Beliau keluar dari rumah secara diam-diam. Berbagai usaha kafir quraisy untuk mencegah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Pada akhirnya usaha mereka tidak mendapatkan hasil. Nabi Muhammad Saw menjalankan hijrah dengan rencana, sejak persiapan sampai pelaksanaan. Akhirnya, Nabi Muhammad Saw. sampai ke Madinah dengan selamat.