Al Hikam - Kajian 8 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM – KAJIAN 8
DALIL
Berkata imam mursyid Ahmad ibnu Athaillah Assakandari rahimahullah
(wafat di Mesir, tahun 709 H) : Sangat berbeda antara orang yang berdalil
adanya Allah menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berdalil bahwa adanya
alam inilah yang menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalil adanya Allah
menunjukkan adanya alam adalah orang yang mengenal hak (kebenaran) pada
tempatnya, lalu menetapkan adanya sesuatu dari sumberNya. Sedang orang yang
berdalil adanya alam menunjukkan adanya Allah, karena dia tidak sampai kepada
Allah. Maka kapankah waktunya bahwa Allah itu ghaib, sehingga memerlukan dalil
untuk mengetahui Nya ? Dan, kapankah waktunya bahwa Allah itu jauh, sehingga
memerlukan adanya alam untuk sampai kepadaNya.
Bernas sekali literasi beliau, betapa beliau tidak memberi celah
bagi ruang keraguan sedikitpun kepada
Allah, bahwa tanpa dalil pun Allah maha ada sejak dahulu kala, bahwa tanpa alam
pun Allah tetap ada, sebab Allah tidak butuh kepada dalil dan Allah tidak butuh
kepada alam semesta. Tapi sebaliknya, dalil dan alam lah yang butuh kepada
Allah. Bahkan, Allah sama sekali tidak mengambil manfaat atas perbuatan taat
hambaNya. Sebagaimana kalam muliaNya dalam surah An Nahl ayat 78 : Dan Allah
telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan kamu tidak mengetahui
sesuatu, dan Allah menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan perasaan,
supaya kamu bersyukur.
Disini guru telah menyatakan secara isyarat bahwa dalil terkadang
banyak membuat manusia berdebat dan bahkan membantah kebenaran Al-Quran. Dalil
(argumentasi) tidak menyentuh sisi terdalam dari manusia, yaitu fuad (hati
kecil), karena memang bukan itu tugasnya. Tugas dalil merupakan tugas logika
rasional. Firman Tuhan : Dan diantara manusia (ada) orang yang menjual
perkataan kosong untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu, dan
menjadikan (Allah dan Rasul-Nya) sebagai bahan olok - olok. Mereka itulah orang
- orang yang mendapat adzab yang menghinakan (di dunia dan di akhirat). Dan apabila
dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia
berpaling dengan menyombongkan diri
seolah - olah dia tidak pernah mendengarnya, seperti ada sumbatan di kedua
telinga mereka, maka gembirakan lah mereka dengan adzab yang pedih (Lukman ayat
6 - 7). Lalu, dalam ayat 20 - 21 : ... dan diantara manusia ada yang mendebat
Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk (hidayah) dan tanpa kitab yang menerangkan.
Dan apabila dikatakan kepada mereka, ikutilah apa yang diturunkan Allah, mereka
menjawab : Kami hanya mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang
kami, walaupun sebenarnya syaithan telah mengajak kepada adzab yang apinya
menyala - nyala (neraka).
Maksud ilmu, dalil dan petunjuk yang mengantarkan seseorang kepada
Allah swt dan Rasulullah saw adalah ilmu ma'rifat, dalil ma'rifat, petunjuk
ma'rifat, bukan ilmu untuk berdebat, bukan dalil untuk mencari kesalahan orang
lain, bukan petunjuk untuk mengakui diri benar apalagi terakui sebagai aku yang
benar. Benar - benar telah menyimpang dari Allah yang maha benar (Al Haq) dan
menyimpang dari jalan hidayah dan sifat mulia Rasulullah. Untuk itu, hindari
debat kosong, teruslah hanya berserah diri kepada Allah (muslim), seperti
kalamNya pada ayat 23 : Dan siapa yang berserah diri (muslim) kepada Allah dan
dia berbuat baik (muhsin), maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang
kokoh, dan hanya kepada Allah seluruh akibat perbuatan (dikembalikan).
Muslim yang muhsin merupakan jalan keselamatan (Islam) bagi siapa
yang telah, sedang dan akan menempuh jalannya, diibaratkan berpegang pada tali
yang kokoh atau panduan yang benar. Inilah mereka yang pandangan nya dituntun
cahaya Allah (haqqul bashirah). Cahaya yang selain Allah belum cukup untuk
menuju atau meniti jalan Allah melalui ajaran Allah yang disampaikan oleh
utusan Nya (Nabi Muhammad Rasulullah saw) sebagai maha guru alam semesta.
Ilmu, dalil, keterangan atau petunjuk yang tidak memperkenalkan
Allah swt, hanya sebatas ilmu, dalil dan keterangan untuk diperdebatkan dan
untuk dipertentangkan satu sama lain. Tetapi, apa yang diterangkan itu (Allah
dan Rasulullah) tidak pernah dijelaskan apalagi diperkenalkan. Nanti, di
akhirat banyak manusia yang bingung dan belum bisa masuk ke surga, disebabkan
di dunia kesukaannya mempertentangkan dalil serta mencari perselisihan. Allah
swt jelaskan dalam surah As Sajadah ayat 22 : Dan siapakah orang yang lebih
aniaya dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya,
kemudian dia berpaling ? Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang -
orang yang berdosa.
Dengan kata lain, setelah jelas, nyata dan terang kalimat dan ayat
dari Tuhanmu, mengapa bisa kamu dipalingkan dari Allah swt ? Padahal telah
nyata kebenaran Allah dan Rasul-Nya di dalam dirimu serta dalam bentangan alam
semesta, di tempat terbit matahari dan di tempat tenggelamnya, atau pergantian
malam dan siang sebagai tanda kehadiran Allah swt sebagai ayat kauniyah. Tanda
kehadiran dan kebesaran Allah swt juga tampak nyata pada lembar demi lembar
kitab suci Nya yang memuat pesan moral. Terhadap banyaknya dalil, banyak pula
pembangkangan terhadap Allah swt. Bukan persoalan tidak ada dalil, tetapi dalil
yang tidak dihayati dengan hati
(bashirah), malah dalil itulah yang
menjadi hijab hamba dengan Allah. Tapi mungkinkah dalil yang kecil itu
menghijab Allah yang maha besar ?
Ketika pertanyaan dilanjutkan : Mungkinkah dalil-dalil yang
hakikatnya tiada ('adam) menghijab Allah swt yang telah ada (wujud) ?
Mungkinkah sesuatu yang hina menghijab (mendinding) yang maha mulia ? Disini
lah persoalannya, perkuliahan dan pembelajaran yang tidak sampai kepada Allah,
dikira Allah dan Rasul-Nya, ternyata hanya keterangan (redaksi dalil), ibarat
fatamorgana.
Allah swt telah menasehati, jangan tertipu dengan barang yang sifat
baharu, apakah taat, maksimal, nikmat dan bala'. Keempat barang itu ada dua yang menyenangkan
(basadh) yaitu taat dan nikmat, serta ada dua yang menghinakan (qabadh)
yaitu maksiyat dan bala'. Surah Al Kahfi
ayat 7 - 8 telah Allah swt peringatkan : Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa
yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah
diantaranya yang terbaik perbuatannya ? Dan Kami benar-benar akan menjadikan
apa yang ada di atasnya (bumi) menjadi tanah yang tandus lagi kering.
Berdasarkan ayat ini, amal ibadah taat yang berkekalan hanyalah berpondasi pada
tauhid yang benar dalam hal mencakup kalimah syahadatain.
Disinilah ingin kita dudukkan persoalan yang sebenarnya dalam
semberaut lalu lintas dalil yang beragam macamnya, lalu lintas pemikiran dan
pendapat yang banyak. Selamanya, manusia terhijab dari Allah swt jika masih
mengakui keberadaan benda-benda duniawi (akwan) mencakup diri dan seluruh
atributnya. Caranya, membinasakan (fana) dan meniadakan (nafi) perbuatan
makhluk yang baharu dengan meneguhkan (itsbat) perbuatan Allah yang qadim. Berdasarkan
surah Al Baqarah ayat 115 : Dan kepunyaan Allah tempat matahari terbit
(masyriq) dan tempat matahari terbenam (maghrib), maka kemanapun kamu menghadap
disitulah wajah Allah. (Wallahu a'lam).
Komentar
Posting Komentar