Al Hikam - Kajian 12 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM - KAJIAN 12
JANGAN MENUNDA AMAL BAIK
Penundaan amal-amal (kebaikan) karena menanti adanya waktu senggang
termasuk dari kebodohan-kebodohan jiwa.
Disini guru menyuruh kita menyibukkan diri dengan amal ibadah dan amal shalihat yang sangat beragam macamnya, juga disuruh kita bersibuk dengan
Allah berupa mencari waktu-waktu yang mustajabah dan tempat-tempat mustajabah untuk
menebus dosa kita kepada Allah, dan dalam rangka mengisi pundi-pundi amal bekal
akhirat, karena umur ummat Nabi Muhammad saw sangat singkat sekali. Jadi
diperlukan waktu-waktu yang mustajabah dan amal-amal yang bernilai dan bermutu
tinggi. Menunda-nunda amal shalihat adalah sikap yang salah, sewaktu
beranggapan bahwa diri masih kotor, atau menunggu waktu yang senggang, atau menunggu
waktu yang lapang, semua itu tidak terlepas dari jejaring syaithan menghalangi
manusia dari jalan Allah swt.
Waktu senggang atau pun waktu sibuk telah banyak melalaikan manusia
dari dzikrullah, melupakan manusia untuk mengisi pundi-pundi amalussalih
sebagai bekal akhiratnya. Lalu, dia menemui kematian nya secara mendadak tanpa
sempat untuk bertaubat. Padahal, telah sangat banyak waktu yang diberikan Allah
swt kepadanya untuk menjalani hidup dengan taat kepada Allah swt.
Tanpa kita sadari, jatah hidup terpotong terus menerus setiap detik dan menitnya tanpa diisi dengan dzikrullah. Dzikrullah adalah ibadah yang khusus di hadapan Allah tanpa butuh waktu dan tempat tertentu. Dzikir jali (nyaring) dan dzikir khafi (senyap) adalah ibadah sepanjang waktu, karena jiwa (tubuh kasar dan tubuh halus) sejatinya selalu berdzikir kepada Allah. Pada konsep ini ada penyekat antara manusia dengan hatinya, penyekat itu adalah dosa kepada Allah swt. Atau dengan kata lain, insan adalah asing terhadap Allah swt, keasingan ini sejak manusia aqil baligh telah berani menantang Allah, saat Allah beri rasa dia kuasa, lalu merasalah dirinya yang berkuasa. Aqil baligh waktu pertama kali catatan amal baik dan buruk, saat itulah pertama kali nya insan menantang Tuhannya.
Aqil baligh pun memiliki potensi untuk taat, karena
orang yang telah sampai akal (aqil baligh) bisa menjalankan hukum Allah dan
telah bisa dibebani hukum serta secara dewasa bisa mempertanggungjawabkan
perbuatannya (mukallaf) dalam beban (taklif) hukum yang lima (ahkamul khamsah)
yaitu wajib lawannya haram, sunnah
lawannya makruh, dan ada satu zona netral, namanya mubah (boleh). Mubah tidak terkena hukum wajib, haram,
sunnah, makruh. Keadaan mubah adalah keadaan ketika berada di alam ruh dan
kandungan. Begitu terjaga di pintu masuk aqil baligh (berkesadaran) mulailah
dia mendurhaka kepada Allah swt dengan anugerah akal, sebuah pendurhakaan yang
tidak sempat bertaubat pasti berujung di neraka. Zona hidup yang paling singkat
adalah di alam dunia, Nabi Muhammad saw mengibaratkan masa hidup di dunia
adalah menit-menit yang kita lewati antara adzan dan iqamah (bainal adzan wal-iqamah),
kurang lebih sepuluh menit. Sedangkan zona alam rahim (kandungan) adalah bagian
dari ketetapan pada saat zona alam ruh. Jadi, diameter zona alam ruhi hingga
dia terlahir menjadi manusia, nama manusia, sifat manusia, sebagian syukur dan sebagian
kufur (Al Insan ayat 1-3).
Walaupun zona hidup di dunia ini yang sementara atau rendah dari
segi waktunya (duna), tapi sangat menentukan untuk kedua zona setelah
meninggalkan dunia, memperoleh nikmat atau adzab qubur, atau memperoleh nikmat
atau adzab yang berkeabadian di negeri-negeri akhirat yang kekal (darul
khuldi), mulai dari negeri kebangkitan (darul ba'tsi) di hari kebangkitan
(yaumul ba'tsi), sebuah hari yang menempuh masa ribuan, atau jutaan tahun pada
setiap fasenya, minimal melewati lima
fase akhirat : kebangkitan, neraca amal, buku catatan amal, pintu pemeriksaan
amal, meniti jembatan (shirath), terminal paling akhir : surga atau neraka ?
Demikian juga halnya lima fase dalam total kehidupan yang pasti di
alami manusia : alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam qubur, alam akhirat.
Alam dunia sebagai fase di tengah (center) sangat menentukan di kedua alam
setelahnya, yaitu alam qubur dan alam akhirat sebagai tempat menuai hasil panen amal baik
(surga) dan tempat menuai hasil panen amal buruk (neraka). Dunia dengan segala
tawaran aroma kenikmatannya sebagai tempat yang telah banyak menyesatkan
manusia dari jalan Allah melalui peran manusia dan jin penyembah hawa napsu dan
pengabdi Iblis.
Demikianlah, jangan menyia-nyiakan waktu di dalam taat berupa
dzikir mudawamah (dzikrullah berkelanjutan) malam dan siang, dalam gerak dan
diam, dalam nyaring (jali) dan sunyi (khafi). Di dalam waktu dzikrullah
mudawamah itulah sebaik-baik waktu yang sangat bernilai mulia di sisiNya. Waktu
dzikrullah mudawamah yang dijalankan secara khafi (tenggelam di dalam rahmat
Allah) tidak mampu lagi bersuara, telah merasakan ketiadaan diri, dzikrullah
mudawamah yang berkesadaran tersebutlah hingga menemui Allah swt dengan jiwa
yang tenang (muthmainnah). Wallahu a'lam.
Boleh bertanya Pak ?
BalasHapus