Al Hikam - Hikmah 110 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
HIKMAH 110
WAKTU
TAFAKKUR
Pilihan waktu-waktu terbaik bagimu adalah waktu engkau sangat
merasa butuh kepada kemurahan Allah. Dan kembali dalam berharap kemurahan Allah
di waktu kehinaan (kelemahan) dirimu.
Gurunda mursyid Ibnu Athaillah rahimahullah ta'ala menghikmah kita
bahwa pilihan waktu terbaik saat hati kita sangat berhajat pertolongan di kala
kita senang atau susah, kita sangat berhajat kepada Allah swt akan rahmat
sehatNya baik dikala sehat atau sakit, kita sangat berhajat kepada Allah swt
akan kemuliaanNya di kala kita mulia atau hina pada pandangan manusia. Kita
senantiasa berhajat (berkebutuhan) kepada Allah swt akan perbendaharaan
kekayaan di tangan Allah baik dikala
kaya atau miskin. Waktu - waktu yang diliputi oleh keadaan tidak berdaya
serta selalu merasa berhajat pada
kekuatan Allah swt itulah waktu paling istimewa dan sedekat-dekat hamba dengan
Tuhannya ketika doa dihadirkan dengan berharap sepenuh hati, bukan setengah
hati. Firman Allah swt : Dan jika hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permintaan orang yang meminta
ketika dia meminta, maka hendaklah mereka memenuhi seruanKu (dengan merasa
butuh kepada Allah) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, mudah-mudahan mereka
mendapat bimbingan (Al Baqarah ayat 186).
Al Jud (kemurahan) Allah hanya diberikan kepada mereka yang sangat
membutuhkan (sangat berhajat) seperti faqir dan miskin (innamash shadaqatu lil
fuqara' wal masakin). Tetapi sebaliknya, mereka yang merasa kaya dan menuduh
Allah swt faqir, tidaklah tercurah kepada mereka rahmah, hidayah, inayah dan
irsyadah Allah, seperti perkataan orang Yahudi : Innallaha faqir wanahnul
aghniya' (Sesungguhnya Allah adalah faqir,
dan kami adalah orang-orang kaya).
Oleh karena itu, dalam surah Al Baqarah ayat 186, terdapat
penegasan (taukid) berupa "ujibu da'watadda'i idza da'an", menarik
untuk kata da'wah artinya memanggil, memohon atau meminta, bagi orang yang
meminta (da'i) ketika dia meminta (da'an). Dapat dipahami ada materi permintaan
(da'wah) ada subjek pelaku yang meminta (da'i) dan ada keadaan jiwa dan raga
kondisi waktu meminta (da'an), ketiga faktor ini harus hadir ketika berdoa,
tidak hanya materi doa dan subjek yang berdoa, yang terpenting adalah kondisi
saat berdoa yaitu merasa kelemahan diri dihadapan Allah swt yang kuat (antal
qawiyyu wanahnud dhu'afa, Engkau maha kuat dan kami lemah), antal ghaniyyu
wanahnul fuqara' ilaika (Engkau maha kaya dan kami faqir selalu bergantung
kepadaMu), antal mu'izzu wanahnul mudzillu ilaika (Engkau maha mulia dan kami
hina, kami selalu bergantung kepadaMu), antal malik wanahnul mamluk ilaika
(Engkau raja kami hamba sahaya, kami setiap detik bergantung kepada
kemurahanMu), antal raziq wanahnul marzuq (Engkau maha pemberi rezeki, kami
yang diberi rezeki, setiap detik kami sangat bergantung kepada kemurahanMu Allah), antal 'alim wanahnul juhala' ilaika
(Engkau maha mengetahui, kami bodoh, setiap detik kami bergantung kepada kemurahanMu
ya Allah), antal khaliq wanahnul makhluq ilaika (Engkau maha pencipta, kami
yang Engkau ciptakan, setiap waktu dan tempat kami berserah diri kepadaMu).
Apabila setiap insan merasakan getaran (vibrasi) di hatinya akan
kehadiran Allah yang maha besar (akbar) lalu merasakan diri sangat kecil
(asghar), bahkan diri yang tiada ('adam) dihadapan Allah swt yang maha ada
(wujud), itulah pilihan waktu terbaik, syukur sekiranya 24 jam kita merasa diri
hamba Allah yang faqir dan sangat berkebutuhan kepada Allah swt ('abdullah al
faqir). Selama hamba merasa kaya, merasa benar, merasa mulia, merasa terhormat
sangat sulitlah kasih sayang Allah bisa mendarat dalam kehidupan dan kematian
mereka.
Kenapa gerangan waktu sangat merasa bergantung kepada Allah swt
merupakan waktu istimewa. Karena disaat kita merasa tidak memiliki apa-apa,
tidak memiliki dan tidak dimiliki oleh siapa-siapa kecuali Allah swt saja,
ketika itulah Allah swt menurunkan inayah Allah (pertolongan Allah) seperti
yang terjadi dalam perang Badar lalu Allah swt nyatakan : Dan sungguh Allah
telah menolong kamu dalam perang Badar dan kamu saat itu dalam keadaan lemah,
maka bertaqwalah kepada Allah, mudah - mudahan kamu bersyukur (Ali Imran ayat
123). Berdasarkan ayat ini, pertolongan dan kemurahan Allah swt segera datang
waktu kita memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. Dalam sejarah Badar
pasukan muslimin berjumlah 300 personil dengan 70 ekor unta dan 2 ekor kuda
berhadapan dengan kekuatan 1.000 personil tentara kuffar yang terlatih kuat dan
bersenjata lengkap, dengan pasukan berkuda berjumlah 200 personil dan 700 ekor
unta lengkap dengan logistik dan persenjataan perang, bahkan diikuti oleh para
pembesar Quraisy diantaranya Abu Jahal.
Keadaan yang sangat berhajat kepada Allah swt dalam peperangan, dalam
kesempitan, dalam kesakitan, dalam kepayahan, dalam kususahan disebut keadaan
iftiqar. Keadaan iftiqar ini harus muncul setiap waktu senang atau susah, kaya
atau miskin, sehat atau sakit, mulia atau hina, terkadang sifat iftiqar ini
mudah muncul waktu derita melilit, sakit menjerit, miskin mencekik, tetapi
sulit atau tidak pernah muncul saat senang, kaya, sehat dan mulia. Gurunda
mulia imam mursyid kamil Ahmad Ibnu Athaillah membagi dua cara sewaktu Allah
menarik hamba untuk mendekat dan menyembah sujud mengakui kefakiran dan
kemiskinan diri serta mengakui kekayaan dan kemuliaan Allah swt dengan cara :
1. Suka
rela.
Suka rela umumnya menjadi sifat dasar alam semesta dalam tunduk
kepada Allah swt. Dzikir alam semesta adalah Lailahaillallah
Muhammadurrasulullah, alam memuji Allah karena Allah adalah Tuhan alam semesta
(rabbul 'alamin), serta nur Muhammad
adalah asal kejadian alam semesta. Alam semesta ini sangat takut kepada Allah,
termasuk malaikat, jin dan kebanyakan manusia, selain langit, bumi, matahari,
bintang dan sebagainya. Ketika Allah menawarkan kepada alam : datanglah
kepadaKu dengan suka rela (thau'an) atau terpaksa (karhan), alam semesta ini
menjawab : atana tha'i-'in (kami datang kepadaMu dengan suka rela).
Betapa malunya kita kepada Allah swt dengan perilaku alam yang
sangat taat secara suka rela datang kepada Allah swt dengan berserah diri dan
menunjukkan "kehambaan" alam kepada Allah swt. Guru kita ini-imam
Ahmad Ibnu Athaillah (semoga Allah swt merahmati gurunda mulia) menyuruh kita
mendekati Allah dan menyadari kelemahan diri dengan suka rela saat kita kaya,
sehat dan mulia. Beliau katakan jangan sampai Allah menarik kita kepada
hukumNya dengan cara paksa.
Sedari mula harus disadari bahwa karunia yang luas dari Allah ini
menjadi sarana untuk ibadah kita kepada Allah swt yang inti dari ibadah adalah
hamba merasa khudu' (rendah), tadharru' (tunduk), khifah (takut), serta sangat
faqir dihadapan Allah swt, walaupun kita bergelimang harta, tinggi pangkat dan
jabatan serta kehormatan. Harta, pangkat, jabatan dan kehormatan jangan dibawa-bawa
untuk pamer dan menakut-nakuti hamba Allah yang lain. Anggaplah itu tidak ada,
supaya mudah jalanmu menuju husnul khatimah.
Guru telah menasehati bahwa saat ummat Islam merasa kuat, saat itulah Allah swt mengalahkan (kesombongan). Ingatlah kasus perang Uhud dan bandingkan dengan perang Badar. Pada perang Badar ummat Islam merasa lemah di hadapan Allah swt lalu Allah swt memenangkan ummat Islam, sedangkan dalam perang Uhud, ummat Islam merasa kuat dengan menyandarkan diri mereka kekuatan bala tentara pasukan artileri, kaveleri dan infantri serta lupa kepada Allah swt dan tidak mematuhi komando Rasulullah saw, serta merta Allah swt kalahkan mereka. Sebagaimana firmanNya : Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir (perang Badar) karena mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan tempat kembali mereka adalah neraka, sejahat-jahat tempat kediaman bagi orang yang dzalim. Dan sungguh, Allah telah memenuhi janjiNya kepadamu, ketika kamu membunuh mereka dengan ijinNya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu, dan mengabaikan perintah Rasul dalam perang Uhud (Ali Imran ayat 151-152). Menjadi semakin jelas perbedaan antara perang Badar dengan perang Uhud. Perang Badar telah dimenangkan Allah swt, dan perang Uhud telah dikalahkan Allah swt.
2. Paksa.
Cara kedua Allah swt menarik hambaNya untuk menjadi kekasih
dekatnya adalah dengan paksa. Maksud paksa adalah bahwa Allah swt memberikan
musibah, penderitaan, kesakitan, kemiskinan dan segala rupa bentuk kepayahan
hidup yang bertujuan supaya hamba selalu banyak mengingat Allah (dzikrullah)
dalam berdiri, duduk dan berbaring. Syukur jika manusia menyadarinya, bahwa
Allah swt bertujuan baik kepada hamba, lalu hambapun dengan kesadaran penuh
merasakan bahwa lilitan musibah yang Allah swt kirimkan padanya mengandung
muatan tarikan kasih sayang dalam tali temali cintaNya yang agung dan tulus.
Setulus cinta Allah swt sebuah cinta yang tidak mengharapkan balasan materi, cukuplah
engkau ingat namaKu malam dan siang di dalam rahasia hatimu, dan tolong
sembunyikan cintaKu kepadamu dan cintamu kepadaKu.
Tetapi sebaliknya, apabila engkau tidak menyadari bahwa musibah
yang Aku berikan kepadamu adalah tarikan cintaKu kepadamu, malah Engkau
menyalahkanKu karena buta mata hatimu dalam menyaksikan hikmah dalam balutan
musibahKu, maka keadaanmu semakin menjauh dariKu dalam kesesatan yang jauh
(dhalalan ba'ida), yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (khusranun
mubin).
Apabila orang telah diingatkan, kemudian tidak mau ingat malah
menentang Allah swt yang telah menciptakannya dari tiada menjadi ada,
menjaganya sejak dari alam ruh, lalu memberinya rezeki sejak dalam kandung
rahim ibunya, lalu Allah swt keluarkan dari perut ibunya (lindungi bayi ini
dari gangguan syaithan yang terkutuk dengan doa aqiqah-tujuh hari kelahiran anak), kemudian
bayi beranjak menjadi anak-anak, remaja, dewasa sempurna, seterusnya kenapa
gerangan sudah menjadi dewasa si orok dahulu ini, sekarang menentang Allah swt
yang sangat menyayanginya ? Tahukah dia, bahwa sayang Allah swt kepadanya
melebihi sayang ayah ibu kepada anaknya ? Malah, setelah anak ini mendurhaka
kepada Tuhannya dan Tuhan menegur dengan sedikit teguran, tapi balasan si
makhluk ini malah menyalahkan Allah swt ! Dimanakah akal sehatnya ?
Lain halnya dengan manusia yang cepat tersadar dari kelalaiannya,
ingatnya setelah lupanya kepada Allah swt dalam abai menunaikan suruhan dan
telah berani melanggar batas-batas larangan, dia telah menghadap Allah (iqbal)
setelah masa dahulu dia membelakangi Allah swt (idbar), hamba yang dahulu
melulu sibuk dengan manusia, sekarang sibuk dengan Allah, hamba yang dahulu
perhatiannya melulu kepada makhluk, sekarang perhatiannya kepada Allah swt,
sekarang berlari mendekat menuju Allah (fafirru ilallah) setelah dahulu kala
berlari menjauh.
Posisi (maqam) si hamba ini berubah dari hamba maksiyat kepada
taat, dari hamba sesat menjadi hamba taubat. Hamba taubat sebuah predikat hamba
yang tersanjung di mata Allah swt dan di mata Rasulullah saw, seperti sabda
Rasulullah saw : At Taib minadz dzanbi kamala dzanbalahu (Orang yang bertaubat
dari dosa sama dengan tidak memiliki dosa). Sungguh betapa rahman - rahimnya
Allah Al Ghafur, Asy Syakur dan Ash Shabur (maha penyabar) dalam menghadapi
hamba-hamba yang menentangNya (para pendosa, pendurhaka dan pendurjana).
Ketahuilah setiap waktu dari dulu hingga hari qiyamat, Allah swt selalu
berseru lewat kitab sucinya, apa yang diperintah itulah yang siap laksanakan,
apakah yang diperintah itu ? Harus sesuai dengan seruanNya : Katakanlah,
sesungguhnya aku diperintah untuk menyembah Allah dengan penuh ketaatan
(ikhlas) dalam beragama (tauhid). Berdasarkan surah Az Zumar ayat 11 ini,
puncak kebaikan agama Islam adalah tauhid (esa-mengesakan Allah swt tanpa
sekutu baginya dalam keyakinan esa dalam perbuatan Allah swt, esa dalam asma'
Allah swt, esa dalam sifat Allah swt, esa dalam dzat Allah swt). Esa dalam dzat
Allah swt yang tidak tergambar, tidak terlukis, tidak terpahat pada ornamen-ornamen
dinding, tidak terukir, tidak terbayangkan walau dalam benak sekalipun (laisa
kamitslihi syai'un wahuwas sami'ul bashir). Berbeda Dia dari sekalian
makhluknya (Dia bukan umpama, Dia bukan ibarat, Dia bukan isyarat, Dia bukan
sya'ir, Dia bukan hurup, Dia bukan aksara, Dia bukan suara), Dia maha mendengar
maha melihat.
Ketahui jugalah bahwa setiap napas manusia terdapat nikmat dimana Allah swt serukan kepada manusia dan
jin untuk taat kepadaNya, terlebih lagi bagi kita yang hidup di ujung waktu
sekarang ini (1443 H/2021 M) warna kehidupan penuh fitnah dan tipu daya, harus
lebih banyak lagi mendekatkan diri kepada Allah swt disetiap menit dan detik
tidak lalai dari dzikir dan doa. Hidup pada masa sekarang ini sulit membedakan
dan memilih antara yang haq dan yang batil. Nabi saw bersabda : Akan datang
fitnah pada masamu nanti seperti potongan malam, pagi mereka beriman-sore
telah kafir, sorenya beriman-paginya kafir (yusbihu mukmin-wayumsyi kafir,
yumsyi mukmin-wayusbihu kafir). Akhir zaman ini, manusia tidak lagi
digolongkan jahat atau buruk, tidak lagi digolongkan pahala atau dosa. Tapi,
penggolongannya sudah sangat ekstrim, pembatas jarak demarkasi iman (mukmin)
versus tidak beriman (kafir). Kapankah waktu itu ? Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar