NURIJAH (BAGIAN 5 - AKHIR) - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
Salat ghaib untuk Nurijah di Kota Pontianak kumintakan di beberapa
masjid. Semoga selalu menjadi tambahan
rahmat Allah bagi Nurijah. Semoga Allah mengampuninya.
Salat ghaib untuk ibuku Nurijah merupakan respon masyarakat
Pontianak saat tahu ibuku telah pulang ke rumah kasih Allah (Rahmatullah). 17
Ramadan 1435 H, saat aku terjadual
Kuliah Subuh Masjid Raya Mujahidin.
Jamaah ikut berduka dan mereka salat ghaib an. Nurijah binti H. Zahri. Aku terkejut sembari bertanya, dari mana bapak tahu ? Kemaren Jumat kami
salat ghaib atas nama dan untuk ibunda Ustadz.
Alhamdulillah, subhanallah, terima kasih aku bersyukur. Jumat, tanggal 13 Ramadan, salat ghaib untuk Nurijah dibeberapa
masjid, diantaranya Masjid Syuhada, Masjid Darul Falah,
Masjid Sirajuddin Jl. Apel (saat
aku khatib dan imam).
Doa kami untuk Nurijah tetap dihaturkan sejak wafat dan tidur
pertama di alam Barzakh, malam
Jumat, sejak 12 Ramadan 1435 H hingga
hari ini dan sampai hari Qiyamat. Semoga ibuku Nurijah binti H. Zahri merupakan bagian dari hamba Allah yang
mendapat limpah kasih ampunan, restu dan
ridhaNya. Itulah yang sering
diucapkannya semenjak Ayah telah tiada : Mudahan Allah mengampuniku. Terang
nyata, ampunan Allah memadati, memenuhi,
meliputi segala sesuatu. Kasih
sayang Allah lebih dahulu dari pada murkanya.
Kemurahan Allah melenyapkan kemurkaanNya. KemaafanNya lebih besar dari pada siksaNya.
CintaNya lebih luas dari pada benciNya. RahmatNya lebih banyak dari pada
adzabNya, bagi ibuku yang bertaubat sebelum kematian dan di sisa umur biologis
kehidupan. Ibuku yang menyadari posisi
kehambaan dan kehampaan diri di hadapan Allah. Moga Dia menempatkan ibuku di
dalam Darussalam, surga penuh kedamaian,
di dalam rahmatNya.
Tujuh tahun sudah Idul Fitri tidak dirayakan bersamanya (1435 H/2014 M). Ayah dan ibuku telah tiada, Idul Fitri yang hampa tanpa kehadiran
karamah, barkah dan irsyadah dari
keduanya. Ayah dan ibuku telah tiada,
separuh semangat hidupku terbang.
Wajah dan guratan kulit keriputnya hilang dari pandangan 'ain. Berendam
air mata jika terkenang pada keduanya.
Semakin melihat rumah 21 Banjar Pesisir hanya semakin meringis menangis
batin ini. Lorong - lorong yang pernah
kulalui bersamanya, hanya menambah luka
kerinduan, biarlah Pemangkat menjadi
saksi bisu cinta dan sayang ini. Surau tempat ayah bersujud, dia yang adzan, imam,
kadang dia sendiri, ketika
masyarakat Banjar Pesisir belum berkesadaran beragama, ayah yang mengajak orang Melayu dan orang
Banjar di hulu dan di hilir. Ayah hari
ini ruhmu berdekatan dengan Malaikatul Muqarrabun dan Paduka Baginda Nabi
Muhammad SAW, dengan pakaian putih
berkilauan, sehat sejahtera, makmur bahagia ceria bergembira ria di dalam
Jannah Aden.
Sedang Nurijah telah Allah SWT uji dan tes kesabaran Nurijah di
rumah tangga. Testing itu telah berhasil Nurijah lewati, seluruh soal telah dia jawab. Ribuan bahkan jutaan soal tes, Nurijah hanya menjawab satu jawaban : Sabar
(titik).
Terperangah aku atas kesabaran Nurijah, ketabahan membaja. Sekutip aku tidak bisa membaca, sepatah aku tidak bisa menyela, hanya batin ini yang berujar tapi diam, Allahumma,
pandangilah kesabaran ibuku,
tatapilah ketabahan ibuku saat musibah telah menderanya di sini, jangan Engkau tambah lagi Allahumma ya Allah
musibahMu di sana. Ibuku pernah berkata
lirih padaku, saat Ayahku telah
tiada : Aku telah menelan pil pahit itu
menjadi obat. Aku hanya terdiam bisu membatu kalimat yang meluncur dari ibuku
yang mulia. Sekarang aku baru
merasa, dan membatin : Ya Allah,
maniskanlah kehidupan ibuku di sisi Mu dalam ridha dan keampunan, seiring dengan kesabaran dan pahala sabar
yang tiada terbatas, ya Shabur, ya Syakur,
ya Ghafur, ya Wadud, ya Rahim,
ya Karim.
Komentar
Posting Komentar