NURIJAH (BAGIAN 4) - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
NURIJAH (BAGIAN 4)
Perjalanan
hidup Nurijah 68 tahun penuh warna. Jika
warna - warni itu diputar dengan cepat yang tampak hanyalah kebeningan
(mejikuhibiniu, merah, jingga,
kuning, hijau, biru,
nila, ungu). Dari kebeningan
warna itulah dia merasakan firasat kematiannya. 100 hari sebelum kematian, raganya terasa hancur remuk redam. Sedang 3 hari sebelum kematian, dia didatangi orang yang disayanginya dan
mengajak pergi dalam mimpi Nurijah.
Tanggal 9 Juli
2014 aku menuju desa tempat kediamannya.
Nurijah sedang tertidur. Dia sakit kata Nova, tapi sudah diberi Parasetamol. Tanpa mengusik
lelapnya, kupandangi wajah yang telah
membesarkanku, kuhayati kenangan
mendalam beriring doa dan butiran air mata yang menggenangi kelopak mata. Teringat masa kecil bersamanya. Aku tidak
boleh larut, akupun permisi, meninggalkannya lewat salamku dengan
Nova. Sebelum Dzuhur aku meninggalkan
ibuku untuk kembali ke Pontianak.
Sebab, besok subuh, aku ada jadual Kuliah Subuh Ramadan di Masjid
Raya Mujahidin. Sorenya, ketika kami
sekeluarga bersiap akan berbuka puasa,
Rabu itu, berdering Hp, bahwa Ibunda Nurijah telah wafat saat berbuka
puasa Ramadan di rumah Nova. Akupun
berbuka, dan salat Tarawih di Maulidiyah
dengan menyembunyikan kesedihan dan kemalanganku. Imam Isya aku membawa bacaan surah Al Isra
(17) ayat 24 : tentang bakti dan doa anak pada kedua orangtua. Lantas,
jam 22.00 aku meluncur, dan
adikku Sholihin Hz serta seorang supir (Pak Dul) menuju Desa Gelik di Kecamatan
Selakau.
Jam 06.00,
mobil Taruna bercat biru sampai di rumah duka.
Setelah menenangkan diri, aku
buka selubung jenazah, pada raut
wajahnya. Bismillah wa 'ala millati
Rasulillah, ucapan pembuka kain penutup
wajah.
Kutatap wajah
Nurijah, insan yang telah membesarkanku,
kupegang tangan lembutnya. Selamat jalan ma'. Maafkan aku yang belum sempurna
dalam bakti, semoga Allah mempertemukan
kita di surgaNya, kubisikkan di
telinganya dan kucium pipinya. Bismillah
wa 'ala millati Rasulillah, kututup kain batik itu. Jenazah Nurijahpun segera dimandikan, dikafankan,
dan disalatkan, aku menjadi imam
salat jenazah bagi ibuku. Jenazah Nurijah
segera dibawa ke Pemakaman Muslim Jalan Ampera Selakau. Ambulence bergerak pelan meninggalkan rumah
duka. Aku dan jenazah, kami berdua dibagian ambulance itu, tidak putus sepanjang jalan aku berdoa
untuknya, Nurijah. Di pemakaman,
doa kembali kulantunkan keharibaan pemilik Nurijah, Allah SWT.
Selamat jalan ibuku, doaku selalu
menyertaimu, aku membatin.
Komentar
Posting Komentar