H. M. Yusuf (Keturunannya Telah Menyebar Hingga Ke Tanah Melayu) - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
Tersebutlah kehadiran H. M. Yusuf sebagai puncak nasab dari telusur
sejarah berdasarkan wawancara online dengan Hj. Hamsiyah binti Ahmad di Nagara
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan. Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah, kering dahaga kerinduan untuk mencari akar sejarah
terbasahi sudah.
Terasa sangat kekurangan data, sambil menunggu serpihan informasi
menjadi sangat berguna bagi Upaya silaturrahmi antar alam Banjar dengan alam Melayu.
Menimbang, relasi Banjar - Melayu telah ratusan tahun terhubung. Hubungan itu
bisa berupa perdagangan, perkawinan, pendidikan. Pendidikan dalam hal ini,
orang Banjar (tuan guru) mengajar tiga asasi, Fikih, Tauhid, Tasawwuf. Trilogi
ini menjadi identitas ulama Banjar. Orang yang belajar Fikih tidak belajar
Tauhid, belum tamam. Orang belajar Fikih dan Tauhid tapi belum belajar Tasawuf
artinya belum indah dan belum halus budi. Adabi hanya diajarkan pada ilmu
Tasawuf. Inilah sebab, mengapa ulama Banjar mudah diterima.
Setahu penulis, ketiga ilmu tersebut diajarkan secara turun-temurun
pada leluhur Banjar dan masih terjaga hingga hari ini. Warisan budaya Banjar
yang sangat berharga, keluarga Banjar, suami, istri dan anak-anak mereka
mempelajari Fikih, Tauhid dan Tasawwuf secara formal, non formal dan informal.
Walau ada yang "dikirikan", bisa taguh (kebal), bisa hilang. Artinya
mereka telah "lulus" kebatinan, meskipun "kasyaf khayyali"
. Atau, pada tataran pandangan batin "makhluk tidak berdaya", tapi
hanya Allah yang Maha Kuasa, Maha Berkehendak, dengan itu, hasbiyallah api jadi
dingin, kerasnya besi tembaga menjadi "bingka berendam", (qadarullah
haqqa qadrihi).
Tersebutlah kisah-kisah yang menakjubkan menjadi bahan pengantar
tidur bagi anak cucu Banjar tentang kehebatan datuk moyang mereka. Mereka yang
menaklukkan laut hingga menembus laut cina selatan dan tanjung harapan yang
ganas. Hasbiyallah, terdamparlah mereka di bumi Allah SWT ini.
Kisah-kisah heroik di atas menjadi pengantar tidur bagi anak-anak
Banjar, disamping kisah kealiman, kesufian yang mencapai tingkat karamah. Tapi
sejatinya merupakan kerinduan (kaganangan) abah/uma tentang tanah Banjar yang
telah lawas mereka tinggalkan berlayar.
Kembali kepada H. M. Yusuf leluhur dari seluruh keluarga yang akan
disebutkan nama - namanya di bawah ini, untuk merekatkan hubungan yang jauh dan
mengakrabkan yang dekat untuk saling tolong - menolong (ta'awwun) dengan
kebaikan dan taqwa. Laksana air, dia mengalir dari atas ke bawah, dari puncak
mengalir hingga ke lembah paling rendah, atas titisan H. M. Yusuf. Mengemukakan
garis langsung silsilah dulu, baru kemudian menikah dan melahirkan generasi,
supaya mudah dipahami. H. M. Yusuf memiliki dzuriyat :
H. M. Saleh yang menikah dengan Aminah melahirkan Hj. Badariyah yang menikah dengan H. Sabran, dari pernikahan mereka melahirkan Zahran, Adnani, Burhan, Jamaliah dan Ahmad. Inilah release pertama dari turunan H. M. Saleh bin H. M. Yusuf (Nagara).
Jejak Mariyamah agak sukar ditemukan. Dari beberapa himpunan pitutur lisan yang terpercaya, garis perempuan inilah yang darinya melahirkan Arsyad bin Buan (telah lama merantau ke ranah Melayu Kabupaten Sambas dan sempat bekerja sebagai profesi pandai besi di Sungai Baru, sekarang Kecamatan Tekarang). Arsyad menikahi dara Melayu yang bernama Faridah (berhati mulia dan sangat lemah lembut). Berdasarkan wawancara online dengan Amok Niam. Arsyad bin Buan memiliki keturunan yang terdiri dari Basran (Jawai), Uteh Dare, Majeri (Pemangkat), Fahri (Pemangkat), Basrah (Selakau), Sarimah (Selakau), Sanimah (Pemangkat). Penggalian lebih lanjut dari turunan Mariyamah binti H. M. Yusuf diperlukan waktu yang cukup dalam tulisan lanjutan beserta data yang memadai.
Sanah panggilan sehari-hari untuknya. Hasanah (mungkin) nama yang sebenarnya. Garis turunan Sanah ini (sebelah perempuan) sebagai pewaris tepat H. M. Yusuf memiliki cucu yang bernama H. Samsuni bin Ajad (muallim, tuan guru di Negara, pembacaan Kitab Ihya Ulumuddin di Masjid Ihya Perigi). Keturunan muallim H. Samsuni bin Ajad banyak bermukim di Banjamasin dan Nagara. Penulis pernah mengunjungi muallim H. Samsuni pada tahun 2000 dan 2008.
Salamah Tidak diketahui nama suaminya, Salamah sebagai titisan H. M. Yusuf ini memiliki anak tunggal yaitu Basran yang telah berlayar merupakan generasi gelombang pertama perantau Banjar dan mendiami Banjar Pesisir hingga wafatnya. Dari pernikahan Basran dengan Umi melahirkan anak tunggal, Amir Zainal bin Basran (berpangkat Kapten Polisi). Anak Amir Zainal semuanya perempuan dan tinggal di Kalimantan Barat.
Galuh merupakan panggilan kesayangan bagi gadis Banjar, tidak diketahui nama sebenarnya. Galuh inilah ibu dari Masri yang telah lama merantau dan mendiami Banjar Pesisir di Pemangkat. Masri tidak memiliki keturunan, setelah bercerai dengan istrinya di Negara, Masri ikut sepupunya (Basran dan Umi, Umi "badangsanak” dengan Sidur, Sidur istri dari Syukur), berlima mereka merantau ke bumi Melayu Pemangkat Kabupaten Sambas.
Muhammad ini wafat ketika masing "bujang" saat menunaikan ibadah haji serta jasadnya terkubur di tanah tuah Makkah As Syarif Al Mukarramah.
Alhamdulillah tulisan silsilah ini semoga bermanfaat bagi generasi
untuk meneruskan cabang-cabangnya sehingga tidak kehilangan obor dan sangat
berguna bagi menjalin hubungan kekerabatan yang lebih rekat dan akrab. Kalsel
dan Kalbar cinta H. M. Yusuf suatu saat bisa disatukan. Bertemu dalam reuni
dengan nama besar H. M. Yusuf. Insya Allah.
Komentar
Posting Komentar