Al Hikam - Hikmah 131-135 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag


Hikmah 131–135
AMAL DAN PAHALA

Hikmah 131

Allah telah mengetahui kelemahanmu, maka Dia menyedikitkan bilangannya, dan Allah mengetahui pula bahwa engkau sangat berhajat (berkebutuhan), maka Dia memperbanyak pahalanya.

Maksudnya, Allah swt yang maha mengetahui (Al-'Alim) akan kelemahan manusia, maka Dia sedikitkan beban (taqlilut takalif) dari awalnya kewajiban shalat 50 x berubah menjadi 5 x, tetapi pahalanya sama dengan 50 x bahkan lebih besar lagi (fakatstsara amdadaha), melipatgandakan balasan. Atau semisal puasa Ramadan 30 hari ditambah puasa sunnah Syawwal 6 hari, jadi berjumlah 36 hari tapi pahalanya sama dengan puasa setahun penuh (12 bulan). Betapa pemurah dan baiknya Allah swt sehingga Allah swt tahu betul bahwa manusia sangat berhajat kepadaNya. Menyedikitkan beban dan memperbanyak balasan kebaikan adalah menjadi nama dan sekaligus sifat Allah maha pemurah (Al-Karim). Karim dalam pemberian anugerah malam dan siang tanpa peduli sebanyak apapun yang Dia berikan, tanpa peduli kepada siapapun kemurahanNya itu Dia berikan. Begitu pula halnya dengan namaNya Ar-Rahman yang melekat dengan diri (dzat Allah), Dia sendiri yang menyatakan : Kataba rabbukum 'ala nafsihir rahmah (Tuhanmu telah mencatat untuk diriNya sendiri bahwa Dia maha pengasih maha penyayang). Tetapi, terkadang banyak manusia yang tertipu lalu lalai dan abai dalam menunaikan suruhan dan berani dalam menerjang larangan.

Betapa Allah Tuhan yang sangat penyayang kepadamu (rabbi ma arhamak) telah memberikan banyak hadiah berupa kasih sayangNya hingga diturunkan kepadamu Al Quran yang penuh hikmah (Demi Al Quran penuh kebijaksanaan / Yasin ayat 2). Diutusnya Nabi Muhammad saw kepadamu sebagai contoh nyata yang bisa diikuti dalam kehidupan sehari-hari (Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar bagian diantara para utusan / Yasin ayat 3). Lalu Allah swt Tuhan yang sangat maha penyantun kepadamu (rabbi ma ahlamak) dengan sumpahnya kepada Al Quran Al Hakim dan Nabi Muhammad saw minal mursalin menjamin kepadamu pada jalan yang lurus dengan berpegang kepada Al Quran dan sunnah, bahkan tidak sekedar dipegang takut hilang, malah gigitlah Al Quran dan sunnah Nabimu dengan gigi gerahammu terutama di akhir zaman sekarang ini, supaya ummat Nabi Muhammad saw yang mengimani , beriman dan berimam kepada keduanya (kitabullah dan sunnah rasulullah) tetap berada secara istiqamah di jalan yang lurus (di atas jalan yang lurus / Yasin ayat 4). Ini semua sudah termaktub ke dalam pengetahuan Allah yang utuh menyeluruh, luas dan tanpa proses. Betapa Allah swt Tuhanmu maha mengetahui kepadamu (rabbi ma a'lamak), sejak 1400 tahun yang silam, Dia telah menurunkan Al Quran ke langit dunia, diturunkan oleh Tuhanmu yang maha perkasa maha penyayang (Yasin ayat 5). Setiap ibadah apapun yang ikhlas dan Allah swt ridha kepada hambaNya, maka Allah tidak terkira-kira menghadiahkan pahala terbaik (husnuts tsawab) kepada hambaNya berupa surga dengan ridhaNya dan berkat syafaat Rasulullah Muhammad saw serta memandang wajah Allah dan Rasulullah saw.

Tidaklah Allah swt memerintahkan kepadamu sebagai beban, melainkan dengan iman dan amal shalehmu yang sedikit penuh kekurangan dan kealpaan menjadi hujjah bagi Allah swt untuk memasukkanmu ke dalam surga. Dan, tidaklah Allah swt mencegahmu dari perbuatan dosa, keji dan nista, kecuali hujjah bagi Allah swt dihadapan malaikatNya, jin dan manusia di akhirat kelak untuk menghindarkanmu dari siksaan api neraka yang menyala-nyala, betapa Dia maha pemurah tanpa pernah meminta upah dari hamba-hambaNya, bahkan Dia senang jika diseru dengan ucapan : ya arhamarrahimin (wahai yang maha pengasih penyayang melimpah kasih sayangNya dari kasih sayang selain Dia).

Irhamna (kasih sayangi kami) merupakan pinta yang tulus dari seorang hamba. Hamba ini tidak meminta apa-apa, kecuali kasih sayangi kami (irhamna). Karena jika Allah telah sayang, maka apapun kebaikan akan diberikan Allah berupa surga yang paling tinggi, kamar di surga dan seluruh apa yang ada di dalamnya, selain ketenangan batin yang Allah curahkan di hati orang yang beriman dan bertambah lagi keimanan mereka (Allah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka yang telah ada, dan milik Allahlah tentara langit dan bumi, adalah Allah maha mengetahui maha bijaksana. Agar Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya dan Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan adalah yang demikian itu di sisi Allah suatu keberuntungan yang besar / Al Fath ayat 4-5).

Hikmah 132

Apabila engkau menuntut pahala (meminta upah) dari suatu amal, pasti Allah swt akan menuntut kesempurnaan (keikhlasan) amalmu. Dan bagi orang yang merasa belum sempurna amalnya cukuplah merasa puas dengan selamat dari tuntutan (Allah swt).

Sangat halus berbudi hikmah dari imam mursyid Ibnu Athaillah rahimahullah ta'ala ini, bahwa jangan telah merasa sempurna dalam ibadah kemudian memaksa Tuhan untuk memberi pahala. Karena jika Allah swt menilai ibadahmu ternyata ibadahmu lebih banyak kekurangannya dari pada kesempurnaannya, bahkan jauh dari kesempurnaan. Tetapi inti dari ibadah adalah berharap keampunan yang banyak dari Allah swt dan berharap kemaafan yang banyak dariNya. Sebab, ketaatan yang bisa diperbuat hamba semata-mata dari rahmat dan fadhilat (keutamaan) dari Allah swt belaka, bukan dari diri sendiri yang ringkih dan lemah ini. Begitulah penyerahan diri secara total kepada Allah tanpa menyisakan kekuatan dan kepandaian diri sendiri. Bergembiranya dengan dan karena Allah swt, bukan karena kuat dan kuasa diri beribadah taat (Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Al Quran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmatNya hendaklah dengan itu mereka bahagia. Demikian itu lebih baik (rahmat Allah swt) dari pada apa yang mereka kumpulkan di dunia / Yunus ayat 57-58).

Telah selamat dari tuntutan taat merupakan bagian dari kegembiraan, secara adab jangan meminta upah, artinya jangan berhitung kepada Allah swt lalu kamu menuntut pahala, apakah jadinya sekiranya Allah swt menuntut kebenaran hati dan perbuatanmu serta menuntut kesempurnaan ibadah taatmu secara dzahir dan batin ? Bukankah yang muncul kepermukaan catatan amal adalah dosamu kepada Allah swt ?

Dosa tidak khusyu' dalam ibadah, dosa ibadah karena tercampur syirik, dosa karena riya', sum'ah dan 'ujub. Dosa karena tergesa-gesa dalam ibadah ('ajalah), dan dosa-dosa lain yang terbit dari hati, dosa perbuatan dan dosa perkataan. Sungguh kita tidak bisa selamanya memenuhi tuntutan Allah swt, kecuali karena rahmatNya sajalah, Allah swt menghindarkan diri kita dari dosa dan hawa napsu angkara murka, seperti ucapan Nabi Yusuf alaihissalam : Dan aku tidak (mengatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya napsu itu selalu mendorong pada kejahatan, kecuali (napsu) yang dirahmati oleh Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku maha pengampun maha penyayang (Yusuf ayat 53).

Berharaplah rahmat Allah, sebab tidak ada seorangpun manusia yang tidak berdosa, tidak ada seorangpun manusia yang selamat dari adzab Allah swt. Seperti firmanNya : Sesungguhnya terhadap adzab Tuhan mereka, tidak ada seorangpun yang merasa aman (Al Ma'arij ayat 28). Lebih tegas, Allah swt nyatakan dalam surah An Najmi ayat 32 : Mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji kecuali kesalahan-kesalahan yang kecil. Sungguh, Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dia maha mengetahui kamu sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci, Dia mengetahui tentang orang yang bertaqwa.

Tujukanlah ibadah bertujuan berserah diri kepada Allah swt selayaknya hamba yang tidak berpunya (dont have), hanya dengan kepasrahan lalu Allah swt berkenan membimbing jalan kita pada jalanNya seperti kalam qudusNya : Katakanlah (Muhammad), inilah jalanKu (Allah), aku (Muhammad) mengajak kepada (jalan) Allah, aku (Muhammad) dan orang-orang yang mengikutiku berada pada keyakinan (bashirah), maha suci Allah dan aku bukanlah orang-orang yang musyrik (Yusuf ayat 108).

Artinya, selama di dunia ini tidaklah pernah kita temukan kesempurnaan walau dalam ibadah taat sekalipun, oleh karenanya janganlah menuntut upah (pahala). Semestinya diketahui bahwa Allah swt tidak pernah menjadikan dunia sekarang ini penuh kesempurnaan dan kebaikan, dunia Allah swt jadikan penuh kekurangan dan penuh keburukan, hal ini berguna supaya manusia melulu menunaikan taat dan bercita ingin kebahagiaan sempurna dan kebaikan tanpa keburukan di negeri-negeri akhirat (wa-anibu ila daril khulud).

Selain itu, dunia ini bukan tempat pembalasan berupa pahala atau dosa. Tidak layak dunia fana penuh cacat cela ini untuk pembalasan pahala yang agung atau siksa yang pedih, atau surga dunia atau penjara dunia belum pantas untuk sebuah pembalasan yang kekal dan abadi. FirmanNya : Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari qiyamat sajalah  dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Ali Imran ayat 185).

Memahami bentangan hikmah ini menyadarkan jiwa kita bahwa jika orang mukmin dihinakan di dunia oleh orang yang mempersekutukan Allah (musyrik) sudah memang arenanya di dunia sebagai ujian, Allah swt telah gambarkan, dan kesudahan berupa kebaikan dan keutamaan hanyalah bagi orang yang bersabar dan bertaqwa : Dan pasti akan diuji pada hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang yang diberikan kitab sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani) dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu (sabar dan taqwa) termasuk urusan yang diutamakan (Ali Imran ayat 186).

Demikianlah, ibadah kepada Allah hanyalah melulu menunaikan perintah, jangan pikirkan apa yang akan diberikan. Apa yang akan diberikan sesuatu yang pasti ada garansinya dari Allah berupa jaminan kehidupan dan jaminan keberlangsungan kehidupan hingga ketetapan (rezeki) pada ajalnya. Tetapi tidak ada garansi bagi kita untuk menjadi hamba taat atau hamba durhaka, terhadap yang belum digaransi Allah swt inilah kita bersungguh-sungguh berusaha meraihnya. Kalam mulia Allah swt : Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan demikianlah aku diperintah, dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri (Al-An'am ayat 162-163).

Hikmah 133

Jangan menuntut upah (pahala) terhadap amal (hakikatnya) engkau tidak beramal, cukup lah balasan untukmu jika Allah menerima amalmu.

Hakikatnya tidak ada amal manusia, seperti telah dijelaskan bahwa seseorang bisa beramal semata-mata berkat (sebab kebaikan yang melimpah deras dari Allah swt). Manusia pada hakikatnya 'adam (tiada) yang mawjud dan mewujudkan amal adalah Allah swt sebagaimama firmanNya : Dan Allah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang engkau kerjakan (Ash Shaffat ayat 96).

Allah swt yang memberi hidayah dan taufiq serta dengan dan dari Allah jualah hidayah dan taufiq itu (wabillahil hidayah wat taufiq). Manusia tidak bisa berdiri sendiri, karena memang sifat kehambaan ('ubudiyyah) tidak berhak berbuat tanpa ijin majikan. Sifat asli hamba itu asalnya 'adam (tiada), hamba itu jahil (bodoh), mayyit (mati), 'ajuz (lemah), karahah (terpaksa), summun (tuli), 'umyun (buta), bukmun (bisu), mereka bisa mendengar karena ada sifat wajib Allah swt.

Sifat Allah inilah sumber energi maha dari Tuhan kepada alam. Jika gagal dalam memahami dan gagal dalam mengenali asal segala asal, sumber dari segala sumber,  maka menyembahlah manusia pada dirinya, merasa diri yang beramal bahkan merasa memiliki amal lalu merasa berhak menuntut pahala. Padahal, sifat dasar manusia dan alam semesta adalah mati, jika hidup karena dihidupkan dengan sifat Allah hayyun. Sejatinya manusia dan alam semesta ini bodoh (jahlun) menjadi pintar karena percikan sifat Allah 'alimun. Sejatinya manusia itu lemah ('ajuz) menjadi kuat berkuasa karena sifat Allah qadirun.Sejatinya sifat manusia itu tidak bebas, terikat, terpaksa (karahah), menjadi bebas berkehendak karena sifat Allah muridun. Sejatinya sifat manusia itu tuli (summun), menjadi mendengar karena sifat Allah sami'un. Sejatinya sifat manusia itu buta ('umyun), menjadi melihat karena sifat Allah bashirun. Sejatinya sifat manusia itu bisu (bukmun), menjadi dapat berbicara karena sifat Allah mutakallimun.

Dambaan hati orang mukmin adalah mudahan ibadahnya yang penuh kekurangan Allah sempurnakan, Allah terima dan Allah angkat kehadiratNya. Jangan meminta upah (pahala), karena ibadah yang kita lakukan inipun belum tentu diterima. Disisi Allah swt ada pintu  diijinkan amal (pintu besar) dan ada pintu diterima (qabul) amal (pintu kecil). Si hamba harus melulu fokus pada pintu qabul setelah dia beramal. Boleh jadi kita diijinkan memasuki pintu amal (pintu besar), tapi ruh kita hanya berputar-putar di ruang ijin beramal, ruang ini banyak muatan aneka macam ibadah, tapi sulit untuk masuk pada pintu penerimaan amal (qabul) karena pintunya kecil dan syaratnya pun berat.  Diantara syaratnya adalah satu taat dzahir misal shalat, harus diikuti oleh sepuluh taat bathin, yaitu taubat, ikhlas, khusyu', khudhu', syukur, sabar, tawakkal, husnudz dzan billah, mahabbah, ridha atas qada'.

Imam Ahmad Ibnu Athaillah gurunda mursyid ini meminta kita menumbuhkan sifat haya' (malu) kepada Allah untuk meminta upah (pahala), disamping tidak wajar karena perbuatan taat itu terbit dari cahaya hidayah, maunah, irsyadah dan inayah dari Allah swt belaka, bukan dari diri si taat, dan selalu menghitung neraca pahala-dosa, untung-rugi merupakan mental buruh (kuli) yang hanya terikat sebatas kontrak kerja. Padahal, Allah swt memberikan anugerah dan karunia pemberianNya atas dasar kasih, sayang, perhatian, penyantunan dan cinta (rahman, rahim, ra'uf, halim, wadud).Selanjutnya, menuntut upah (pahala) pertanda belum yaqin akan janji dan ancaman (wa'ad dan wa'id) Allah swt. Sesungguhnya Allah swt tidak pernah mungkir janji, dan Allah swt tidak pernah menyalahi janjiNya.

Mereka yang meragukan bahwa Allah lalai dalam memberi upah sama dengan mengatakan bahwa Allah tuli, buta dan bisu. Astaghfirullah, maha suci Allah Tuhan yang maha tinggi dari apa yang mereka sandangkan kepada Allah mengenai sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah swt. Allah swt mengabulkan setiap doa dan pinta hambaNya. Bahkan, Dia memberi kepada yang meminta kepadaNya atau yang tidak meminta kepadaNya karena namaNya Ar-Rahman (pemberian yang sifatnya umum), dan Al-Karim, karena Dia maha pemurah tanpa peduli kepada siapa saja sifat pemurahNya maha luas diberikan (wasi' al karami) serta tanpa peduli berapa banyak yang Dia berikan, sebab Dia tidak pernah membatasi pemberian.

Terhadap mereka yang masih ragu bahwa Allah membalasi kebaikan amal shaleh hambaNya dengan ridha Allah dan surga, atau masih meragukan ancaman Allah swt kepada orang yang dzalim, Allah swt balas dalam kalamNya : Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan hambaNya, sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki maupun perempuan, sebagian kamu adalah keturunan bagi sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan terbunuh, pasti Aku akan hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik (Ali Imran ayat 195).

Sedang ancaman (wa'id) Allah swt kepada para pendosa dan pendurhaka dan membawa kedurhakaan (kekafiran) hingga maut belum sempat untuk bertaubat (walladzina kafaru wamatu wahum kuffar) artinya : dan orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir dengan ancaman pada surah Ibrahim (14) ayat 49-51 : Dan pada hari itu engkau akan melihat orang yang berdosa bersama-sama diikat dengan belenggu. Pakaian mereka dari cairan aspal, dan wajah mereka diliputi api neraka. Agar Allah memberi balasan kepada setiap orang terhadap apa yang dia usahakan. Sungguh Allah maha cepat perhitunganNya.

Hikmah 134

Jika Allah menunjukkan karuniaNya kepadamu, Dia menjadikan dan menamakan amal untukmu.

Disini beliau ingin mendudukkan adab hamba kepada Allah. Andai ibadah taat yang dilakukan hamba dan hamba yang merasa telah berbuat ibadah dan berbuat taat, maka Allah tidak menerima ibadah taat si hamba yang merasa bangga dan kuasa beribadah taat, seakan Allah mengatakan ibadah taatmu hanya berasal dariKu, kosonglah nilai taat hamba malah berdosa karena telah mengaku diri kuasa, diri berdaya dan diri bertenaga untuk taat. Tapi sebaliknya, jika si hamba tidak memiliki sekelumit apa-apa bahkan tidak memiliki ibadah atau jasa apapun di hadapan Allah swt, bahkan Allah swt yang telah memudahkan taat, telah memberi hidayah kemudahan, taufiq kesanggupan, irsyad berupa bimbingan hati, burhan berupa keterangan dari Allah sehingga si hamba berbuat taat, maka Allah swt akan memuji si hambaNya dengan : HambaKu,  engkau telah berbuat taat dan mendekat kepadaKu. Sebaliknya, jika hamba itu merasa beramal tidak ingat kepada taufiq pertolongan Allah, maka Allah berpaling darinya dengan marah : Aku yang memberi taufiq hidayat, dan Aku yang memudahkanmu untuk taat kepadaKu.

Dalam hal maksiyatpun demikian juga adanya. Adabnya adalah bagi hamba yang terjerembab ke lembah dosa pun diajarkan. Jika ada orang yang bermaksiyat kepada Allah swt lalu menyalahkan Allah swt, niscaya tidak menerimanya dan Allah membencinya karena telah menuduh Allah swt bahwa Allah swt yang menakdirkan (menetapkan) keburukan padanya. Berbeda sekiranya ketika pendosa mengakui bahwa perbuatan dosa yang dilakukannya akibat dari kelalaian, kelengahan, kealpaan, kesombongan atau malah kelemahan dirinya yang tidak mampu menghadang banjir bandang gelombang maksiyat yang menyentuh dirinya. Hamba ini telah menyalahkan dirinya sendiri dan memohon ampun kepada Allah swt. Allah swt seakan berkata padanya : HambaKu, maksiyat yang engkau lakukan adalah bagian dari takdirKu, supaya engkau semakin dekat denganKu.

Artinya, nalar apapun jika mengandung kebaikan, maka sandarkanlah kebaikan itu kepada Allah yang memberi hidayat dan taufiq. Lalu, nalar apapun yang bersifat keburukan yakinilah itu berasal dari kelemahan diri manusia yang telah dikuasai hawa napsu dan rayuan syaitan yang terkutuk, jangan sandarkan nalar kejahatan dan keburukan kepada Allah swt, sebab Allah swt tidak tersentuh oleh kejahatan dan keburukan. Maksudnya, seluruh kebaikan dari Allah swt dan seluruh keburukan dari manusia sendiri (An Nisa' ayat 79).

Amal kebaikan akan diganjari sewaktu Allah menerima amal hamba (qabul). Jika Allah telah berkenan dengan hamba, maka hamba akan mendapat cahaya Allah (nurullah) dan Allah yang menjadi kekasihnya (waliyullah), sebagaimana kitab suciNya menerangkan : Allah kekasih (penolong) orang-orang yang beriman, mengeluarkan mereka dari gelap menuju cahaya. Adapun orang-orang kafir penolong-penolong mereka adalah thaghut (berhala) mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (Al Baqarah ayat 257).

Allah swt yang telah sayang kepada hamba yang beradab dengan cara mengekalkan amal shalehnya (baqiyyat shalihat) hingga hamba menemui Allah swt. Sebaliknya, jika amal yang tidak sampai kepada Allah swt, di akhirat nanti hanya akan menjadi angin yang beterbangan (haba-an mantsura). Allah swt mengibaratkan kehidupan dunia : Dan buatkanlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air hujan yang Kami turunkan dari langit sehingga menyuburkan tumbuhan di bumi, kemudian tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin, dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu (Al Kahfi ayat 45).

Hikmah 135

Tidak ada batas akhirnya kejahatanmu sewaktu Allah mengembalikan engkau kepada kekuatanmu (usaha, daya, upaya dan tenagamu sendiri). Dan tidak ada habisnya kebaikanmu sewaktu Allah memperlihatkan kemurahanNya kepadamu.

Cukuplah sebagai hukuman dari Allah  swt apabila Allah swt melepaskan penjagaanNya dan membiarkan hidup kita sendiri terkatung-katung mengarungi lautan kehidupan tanpa Tuhan, tanpa Allah swt. Kemanakah gerangan dan dimanakah gerangan serta kepada siapakah kita mengadu ? Jangan sampai kita dibiarkan Allah dalam menghadapi gelombang kehidupan sendirian yang terkadang pasang dan terkadang surut. Terkadang sehat terkadang sakit, apabila Allah swt tidak peduli lagi kepada kita, pertanda awal bencana di dunia dan bencana di akhirat, seperti perkataan Nabi Zakaria alaihissalam yang telah direkam Al Quran surah Al Anbiya (21) ayat 89 : Dan ketika Zakaria menyeru Tuhannya, Tuhan, jangan Engkau tinggalkan aku sendiri, dan Engkau sebaik-baik yang mewarisi.

Manusia yang belum sampai pada pengkajian dan pemahaman bahwa perbuatan, asma dan sifat Allah yang meridhoi amal, dariNya dan kepadaNya amal shaleh itu datang dan pulang, tersesat jalanlah manusia. Pikiran dan perasaannya belum tembus kepada sumber kehidupan, dia hanya terpesona dengan kehidupan, niscaya dia terpedaya. Pikiran dan perasaannya belum tembus kepada sumber ilmu, dia terpesona dengan ilmu, niscaya dia terpedaya. Apapun jika kita masih memandang perbuatan makhluk, asma makhluk, sifat makhluk selama itu pula kita terhijab dari Allah oleh diri kita sendiri dan oleh ilmu kita sendiri. Mata memandang perbuatan makhluk semata tidaklah bisa dia memandang perbuatan Allah, mata yang selalu memandang nama makhluk belaka tidaklah bisa dia memandang asma Allah, mata yang senantiasa memandang sifat makhluk tidaklah bisa dia memandang sifat Allah, ini sama dengan buta di dunia. Barangsiapa yang buta di dunia, di akhirat lebih buta lagi (wahuwa fil akhirati a'ma) dan lebih sesat jalan (wa adhallu sabila). Oleh karenanya, keluarlah dari alam diri yang menutupi, menyelubungi atau menghijabi Allah swt. Sebab, hijab (dinding) antara kita dengan Allah ketika tidak dibuka atau disingkap di dunia, akan terbawa saat sakratul maut, terbawa rugi di alam qubur, terbawa rugi di alam akhirat, walaupun banyak ibadahnya (kuantitatif).

Hijab diri ini sangat membahayakan aqidah tauhid, bukan bulan bukan matahari yang engkau sembah, bukan berhala bukan  lukisan yang engkau sembah. Tapi, engkau sedang menyembah dirimu sendiri yang masih merasa benar, sehingga engkau marah kepada manusia yang salah, engkau masih merasa dirimu yang kaya, sehingga engkau marah kepada manusia yang miskin, engkau masih merasa dirimu kuat, sehingga engkau marah kepada manusia yang lemah, engkau tidak sampai kepada kesabaran yang sempurna (sabrun jamil).

Tapi tatkala Allah swt membukakan pintu kemurahanNya (Al Jud) yang berlimpah-limpah, lalu si hamba tidak lagi memandang kepada amal taatnya, tapi memandang betapa luasnya kemurahan  Allah padanya. Hamba tidak lagi memandang kepada nama taat bagi dirinya, tapi nama taat milik Allah yang menganugerahkan taat pada hamba. Hamba tidak lagi memandang sifat taat dari dirinya, sebab dirinya tidak berpunya amal taat, tidak berpunya nama taat, sebab yang berpunya nama taat adalah Allah swt, hamba yang tidak berpunya sifat taat, sebab sifat taat hanya milik Allah swt yang Dia bagi-bagikan kepada siapa hamba yang dikehendakiNya. Dalam dan luasnya Allah Al Jud dan si hamba tenggelam dalam kemurahan perbuatan, nama, sifat dan dzat Allah swt yang meliputi, memenuhi dan memadati, maka tiadalah diri yang terperi kecuali tegak lurus berdiri Dia Allah, tiada tuhan kecuali Allah (dalam perbuatan, asma', sifat dan dzat Allah swt). Allah tiada tuhan kecuali yang maha hidup maha berdiri sendiri (Al Baqarah/2 ayat 255).

Dampak dari terhijab dengan Allah selain manusia tidak tahu dari mana dia datang ? Dimana dia sekarang ? Kemana dia akan pulang ? Tidak tahu dari mana, dimana dan kemana, lalu tersesatlah jalannya. Ada empat kategori manusia di dunia ini dengan amalnya : Tidak tahu dari mana datang dan tidak tahu kemana pulang  (terparah).  Tidak tahu dari mana datang dan tahu kemana pulang (parah). Tahu dari mana datang dan tidak tahu kemana pulang (parah). Tahu dari mana datang dan tahu kemana pulang (terbaik).

Pahala kebaikan yang berkekalan dan terus menerus adalah hamba yang merasa beramal taat karena pertolongan Allah swt. Kalau sekiranya tidak karena pertolongan Allah swt tidaklah mampu hamba berbuat taat. Begitupun dalam hal terhindar dari maksiyat, tidaklah mampu hamba menghindari maksiyat kecuali karena pertolongan Allah swt. Sebagaimana kalam qudusNya dalam surah An Nur (24) ayat 20 : Dan kalaulah bukan karena fadhilat (keutamaan) dari Allah kepadamu dan rahmatNya (tidak ada seorangpun yang lepas dari dosa dan siksa), dan sesungguhnya Allah maha merawat maha penyayang. Dibawah payung kasih sayang Allah swt kita menjalankan apa yang  diperintah oleh Allah swt, dan dengan perisai keutamaan dari Allah swt kita terjauh dari larangan Allah swt. Hanya kepada Allah swt kita mohonkan petunjuk, dan jangan sekali-kali menyalahkan Allah, Nabi, kaum Muslimin dan ummat manusia. Dilukiskan kesabaran yang luar biasa dan ketabahan tiada henti dari Nabi Ayyub alaihissalam yang dililit penyakit sekujur tubuhnya : Dan ketika Ayyub menyeru Tuhannya, sesungguhnya aku disentuh musibah dan Engkau maha penyayang dari seluruh yang menyayangi (Al Anbiya/21 ayat 83).

Apa yang diminta oleh para nabi-nabi alaihimussalatu wassalam adalah kasih sayang Allah swt dan kemurahanNya (Al Jud). Begitu halnya pinta dan doa nabi Ismail, nabi Idris, dan nabi Dzulkifli, mereka semuanya adalah orang-orang yang sabar. Dan Kami masukkan mereka ke dalam rahmat Kami, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang shaleh (Al Anbiya/21 ayat 85-86). artinya tercampur sudah (syirik) dalam beribadah. Syirik dan kafir adalah tujuan akhir pencapaian tugas iblis dan syaithan. Apalagi di akhir masa saat ini, ummat terakhir dan menjelang munculnya tanda - tanda qiyamat besar,tiada henti dan jeda dari istirahat iblis dan syaithan menggoda ummat nabi Muhammad saw sebagai pencapaian target karena waktu yang dijatahkan kepada iblis hampir-hampir berakhir. Jangan merasa heran jika generasi semakin keujung semakin banyak mendurhaka kepada Allah swt akibat fitnah akhir zaman (fitnah duhaima') yang dilancarkan Dajjal dan sekutu-sekutunya.

Hanyalah bermohon kepada Allah swt senjata ampuh kita, berlindung dalam benteng pertahanan Allah swt dengan menghapal sepuluh ayat pertama atau sepuluh ayat terakhir dari surah Al Kahfi, serta selalu memohon perlindungam dari Allah swt dan berharap syafaat Rasulullah saw, sebagaimana doa yang beliau ajarkan kepada kita ummatnya : Allahumma ashlihli sya'ni kullah, wala takilni ila nafsi tharfata 'ain (Ya Allah, perbaikilah urusanku semuanya, jangan Engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap matapun). Wakum ma'i fi hali watirhali (Jadilah Engkau sahabat yang selalu bersamaku dalam kesendirianku dan saat perjalananku). Allahummastur 'aurati wa amin rau'ati (Ya Allah tutuplah aibku dan amankanlah aku dari musuh-musuhku). Inilah hari-hari yang kita lewati, sungguh berat dalam himpitan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Doa merupakan senjata ampuh menghadapi hari-hari yang penuh dengan tipu daya, hari-hari penuh dengan ghibah, namimah dan fitnah, dimana hari ini manusia dengan mudah menyalahkan Allah, karena Allah yang telah memberi sakit tanpa kunjung sembuh,  lalu berputus asa dari rahmat Allah. Berhati-hatilah kita terhadap seluruh jejaring iblis dan syaithan. Sungguh, mereka tidak ridha jika melihat kita beriman dan berislam secara tulus. Segala daya upaya mereka kerahkan untuk menjerumuskan kita ke jurang api neraka, tiada pernah jemu dan tiada pernah bosan dan lelah untuk mencari sebanyak-banyaknya teman yang menemaninya di dalam kawah besar api neraka. Malam dan siang mereka rapat di dasar laut, atau di permukaan laut, atau di bawah langit, atau di jurang di gua, lalu mengerahkan seluruh kekuatan maksimal bala tentara syaithan supaya ummat nabi Muhammad saw tersesat dari jalan Allah dan rasulNya.  (Wallahu a'lam).

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN