Al Hikam - Kajian 14 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM – KAJIAN 14
TIPUAN YANG SAMAR
Tidak ingin cita-cita orang yang sedang berjalan menuju (salik)
untuk berhenti seketika telah dibukakan bagi cita-citanya (perkara yang samar),
melainkan ketika ingin berhenti ada suara hakikat menuntutnya : Di hadapan
engkau (tujuan yang engkau cari), jangan berhenti di situ. Begitu pula tidak
tampak baginya bermacam - macam hiasan keindahan benda-benda alam duniawi,
melainkan tampak baginya hakikat keindahan alam duniawi memanggil kepadamu :
Sesungguhnya kami ini (duniawi) hanyalah fitnah (cobaan), maka janganlah kamu
percaya kepada ku (duniawi).
Duniawi dapat menyamarkan dirinya dalam fose taat dan mengatakan
kepada seseorang yang taat bahwa dia telah sampai kepada Allah, dengan apa yang
dihajatkannya selama ini telah tunai berupa kemudahan dan kenikmatan hidup di
dunia, dia telah mendapatkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, nama baik dan gelar yang
disandang. Kemudian, dia berhenti serta menyangka dia telah sampai kepada Allah
dan telah mengenalNya (washil 'arif). Padahal belum sampai, gambar kesenangan,
kesehatan dan kenikmatan duniawi itu hanyalah perhentian - perhentian sementara
saja (halte).
Maksudnya, bagi salik jangan terkecoh bahwa apabila orang telah
memuliakanmu, lalu setiap doamu dikabulkan Allah, atau dengan mempelajari ilmu
keesaan Allah swt ini digit hartamu meningkat drastis, atau kamu bisa memandang
apa yang ada disebalik alam nyata, atau kamu bisa berbuat di luar kebiasaan, seperti berjalan di air tanpa
kapal dan terbang di udara tanpa pesawat, sadarilah itu boleh jadi sebagai tipuan
samar (kasyaf khayyali atau kasyaf syaithani). Sadarilah bahwa yang datang itu
adalah sosok ujian yang telah mewujud rupa dalam bentuk kesenangan dan
kebahagiaan, jangan tertipu dengan halte bahagia, itu bukan terminal, guru
mengatakan perjalanan mu menuju Allah masih panjang, ada dihadapanmu !
Disini dapat dipahami bahwa ilmu keesaan Allah atau dalam ilmu hakikat sangat rentan terhadap godaan hawa napsu, syahwat dan godaan syaitan. Di seputar ilmu hakikat banyak manusia yang tersesat, ketidakmampuan diri saat memandang tabir - tabir keghaiban Allah swt bukakan padanya, lalulah dia menyangka dan menduga bahwa Allah swt telah memuliakannya, padahal itu istidraj yang berselubung taat. Diperlukan ma'rifat taat, bukan sekedar syariat taat (dzahir) atau bukan sekedar hakikat taat (batin). Apabila hamba hanya terhenti pada medan jiwa yang dzahir (syariat) jadi lah hamba penyembah jasmani (diri yang kasar), sedangkan apabila hamba terhenti pada medan jiwa yang batin (hakikat), jadilah hamba penyembah rohani (diri yang halus).
Kedua keadaan tersebut, baik materi (syariat) maupun esensinya (hakikat)
belumlah sempurna, kecuali dia telah mengenali keduanya serta melibatkan diri
dalam amal keduanya (amal syariat dan amal hakikat), posisi inilah yang disebut
sudah mengenal Allah ('arif billah). Perpaduan yang berbeda jenis (syariat dan
hakikat) menyatu dalam pengenalan (ma'rifat). Orang yang tertipu dengan tipuan
yang samar, baik dalam taatnya atau dalam maksiyatnya, orang yang tertipu
dengan tipuan yang samar, baik dalam nikmat atau bala', hanya keletihan jiwa
yang dia alami dalam ruang tunggu, sebab Allah swt yang dia tunggu tidak pernah
datang dan tidak pernah hadir. Disinilah guru kita menyuruh terus lah berjalan
(salik), jangan engkau hiraukan saat dirimu menjadi mulia karena disanjung
makhluk, jangan terpedaya oleh jabatan hingga engkau telah menjadi pemangku dan
pengampu ilmu hikmah, jangan engkau terpesona dengan harta dan pangkat duniawi
yang Kami datangkan kepada mu bertubi-tubi. Ingatlah selalu wahai salik, bahwa
itu hanyalah ujian dan titipan dari Allah swt, pada suatu saat (qiyamat) pasti
Allah swt akan menanyakan nikmat yang telah engkau nikmati.
Oleh karena itu, salik harus benar-benar teguh hati (istiqamah)
dalam perjalanan suluknya jangan sampai terpukau oleh tawaran - tawaran duniawi
yang menawarkan aroma nikmat dalam maksiyat, palingkan mata dan hatimu dari
nikmatnya harta riba, dari nikmatnya zina, dari nikmatnya meminum khamar, menuju
kepada nikmatnya harta halal tanpa riba, menuju kepada nikmatnya halal dalam
berumah tangga, sampai nanti nikmatnya (dzahir) yang halal, kemudian engkau
beralih dari semuanya itu, hanya sekedar menjalankan amanat Allah swt di bumi,
lalu berhadaplah engkau kepada Allah swt setelah engkau dahulu membelakangiNya (minal idbar ilal iqbal). Perjalanan yang
paling panjang, baik saat memulai kajian dan mengakhiri kajian tidaklah mampu
tuntas walau seumur hidup dijadikan lapangan kajian. Allah swt terangkan pada
surah Al Kahfi ayat 109 : Katakan
(Muhammad) kalau adalah laut ibarat tinta (dawat) untuk menulis kalimat Tuhan
ku niscaya habislah laut itu sebelum engkau habis (sebelum engkau selesai)
menuliskan kalimat Tuhan ku, walaupun didatangkan lagi seperti air tinta dari
laut. Subhanallah, ilmu Allah swt tidak bisa diukur dan tidak bisa dibatasi.
Guru besar imam pertama dari thariqah Syadziliyah, Syaikh Abu Hasan Asy Syadzili berkata : Ketahuilah, jika kamu menghendaki karunia yang diberikan Allah kepada para kekasih Allah (auliya' jama' dari wali), maka hendaklah kamu buang jauh - jauh atau menyingkir dari pergaulan semua orang, kecuali orang - orang yang bisa menunjukkan kamu kepada jalan menuju Allah swt dengan isyarat yang benar dan amal perbuatan yang tidak menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Nabi Nya, Rasulullah Muhammad saw. Dan palingkan lah seluruh masalah duniawi, tetapi ambil lah sekira - kira yang bisa menjadi tanggungjawab mu, atau jangan abaikan sebagian kebaikan yang akan mendatangkan sebagian kebaikan pula. Sebaliknya, hendaklah kamu hamba Allah swt dengan menjauhi musuh Allah swt sebagaimana aturan Allah swt. Ketika kamu sudah mendapati dua perkara di hati mu, yaitu berpaling dari manusia ramai ('uzlah) dan meninggalkan kesenangan dunia yang melalaikan dzikrullah (zuhud), maka tetap lah kamu bersama Allah dengan kehati - hatian dalam beradab kepada Nya, terus menerus bertaubat kepada Allah swt (jangan pernah henti), memohon ampun kepada Allah swt jangan pernah putus (istighfar), dan tunduk - takluk kepada seluruh hukum Allah swt dengan lurus.
Mursyid awal dalam thariqah Syadziliyah ini mengutarakan kepada
murid dan salik, jangan terlalu bergembira dengan dunia, ambillah dunia
sekedarnya saja. Mursyid Asy Syadzili seakan memperingatkan jangan ambil
kapling orang lain apabila bukan menjadi jatahmu, sebab dikhawatirkan engkau
jatuh pada hukum mendzalimi hak - hak orang lain. Ambillah dunia ini sekedarnya
saja, misalnya di rumamu ada 100 kamar tidur, fasilitas kamar yang kamu gunakan
hanya 1 kamar, 99 kamar bukan kamu yang menempatinya. Hakikat kaya di dunia
hanyalah jumlah lebih banyak kepemilikan atas nama, tetapi yang bisa dinikmati
adalah apa yang telah kita makan lalu menjadi sampah, apa yang telah kita pakai
lalu menjadi sampah, dan apa yang telah kita gunakan lalu menjadi sampah. Semua
makanan dan pakaian serta fasilitas yang telah digunakan itulah rezeki kita
hari ini. Sedangkan apa yang tersimpan dalam Akte Tanah dan Sertifikat Hak
Milik mungkin suatu saat menjadi rezeki orang lain. Apa yang menjadi rezeki
kita hari ini hakikatnya ada dua : sesuatu yang telah kita nikmati hari ini,
dan sesuatu yang telah kita sadaqahkan di jalan Allah swt. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar