Al Hikam - Kajian 15 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM – KAJIAN 15
HAKIKAT DOA
Permintaanmu akan rizki kepada Allah merupakan tuduhan kepadaNya
bahwa Dia tidak memberi rizki. Permintaanmu agar menjadi dekat kepada Allah
berarti kamu jauh dari Allah. Permintaanmu kepada selain Allah berarti sedikit
rasa malumu kepada Allah. Dan permintaanmu dari yang selain Allah karena engkau
telah merasa jauh dari Allah swt.
Orang yang belum mengenal Allah atau pengenalannya setengah, setengahnya lagi tidak kenal, berakibat dia memposisikan
dirinya dengan Allah adalah sangat jauh, maka perlu dipanjatkan permintaan
supaya dekat. Atau menyangka, bahkan menuduh Allah tidak akan memberinya
rezeki, maka diperdengarkan kepada Allah swt supaya Dia memberi rezeki.
Sebaliknya, meminta kepada yang selain Dia adalah dhalal (sesat) sama dengan
meminta sesuatu selain atau permintaanmu tidak tertuju hanya kepada Allah
saja, yang tunggal esa. Artinya, engkau
meminta dunia, engkau meminta akhirat, atau meminta apa - apa yang di sisi
Allah swt berupa khazanah (kekayaan) jiwa yang menyangkut kenikmatan jasmani
dan rohani.
Keadaan keempat orang yang meminta (minta rezeki, minta didekatkan,
minta sesuatu selain Allah dan minta kepada selain Allah) - menurut guru -
semua permintaan itu tidak baik. Kurang apakah Aku sampai sedetail itu engkau
meminta kepada Ku. Apakah Aku tidak tahu akan kebutuhanmu. Lalu, engkau
menyangka perbendaharaan Ku sedikit, sempit, kurang halal, kurang berkah dan
kurang baik ? Dengan lantang engkau
berteriak kepada Ku : Ya Allah berilah kami rizki yang halal, baik, luas,
berkah. Apakah Aku harus engkau ajari dalam sebuah pemberian ? Apakah selama
ini, Aku salah dalam memberi ? Atau, ada pemberian Ku yang salah kepadamu ?
Subhanallah (maha suci Allah) yang selama ini kami telah sangat
salah dalam menilai Dirimu, maha suci Allah yang selama ini kami mengira telah
beribadah kepada Mu, ternyata bukan ibadah namanya jika demikian, hanya
memuaskan napsu (diri sendiri) supaya tenang, supaya meraih simpati orang
banyak, supaya mendapat kepercayaan dan dukungan makhluk, supaya tidak dianggap
anti sosial, supaya mendapat ketenangan hidup, tapi jika semua itu tidak
didapatkan, lalu kamipun menghujat Allah dan menghina Allah secara diam-diam
atau terang-terangan. Apabila demikian keadaannya, kami belum bersabar, dan
belum berikhlas dalam memeluk Mu erat-erat. Padahal telah Engkau suruh kami,
hanya meminta kepada Mu, dan meminta Mu seutuhnya dalam keesaan tunggal dirimu.
Seperti yang Engkau suruh kami dalam surah Al An'am ayat 162 - 163 : Katakanlah,
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, hanya untuk Allah, Tuhan
seluruh alam. Tidak ada sekutu bagiNya, demikian aku diperintah, dan aku orang
yang pertama kali berserah diri (muslim).
Ada pula orang yang berdoa kepada Allah swt ingin didekatkan
dirinya kepada Allah, secara aneh bisa ditanya : sejak kapan Allah swt itu
jauh ? Redaksi bingkai doa semacam ini
artinya telah mempersepsikan dan memposisikan bahwa (setidaknya) Allah swt itu
jauh, sehingga butuh untuk didekatkan. Subhanallah, dzat yang maha besar telah
dikurung oleh otak kecil manusia, inilah bentuk penistaan terhadap Allah swt
tanpa disadari, manusia telah mem-bully Allah dalam do'a mereka.
Betulkan dan bersihkan terlebih dahulu persepsi (dzan) tentang
Allah swt, jangan samakan Dia dengan makhluk (ciptaan) yang berjarak, bertempat
dan berwaktu. Dia berbeda dengan sesuatu barang ciptaan, Dia maha mendengar
bukan dengan telinga, sehingga engkau ragu dalam do'amu dan mengulangi naskah
bacaan do'amu berulang-ulang, seakan - akan engkau berhadapan dengan Dzat Tuhan
yang pelupa, ditinjau dari segi adab hati sangatlah aib. Atau, dalam do'a mu
berisi pemberitahuan bahwa kamu sedang di lapangan dan sedang melakukan
upacara, Dzat Allah swt itu butakah sehingga perlu engkau beritahu Dia ? Atau,
engkau bawa Allah swt untuk merestui kehendak - kehendak duniawi mu, dan engkau
meminta supaya Allah swt mengabulkan hajat - hajat hawa napsumu berupa
kesenangan hidup.
Disinilah pentingnya doa berangkat dari hati yang tulus bercahaya
pengenalan (nurul ma'rifah), bukan doa yang terlahir dari keinginan diri (hawa
napsu) ingin tercapai dan lulus. Bukan
pula doa dengan meminta kepada yang selain Allah swt, seperti meminta kepada
bumi, meminta kepada laut, meminta kepada gunung, atau meminta lewat barang - barang
ajimat (dinamisme) atau meminta kepada roh - roh orang yang telah mati
(animisme), seperti meminta kepada roh - roh orang shaleh pada masa Nabi Nuh
alaihissalam, orang - orang shaleh (auliya Allah) yang mereka sembah quburnya,
orang - orang shaleh itu bernama : Wadda, Suwa'a, Yaghutsa, Ya'uqa, Nasra (baca surah Nuh ayat 23).
Guru kita yang mulia Ibnu Athaillah juga melarang meminta sesuatu -
sesuatu yang bersifat dunia, lebih - lebih beragama. Lalu lupa kepada Allah swt
sang maha pemilik dunia dan akhirat. Karena, orang yang mendoa kepada Allah swt
saat dia butuh, akan rentan imannya ketika dia tidak lagi membutuhkan Allah
swt, ilustrasi mereka sebagai berikut : Maka, ketika mereka naik kapal, mereka
berdo'a (meminta) kepada Allah dengan penuh keyakinan (ikhlas) kepada Nya,
tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka
(kembali) mempersekutukan Allah (musyrik). Biarlah mereka mengingkari Allah
dengan nikmat yang Kami datangkan kepada mereka, dan silakan mereka hidup
bersenang - senang (dalam keingkaran), nanti
mereka akan mengetahui (akibat
perbuatan mereka) (Al Ankabut ayat 65 -
66). Ayat ini menggambarkan orang yang menggunakan label beragama dan cara -
cara beragama saat berada dalam kesusahan, kemudian dengan mudah begitu saja
meninggalkan agama, bahkan dengan berani mempersekutukan Allah swt. Jadilah
posisi doa sebagai tameng mereka, jadilah materi doa sebagai pembujuk Tuhan,
kemudian setelah Tuhan ijabah doa mereka, lantas mereka berpaling dari Allah
swt seakan - akan tidak pernah berdoa, seolah - olah tidak pernah meminta.
Beragama perlu dirawat, bukan dibiarkan begitu saja berjalan,
merawatnya dengan ilmu ma'rifat, merawatnya dengan shalat, puasa, zakat,
shadaqah, infaq, haji dan umrah. Beragama perlu dijaga, supaya diri jangan mendurhakai
sang maha pencipta, Allah swt. Jika beragama tidak dirawat dan tidak dijaga,
manusia yang beragama hanya ada di KTP seumur hidup, tapi hidup dalam
kesesatan. Nyatalah kesesatan mereka seperti yang diulas Allah swt dalam surah
Yunus ayat 11 - 12 : Dan kalau Allah menyegerakan keburukan bagi manusia
seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pasti diakhiri ajal
mereka. Namun, Kami biarkan orang - orang yang tidak mengharapkan pertemuan
dengan Kami (untuk hidup di dunia beberapa menit lagi). Kami biarkan mereka
bingung dalam keangkuhan mereka. Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia
berdo'a (meminta) kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri,
tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari mereka, mereka kembali pada jalan
kesesatan, seolah - olah mereka tidak pernah berdo'a kepada Kami untuk
menghilangkan bahaya yang telah menimpa mereka (dahulu). Demikian itu perhiasan
dunia untuk orang yang melampaui batas terhadap apa yang mereka kerjakan.
Allah swt tidak menghendaki hambaNya, kecuali ikhlas dan sabar dalam beragama.
Bukan berpura - pura seperti beragama (pseudo religious), tapi benar - benar
murni beragama (pure religious), bukan beragama harta, bukan beragama pangkat,
bukan beragama masyarakat dan bukan beragama upacara. Beragama yang sebenarnya
(ikhlas) tanpa polesan adalah beragama takluk kepada Allah swt berupa :
menunaikan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya (jangan banyak bertanya).
Begitupun dalam keadaan batin berdo'a, jangan meminta benda - benda
duniawi dan jangan meminta benda - benda ukhrawi supaya di datangkan kepada mu.
Tapi memintalah dan berharap lah untuk dapat bertemu dengan Nya setiap
detiknya, memelukNya dan jangan pernah engkau lepaskan pelukan Nya, berhadap
kepada Nya, jangan pernah engkau membelakangiNya walau sekedip mata, hadirlah
di dalam rumah besar Nya hingga engkau tenggelam dalam diriNya dan jangan
pernah lagi engkau terpisah dari Nya. Lalu ketika itu, do'a mu tidak lagi
meminta kekayaan (khazanah) langit dan bumi, sebab, orang yang sudah sedekat - dekatnya
dengan Allah swt sudah tidak mampu lagi berbicara. Hancurlah diri dan alam
semesta ini jika pengetahuan mereka tentang Allah swt sudah sempurna, tapi ini
sesuatu yang mustahil. Kalam Tuhan yang mulia termaktub dalam surah Al Hasyr
ayat 21 : Andai kata Kami menurunkan Al Qur'an ini di atas gunung, pasti kamu
akan melihat gunung itu tunduk, hancur - luluh terpecah - belah karena takut
kepada Allah. Dan itulah ibarat pembelajaran Kami untuk manusia, mudah -
mudahan mereka berpikir. Dari ayat ini ditandaskan kepada gunung yang bukan
kategori makhluk berpikir. Bagaimana dengan manusia yang berkategori makhluk
berpikir, sewaktu Al Qur'an diturunkan kepada mereka ? Kemudian, apakah manusia
tidak mempelajari Al Qur'an ? Surah
Muhammad ayat 24 jawabannya : Maka, apakah mereka tidak menghayati Al Qur'an,
atau kah hati mereka yang sudah terkunci
?
Kajian inilah yang berusaha mendudukkan posisi do'a yang
sebenarnya, bahwa do'a bukan ingin mengubah takdir Allah yang telah ditetapkan
Nya pada rancang - bangun semesta, sebuah ketetapan pada masa azali, yaitu masa
500 tahun sebelum adanya roh atau sebelum adanya ingatan. KalamNya pada surah
Al Insan ayat 1 dan 2 : Adakah telah datang kepada manusia waktu dari masa,
yang ketika itu belum ada rupa sesuatu yang dapat disebut (belum ada ingatan).
Sungguh, Kami telah menetapkan penciptaan manusia dari setetes air mani yang
tercampur (sperma dengan ovarium), karena itu Kami jadikan dia (manusia) bisa
mendengar dan melihat. Ketetapan Allah swt pada masa azali, tidak bisa dirubah
oleh sebait do'a dengan hati yang lalai.
Selain do'a tidak bisa merubah takdir, do'a juga tidak bisa
mendikte Allah swt. Padahal Allah swt menyuruh kita berdo'a, lalu apakah dan
bagaimana kah do'a yang dimaksud guru
kita - imam Ibnu Athaillah - . Doa menurut beliau adalah :
1. Menampakkan
hak - hak ketuhanan Allah swt.
Doa merupakan saluran berkomunikasi dengan Allah swt. Ketika
komunikasi berlangsung sungguh tidak nyaman apabila isi komunikasi adalah item
permintaan, item memprotes atau item mengkritik. Sungguh, kalau isi do'a sangat
formalitas seperti ini, kita telah kehilangan esensi do'a sebagai otak ibadah
(mukhkhul 'ibadah). Atau, berdo'a apabila ada hajat hidup (keperluan).
Apa yang kita gembirakan atau apa yang kita susahkan, semuanya
telah berada di dalam perencanaan Nya dan dalam pengendalian Nya. Selanjutnya,
fokus kan hidupmu dengan mengabdi kepada Allah dengan sumber pengenalan pada
sifat - sifat keagungan Tuhanmu dan sifat - sifat ketidakberdayaan makhluk. Fokus kan do'a mu
untuk memuji syukur kepada Allah swt. Bahwa untuk tujuan pengabdian lah engkau
diciptakan Allah swt. Engkau tidak diciptakan untuk menjadi pedagang, engkau
tidak diciptakan untuk menjadi petani, engkau tidak diciptakan untuk menjadi
tentara. Engkau hanya diciptakan oleh Allah swt dengan tujuan mengabdi kepada
Nya, baik pada lapangan ketuhanan (hablum minallah) secara vertikal maupun pada
lapangan kemanusiaan (hablumminannas) secara horizontal. Do'a pun bagian dari
rangkaian terbesar dari ibadah. Isi do'a adalah sarana penyampaian puji -
pujian kepada Allah dengan mengakui keagungan, kebesaran dan kemuliaan Nya serta
hak - hak ketuhanan dalam keesaan Nya, serta jangan persekutukan Dia dalam
do'amu.
2. Menampakkan
sifat - sifat ketiadaan diri hamba.
Unsur materi, inti dan fungsi doa yang kedua adalah menunjukkan
bahwa diri kita ini tidak ada kuasa sedikitpun, bahkan untuk berdo'apun kita
butuh restu dan perkenan Allah swt. Setelah kita diperkenankan Allah untuk
berdo'a, disitulah kita bersyukur kepada Allah swt, karena siapa yang mendapatkan
tiket untuk bisa masuk pada ruang do'a dan ruang dengar Allah akan do'a - do'a
kita, sungguh sangat kesyukuran yang
tiada terkira - kira. Bukan lagi membaca do'a atau menghapal do'a, tapi sudah
berdo'a dalam hadirat do'a ma'rifatullah yang terbit dari kebenaran batin yang
sebenarnya (haqqul bashirah) lalu memancarkan cahaya pengenalan kepada Allah
(nurul ma'rifatullah) hingga naik ke langit yang ketujuh dan tersimpan di arasy
Allah swt.
Do'a merupakan bagian rahasia yang tersimpan dan terjaga dalam hati
kecil hamba (fuad), sebuah kesyukuran bisa berdo'a yang tidak bisa dilukiskan,
bukan kah saat itu dia telah berbisik dengan Tuhan nya ada tirai tipis antara
dia dengan Tuhan nya (munajat), dan bisa juga dalam keadaan (ahwal) dia berdo'a
dengan Tuhan nya tanpa tirai (musafahat). Kedua kedekatan inilah yang tidak
bisa dilukiskan dan tidak bisa diceritakan. Allah swt berfirman dalam surah Qaf
ayat 16 : Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepada nya dari pada urat leher
nya. Panjang lebar do'a dari orang musyrik yang menyimpan berhala - berhala di
hatinya, do'a nya adalah sesat. Sebab do'a mereka adalah meminta kepada apa
yang ada dihatinya (berhala). Firman Allah swt dalam surah Al A'raf ayat 197 :
Dan berhala - berhala yang kamu seru selain Allah tidak lah sanggup menolong
mu, bahkan tidak kuasa menolong dirinya sendiri.
Do'a orang yang ingkar, tidak diterima, do'a mereka sia - sia (baca
surah Ghafir ayat 50). Syarat diterima nya do'a adalah datang dari hamba Allah
swt yang rendah hati (tawadhu'), rendah hati dalam menyembahNya (dalam shalat
dan di luar shalat), sebab lapangan hidup ini merupakan sajadah pengabdian.
Firman Tuhan dalam surah Ghafir ayat 60 : Dan Tuhanmu telah berfirman, berdo'a
lah kepada Ku, niscaya Aku kabulkan do'a mu. Sesungguhnya orang - orang yang
sombong dengan tidak mau menyembah Ku, mereka akan masuk ke dalam neraka
Jahannam dalam keadaan hina. Kemudian, dalam surah Al Baqarah ayat 186, Allah
swt nyatakan syarat - syarat do'a : Dan apabila hamba - hamba Ku bertanya
kepada mu (Muhammad) tentang Aku, sungguh Aku dekat, Aku kabulkan semua do'a
mereka ketika dia berdo'a kepada Ku. Hendaklah mereka memenuhi seruanKu dan
beriman kepada Ku, mudah - mudahan mereka mendapat petunjuk.
Masalahnya, banyak orang yang belum berdo'a, kebanyakan mereka
membaca do'a. Sebab, berdo'a itu harus hadir hati kepada Allah swt, merasakan
kedekatan dengan Aku, berhadap dengan khusyu'
dalam do'a ketika dia berdo'a, kemudian hendaklah dalam keseharian
dirinya selalu memenuhi seruanKu seakan Aku hadir dekat dengan nya, lalu
landasan do'a nya adalah iman tanpa ragu, penuhilah semua yang Aku pinta, akan
Aku curah - tumpahkan irsyadah (petunjuk) kepada nya.
Meneguhkan sifat kehambaan dalam do'a sangat penting, karena do'a
sama dengan 'ubudiyah (kehambaan), mengakui diri yang lemah, bodoh, fakir,
tidak berdaya dan tidak memiliki apa - apa (iftiqar), serta tidak pernah
mendebat Allah dan tidak pernah sombong kepada Allah swt dan kepada ayat - ayat
Allah swt yang tertulis (kitabiyah) dan ayat - ayat Allah swt yang tercipta
(kauniyah) sebagai perlambang syiar - syiar Allah swt. Sebagai mana kalamNya
dalam surah Al A'raf ayat 205 : Dan ingatlah Tuhan mu dalam hatimu dengan hati
yang merendah dan rasa takut, tidak
mengeraskan suara, (ingatlah Allah) di waktu pagi dan petang, dan jangan lah
kamu termasuk orang - orang yang lalai. Lalu, pada surah Al Insan ayat 25 - 26,
kita disuruh berjaga dalam dzikrullah, karena musuh (syahwat hawa napsu dan
syaithan) mengintai dan datang setiap detik hati yang lengah. Peringatan dari Rab
yang maha pengasih lagi maha penyayang : Dan sebutlah nama Tuhan mu di waktu
pagi dan petang. Dan pada sebagian malam, maka bersujudlah untuk Nya, dan
bertasbih lah kepada Nya pada malam - malam yang panjang. Kemudian, Allah swt
juga menyuruh kita berdo'a, bertasbih, bertahmid lewat lisan baginda mulia Rasulullah tercinta
Muhammad saw dalam surah Ath Thur ayat 48 - 49 dan surah An Najmi ayat 1 : Dan
bersabarlah engkau (Muhammad) dalam menunggu ketetapan Tuhan mu, karena
sesungguhnya engkau (Muhammad) berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbih lah (subhanallah) dengan memuji
Tuhanmu (alhamdulillah) sewaktu kamu bangun, dan pada sebagian malam
bertasbihlah kepada Nya dan pada waktu terbenamnya bintang - bintang. Demi
bintang ketika terbenam.
Sebaliknya, do'a dari orang yang sombong tidak akan diterima oleh
Allah swt, lebih - lebih telah merasa berjasa kepada Allah lalu menuntut Allah
(idlal) atas perjuangan nya sebagai penggiat dan pendakwah agama atau telah
merasa menjadi pelayan Tuhan. Berlindung kita kepada Allah swt, apabila di hati
kita telah merasa diri yang paling suci diantara hamba - hamba Allah swt,
merasa diri kita ahli shalat, ahli masjid, ahli hikmah, ahli sunnah, ahli
shadaqah, ahli silaturahim. Kalau nilai - nilai luhur itu Allah swt anugerahkan
kepada kita, bersyukur lah kepada Allah swt dan tetap lah duduk pada kedudukan
kehambaan (maqam 'ubudiyah) sampai akhir hayat. (Wallahu a'lam).
Komentar
Posting Komentar