Al Hikam - Hikmah 265 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

 


HIKMAH 265
UPAH

BAGAIMANA MUNGKIN ENGKAU AKAN MEMINTA UPAH KEPADA ALLAH TERHADAP AMALMU, PADAHAL ALLAH SENDIRI YANG BERSEDEKAH AMAL KEPADAMU. ATAU, BAGAIMANAKAH MUNGKIN ENGKAU MEMINTA BALASAN ATAS SUATU KEIKHLASAN, PADAHAL ALLAH YANG MEMBERI HIDAYAH KEIKHLASAN KEPADAMU.

Seluruh asal muasal kebaikan, tegak berdirinya laku kebaikan, lalu kembalinya kebaikan kemudian yang maha baik membalasi kebaikan bukankah hanya Allah belaka ? Bukan siapa-siapa, termasuk bukan dirimu ! Disini, shahibul hikam dengan jelas mentadbirkan maklumat bahwa secara tersirat malu meminta upah kepada Allah atas taat dzahir yang kita lakukan, bukankah dari Allah jualah hidayah (petunjuk) taat dan hanya kepada Allah jualah hidayah kembalinya taat, sebab sumber kebaikan hanya satu-satunya dari Allah belaka, tidak ada duanya. Sebagaimana Engkau suruh kami selalu membacanya, Tunjukilah kami (bimbing) kami ke jalan yang lurus (Al Fatihah ayat 6).

Bagaimana mungkin hamba meminta upah dari kebaikan yang dia buat, sementara dirinya tercipta dari Allah kebaikan dan keburukan, manusia tidak berkuasa mengundang kebaikan seperti halnya manusiapun tidak berkuasa menepis keburukan dirinya, kecuali ada ijin dari Allah swt. Demikian hakikat : wal qadri khairihi wa syarrihi minallahi ta'ala (qadar baik dan buruk dari Allah ta'ala), atau dalam kaidah : iy yasya'  yakun, wa-illam yasya'  lam yakun (jika Allah berkehendak-jadi, jika Allah tidak berkehendak-tidak jadi), illa bi-idznillah (kecuali dengan ijin Allah). Misal, Allah berkehendak kepada laut, berkehendak kepada gunung, berkehendak kepada langit, segala apa yang Allah kehendaki, maka jadilah (kun fayakun) bahkan lebih cepat dari pada kun fayakun, lebih cepat lagi dari pada itu tanpa proses. Meminta sesuatu kepada Allah yang telah memberikan sesuatu yang lebih tahu dan lebih banyak dari pada apa yang kita minta, bagi hamba yang beradab-berbudi, malu untuk meminta. Tapi meminta disuruh Allah, bukan meminta upah. Disuruh kita berdoa yang berfungsi ibadah. Fungsi doa menjadi ibadah ketika si hamba menegakkan hak-hak ketuhanan Allah (iqamah lihuquqir rububiyyatihi) seperti memuja-muji kebesaranNya, kemuliaanNya, kebaikanNya, keluhuranNya, kemurahanNya, pengasih penyayangNya, serta fungsi doa yang kedua adalah menampakkan sifat-sifat kehambaan hamba (li-idzhari 'ubudiyyah) seperti mengaku hamba yang lemah, hamba yang miskin, hamba yang hina, hamba yang tiada ('adam). Oleh sebab itu, doa adalah otaknya ibadah (ad du'a mukhkhul ibadah). Inti dari seluruh ibadah adalah doa yang dipanjatkan untuk membesarkan Allah dan mengecilkan arti diri (Allahu akbar).

Justru yang tidak nampak (ghaib) itulah yang selalu nyata-nyata tidak pernah pergi, justru yang tidak nampak itulah yang nyata-nyata selalu hadir di hadapanmu, di belakangmu, kanan dan kirimu, justru yang tidak menampakkan kebaikanNya itulah yang maha baik, justru yang tidak menunjukkan kasihNya itulah yang maha pengasih setiap detik malam siang bahkan kasihNya meliputi, memadati dan memenuhi alam dan alam terbenam-tenggelam di dalam Dzatullah Wujudul Haqqi yang berbeda dengan makhluk, Dia maha mendengar maha melihat (laitsa kamitslihi syai-un wahuwas sami' ul bashir). Justru, Dia yang tersembunyi itulah yang setiap saat tidak pejam, tidak tidur dan tidak mengantuk selalu siap siaga tegak lagi maha hidup dan maha berdiri sendiri memelihara makhlukNya tanpa rasa lelah, menjaga langit dan bumi, dan Dia maha tinggi maha agung. Isyarat ayat 255 surah Al Baqarah tadi menggambarkan betapa kuasa yang tidak nampak hakiki (ghaibul muthlaq) yang kemutlakannya (kepastiannya) tak terkira-kira, tak terhingga-hingga, tak terduga-duga, tak terhitung-hitung walau di dalam benak, walau di dalam sigma ketakterhinggaan. Maka, Akulah yang memperjalankan hambaNya (Muhammad) pada bagian malam (asra bi 'abdihi laila). Akulah yang melempar ketika engkau melempar (Muhammad), bukan engkau yang melempar (Muhammad) ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar (wama ramaita idz ramaita, walakinnallaha rama). Justru yang hadir itulah yang maha hadir, maha baik dalam kebaikanNya, Dia memberi makan dan Dia tidak meminta makan (yuth' imu wala yuth' am). Justru, Dia yang beradab kepadamu malam dan siang dalam agendaNya memelira dan mendidik (rab) alam semesta, manusia yang tidak beradab kepada Allah. Manusia tidak berhadap kepada Allah, sedang Allah segala puji Tuhan yang mengatur alam raya. Segala puji bagi Allah, untuk Allah dan pujian kembali lagi untuk Allah (alhamdulillah). Ketika mengucap alhamdulillah yang bersumber dari kemuliaan dan keramahan Allah semata dan terbit dari hati yang bersih (qalbun salimun), hati yang baik (qalbun shalihun) terpancarlah dari rahasia-rahasia hati lalu menjelma ke dalam perbuatan yang bercahaya (nurul ‘amali) dan ucapan yang bercahaya (nurul kalami).

Pundi-pundi amal dan lumbung-lumbung padi kerendahan dirimu yang telah didatangkan Allah kepadamu, sungguh itu lebih baik dari hanya sekedar upah dari kebaikanmu. Mungkin Allah marah saat dirimu penuh pamrih. Pamrih menunjuk bahwa dirimu kurang percaya pada keagungan pemberian dzahir-batin (ni' matul adzimah) dan anugerah-anugerah mulia dari Allah (fadhlan minallah wa ni'mah).

Bagaimana akan meminta kepada Allah, engkau meminta atau tidak meminta sudah menjadi jatah bagianmu di dunia, yang telah Allah swt tetapkan pada masa azali yaitu masa lima ratus tahun sebelum alam ruh. Firman Allah swt : Adakah telah datang kepadamu berita suatu masa ketika belum ada sebutan (Al Insan ayat 1). Segala kepemilikan milik Allah dan Allah jugalah yang memberi rahmat pada setiap sesuatu (inna rahmati wasi' at kulla syai').

Tetapi tetap memintalah kepada Allah swt yang disesuaikan dengan apa yang diperintahkanNya. Apa titah perintahNya bersesuaian dengan doa permintaan si hamba, inilah yang disebut dengan taufiq. Taufiq bagian dari banyak anugerah berupa Allah tunjuki (hidayah) untuk si hamba selalu beriringan-bersesuaian-bersamaan dengan kehendak Allah pada tempat perhentian pada ridha Allah (taufiq). Misal, Allah swt menyuruh manusia untuk bertaubat dan mensucikan diri dan Allah sayang kepada hamba yang bertaubat dan mensucikan diri, yaitu : innallaha yuhibbut tawwabina wayuhibbul mutathahhirin (Al Baqarah ayat 222). Doa kitapun sejalan dengan kesenangan dan hub (kecintaan Allah) seperti doa : Ya Allah, jadikan aku hamba dari hamba-hamba yang bertaubat dan mensucikan diri (Allahummaj  'alni minat tawwabina waj  'alni minal mutathahhirin), disinilah bertemuan dan bersesuaian kehendak si hamba dengan kehendak Allah (taufiq). Wallahu a’lam.

 

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

AN NURIYAH

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN