Al Hikam - Kajian 11 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM – KAJIAN 11
MENSYUKURI NIKMAT
Telah berkata imam mursyid Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari
rahimahullah ta'ala : Apabila matahati dapat melihat bahwa Allah berdiri
sendiri di dalam memberikan karuniaNya, maka tuntutan agama (syari'at)
menetapkan agar bersyukur pula kepada sesama makhluk.
Disini guru Al 'Arif billah membagi manusia dalam mensyukuri nikmat
Allah swt ke dalam tiga bagian : Orang yang lalai, ahli hakikat dan ahli
ma'rifat.
1. Orang
yang lalai
Orang yang lalai terhadap Allah swt dan manusia (terganggu hubungan
tali Allah dan terganggu hubungan tali manusia). Orang yang lalai hanya senang
kepada nikmat (nikmat makan, minum, dan nikmat lainnya). Hatinya terpaut dan
bersenang - senang dengan harta, keluarga, sertifikat tanah, sertifikat saham.
Tanahnya dimana - mana, rumahnya dimana - mana. Jika dia mati, tanah dan rumah
akan menjadi rebutan anak, menantu dan cucu - cucunya. Sementara kakek si
pengumpul harta berenang di sungai api neraka. Sudah lah di dunia dia capek
mengumpul harta, berhemat - hemat, di akhirat dilemparkan ke jurang neraka
Huthamah. Tertipulah manusia ini dengan nikmat harta, nikmat kesehatan, nikmat
keilmuan, nikmat kepangkatan, nikmat kejayaan di dunia, yang hakikat sejati
nya, dia telah mengorbankan kebahagiaan (sa'adah) dunia dan akhiratnya. Di
dunia, dia sibuk menjaga dan mengamankan hartanya, dia belum puas dengan kinerja
bawahannya, dia belum puas dengan asset kekayaannya, malam hingga siang hanya
bekerja dan mengumpulkan harta, dua puluh tahun kemudian, dia terserang
penyakit jantung kronis.
Sejatinya jantung itu hanya akrab kepada Allah saja. Apabila
terdapat unsur - unsur emas, perak, logam, nikel, alumunium, uranium, titanium,
besi, kaca, asbes, semen, batu, pasir, kayu dan benda - benda alam, semua itu
bukan nutrisi bagi jantung. Sejatinya nutrisi jantung adalah dzikir, shalat,
tilawah Al Qur'an, zakat, infaq, shadaqah, haji dan umrah, thalabul 'ilmi.
Jantung yang identik dengan qalbu (hati kecil) inilah yang berhubungan dengan
Allah As Salam (maha sehat sentosa) yang tidak lalai dalam berdzikir.
Hidupkanlah dan sehatkanlah jantung itu setiap detak dengan dzikir maut.
Niscaya, hati menjadi tenang, ingat lah hanya dengan mengingat Allah, hati
menjadi tenang (thatmainnul qulub).
Hati yang tidak tenang adalah hati yang mati dari dzikir (qalbun
mayyit). Qalbun mayyit merupakan hatinya orang yang sangat kafir, hatinya orang
yang sangat lalai, dan hatinya orang yang sangat ingkar. Sebagai mana kalam
qudus Tuhan dalam surah Al Anbiya' ayat 2 - 3 : Setiap kali diturunkan kepada
mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain -
main. Hati mereka dalam keadaan lalai. Lalu, dalam surah Al Hijir ayat 3 :
Biarkan mereka (di dunia) ini makan dan bersenang - senang, dan dilalaikan oleh
angan - angan kosong mereka, kelak mereka akan mengetahui akibat perbuatan
mereka. Allah swt juga contohkan keadaan orang kafir yang suka melancong (wisata) dalam dan luar negeri, keadaan mereka disebut
Allah swt dalam surah Ali Imran ayat
196 - 197 : Jangan sekali - kali kamu terpedaya oleh kegiatan orang - orang
kafir yang terus bergerak di muka bumi (wisata). itu hanya kesenangan yang
sedikit dan sementara, kemudian mereka akan dilemparkan ke neraka Jahannam,
sebagai seburuk - buruk tempat tinggal.
2. Ahlul
hakikat
Ahlul hakikat merupakan kajian rahasia (hikmah) disebalik yang
tampak, seperti rahasia wudhu', rahasia shalat, rahasia zakat, rahasia puasa,
rahasia haji, rahasia 'umrah dan sebagainya. Mereka ini juga disebut kelompok
batin (ahlul bathin).
Ahlul hakikat ini sudah tidak lagi memandang makhluk, karena
makhluk sudah sirna, punah, hancur dan habis (fana) tenggelam ke dalam dzat
Allah. Hakikatnya, kaum hakikat telah memfanakan seluruh perbuatan makhluk
(tidak ada), hanya itsbat (meneguhkan) perbuatan Allah yang maha besar,
begitulah keyakinan kaum hakikat (ahlul hakikat) dalam memandang nikmat Allah
dan bersyukur hanya kepada Allah saja.
Meyakini hakikat sifat Allah swt yang maha nyata dan maha ghaib,
maha memenuhi, memadati dan meliputi, telah meniadakan sifat makhluk,
kesyukuran atas nikmat Allah swt bagi ahlul hakikat hanya bersyukur kepada
Allah saja, tidak bersyukur kepada makhluk, karena sifat makhluk adalah fana,
karena hakikat pada keesaan sifat Allah swt qadim (terdahhlu) telah meniadakan
sifat makhluk yang huduts (baharu). Begitu pula dalam pemahaman ahlul hakikat
tentang keesaan Allah swt dalam asma' Allah swt. Bagaimanapun baiknya makhluk
yang mengantarkan nikmat Tuhan, tidak lah dia (ahlul hakikat) ini berterima
kasih pada makhluk. Sebab, seluruh pemilik nama dari Ar Razzaq hanya Allah swt,
Al Wahhab hanya Allah swt, As Syakur hanya Allah swt saja dalam seluruh
namaNya.
Demikian pula pada hakikat keesaan dzat Allah (diri Allah) telah
meniadakan dzat makhluk (diri - diri makhluk) yang hakikatnya fana (hancur)
sebagaimana kalam suci Allah swt : Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang
lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak diimani dan diibadahi) kecuali
Allah. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang Nya, dan hanya kepada Nya kamu
dikembalikan (Al Qasas ayat 88).
3. Ahlul
ma’rifat
Ahlul ma'rifat ini ketika telah terhimpun syariat dan hakikat. Maksudnya, Setelah orang melewati maqam fana (hakikat perbuatan, sifat, asma dan dzat). Lalu dia lanjutkan perjalanan suluknya, sampailah dia ke maqam ma'rifatullah. Berkatalah guru kita : Dan yang paling sempurna dari Nya adalah hamba yang telah minum karunia Allah dan cahaya tauhid Nya. Al 'Arif billah semakin bertambah kesadaran nya dan hilang penglihatan nya kepada dunia, semakin bertambah pula rasa (zauq) kehadiran nya di hadirat Allah. Sewaktu dia melihat diri dan orang lain di sekitarnya semakin mengokohkan dan memperkuat keyakinan nya bahwa manusia itu lemah, secara serta merta betapa agungNya, Allah swt. Al 'Arif billah menyaksikan orang mati, pandangan nya kepada orang mati tersebut semakin meneguhkan pandangan bahwa Allah maha hidup, menguasai kehidupan, menguasai kematian dan menguasai kehidupan setelah kematian. Al 'Arif billah menyaksikan orang yang hidup, di hati 'arif billah selalu ingin melapangkan hidup orang lain, memberi kan mereka harapan, cita dan cinta, dia inginkan seluruh manusia di dunia dan di akhirat bahagia sentosa dan masuk surga.
Al 'Arif billah bersyukur kepada Allah sebagai pusat pemberian
anugerah dan berterima kasih kepada makhluk yang telah menjadi pengantar
anugerah sebagai utusan. 'Arif billah yang masuk dalam kategori kaum 'arifun
washilun yang telah sampai kepada Allah swt tidak pernah menyindir makhluk,
apalagi dengan menyalahkan makhluk atau paling sedikit menyinggung makhluk
dalam rangka meningkatkan harga diri atau martabat diri. 'Arif billah hanya
disuruh memandang orang lain, baik yang datang berupa pujian maupun hinaan
ma'rifat nya bahwa datang dari Allah. Dalam pemaknaan bahwa pujian merupakan
sanjungan dari Allah, adapun hinaan merupakan teguran dari Allah. 'Arif billah
ini tidak ada rasa marah nya kepada makhluk. Tugasnya hanya membantu sesama
tanpa peduli kaya atau miskin, lapang atau sempit, pintar atau bodoh, orang
kota atau orang desa, orang hilir atau orang hulu, terpandang di mata hati nya
cahaya Allah (nurullah) yang telah Allah swt titipkan di sanubari hati nurani
nya. Ajaran ma'rifatullah memaknai segala yang tampak (syahadat) dan yang tidak
tampak (ghaibat) bagian dari signal (ayat - ayat Allah). Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar