Al Hikam - Kajian 26 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

 

AL HIKAM KAJIAN 26

TINGKATAN BASHIRAH

Syu'a'ul bashirah (pandangan batin bercahaya) adalah cahaya yang mempersaksikan kepada mu tentang dekatnya Allah kepadamu. 'Ainul bashirah (pandangan ilmu yang bercahaya) adalah cahaya yang mempersaksikan kepada mu akan ketiadaan dirimu karena wujudNya. Haqqul bashirah (pandangan kebenaran yang bercahaya) adalah cahaya yang mempersaksikan kepadamu wujud Allah tentang ketiadaan dirimu dan ketiadaan wujudmu.

Imam mursyid guru besar Ahmad ibnu Athaillah rahimahullah ta'ala menuturkan dengan khidmat kepada pembaca Al Hikam tentang tiga tingkatan bashirah (pandangan). Ketiganya ini akan diurai untuk memberikan gambaran dan contoh :

1. Syu’a’ul bashirah.

Cahaya bashirah maksudnya adalah cahaya akal. Cahaya akal adalah cahaya permulaan, maksudnya dengan akal seseorang terkena hukum syariat. Dengan demikian, orang yang gila tidak terkena hukum syariat. Ahkamul khamsah (hukum yang lima) yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, mubah diletakkan beban hukum pada manusia dewasa yang berakal. Akal sehat sangat butuh kepada dalil, sebab akal sehat hanya bicara sekitar bukti dan pembuktian, seputar keterangan demi keterangan, dari dalil ke dalil, dari penjelasan ke penjelasan yang bertumpu pada kehadiran materi konsep,  prinsip, prosedur, fakta dan nilai. Diantaranya, ketika akal sehat menuntut penjelasan bahwa Allah swt itu dekat, penjelasan tersebut harus metodologis ilmiah, objektif, sistematis, rasional, universal, berbasis data, bisa diuji dan bisa diobservasi, tapi setelah dipenuhi persyaratan ilmiah di atas, banyak pula yang belum percaya, seperti Abu Jahal dan kawan-kawannya. Pada posisi ini, akal sehat bisa mengantarkan seseorang beriman kepada Allah swt, dan akal sehat jugalah yang kufur dan mendebat Allah swt (jadal).

Tidak sedikit manusia yang menggunakan akal sehat berujung kufur kepada Allah swt dengan akal sehat dirinya sendiri.  Firman Tuhan yang luhur dalam surah Luqman ayat 20 :  ... dan diantara manusia ada yang mendebat Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk (hidayah) dan tanpa kitab yang menerangi (Al Qur'an).

Bahkan dengan akal sehatlah sering manusia mendebat Allah swt dengan mencari alasan-alasan (dalil) yang dirasionalkan, sehingga diterima akal sehat untuk tidak menunaikan perintah Allah swt dan diterima akal sehat untuk bisa melanggar aturan-aturan Allah swt. Orang tua dan sekaligus guru bagi penulis, yang mulia Allah yarham H. Zahran pernah berbincang ringan dengan penulis, bahwa orang yang menggunakan akal sehat untuk tidak menunaikan suruhan Nya dan melanggar larangan Nya, orang tersebut tidak masuk neraka dan tidak dibakar, tapi Allah swt masukkan dulu dia ke dalam tempayan, lalu tempayan itu yang dimasukkan ke dalam neraka, Allah swt tidak membakar dirinya, tapi Allah swt hanya membakar tempayan di dalam neraka.

Bantahan mereka terhadap Allah swt dengan akal sehat yang telah menghijab (mendinding) dirinya dengan Allah swt, nanti akan Allah swt bantah mereka di pengadilan Allah swt. Sebagaimana kalam qadimNya dalam surah Al Kahfi ayat 54 - 55 : Dan sungguh pasti Kami telah sering menjelaskan berulang-ulang kepada manusia perumpamaan (pelajaran - pelajaran) di dalam Al Qur'an ini, adalah kebanyakan manusia selalu membantah. (Seharusnya) tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan memohon ampunan kepada Tuhan nya, kecuali mereka berkeinginan (dengan tidak beriman) datangnya hukum Allah (sunnah Allah) kepada orang-orang terdahulu, atau (orang yang tidak beriman) menunggu datannya adzab (siksa) dengan nyata (dihadapan mereka). Ayat ini telah jelas mengulas, bahwa akal yang tidak disinari oleh iman, bukan akal sehat (aqlun salim), tetapi akal yang sakit (aqlun saqim). Akal sakit bermakna hati yang sakit  (qalbun saqim) sehari - harinya hanyalah berdebat, seperti firman Tuhan yang maha suci lagi tinggi dalam surah Al Kahfi ayat 56 : Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira (mubasyir) dan kabar menakutkan (mundzir). Tetapi, orang-orang kafir membantah dengan cara yang batil (aqlun saqim) agar dapat melenyapkan yang haq (Al Qur'an), lalu mereka (dengan sombong) menjadikan ayat-ayatKu dan apa yang diperingatkan kepada mereka (surga dan neraka) sebagai bahan gurauan (sebagai olok-olok).

Dengan akal sehatpun kita tidak boleh menghina atau mencari kesalahan Al Qur'an. Zaman yang terus bergulir ini menjadi medan saksi bagi orang-orang yang telah berjatuhan di jalan iman dan berguguran di kancah dakwah. Tidak sedikit mereka yang menukar ganti hari-hari kesibukan ibadah mereka menjadi hari-hari memuja duniawi. Dahulunya adalah orang shaleh, sekarang dan kemudian menjadi orang salah karena sedikit telah menambah kantong - kantong pengikut, sedikit gelar dan sedikit penambahan pundi - pundi khazanah duniawi. Allah swt peringatkan mereka yang telah lalai setelah ingatnya, mereka yang sekarang durhaka setelah taat mereka, dengan firman Allah swt dalam surah Al Kahfi ayat 57 : Dan siapakah yang lebih dzalim dari pada orang-orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling dari Al Qur'an dan melupakan (dahulu) apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya  ? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, sehingga mereka tidak mampu memahaminya (Al Qur'an) dan ada sumbatan di telinga mereka. Kendatipun engkau (Muhammad) menyeru mereka petunjuk (hidayah), niscaya mereka tidak dapat menerima petunjuk (hidayah) selama-lamanya.

Semestinya, cahaya akal mengantar pada pemahaman dan pengenalan adanya wujud Allah swt yang maha tunggal, disinilah fungsi akal sebagai alat bagi mengamati gejala-gejala alam yang bergerak (dinamis) berdasarkan surah Al Ghasiyah ayat 17 - 21 : Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana diciptakan  ? Langit, bagaimana ditinggikan  ? Gunung, bagaimana ditegakkan  ?  Bumi, bagaimana dihamparkan  ? Maka, berilah peringatan (kepada manusia), sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan.

Dengan akal sehat (aqlun salim) yang bercahaya (nurul aqli) mampu menembus kegelapan (dzulum) alam semesta. Bahwa yang tegak nyata di alam semesta ini hanyalah Allah swt sebagai wujud haqiqi, sedangkan yang selain Allah swt hanyalah wujud majazi, karena ada diadakan, hadir dihadirkan, hidup dihidupkan, mati dimatikan. Sekehendak sang pemilik, Allah swt. Seperti kalam Tuhan dalam surat At Thariq ayat 5 - 10 : Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan, dari air mani yang terpancar, yang keluar di antara tulang punggung (sulbi) dan tulang dada, sungguh Allah kuasa mengembalikan (hidup setelah mati),  pada hari ditampakkan seluruh rahasia (sir), manusia tidak memiliki kekuatan dan tidak mempunyai penolong.

2. ‘Ainul bashirah.

Ainul bashirah sering diartikan cahaya ilmu. Cahaya ilmu menjadi tingkatan kedua yang masih sebagai alat untuk mengenal dan mengerti tentang Allah swt. Fungsi cahaya ilmu ini menjadikan alam semesta untuk mengenal Allah swt. Alam semesta ini digerakkan oleh kekuatan yang maha dahsyat. Tetapi jika tanpa hidayah, ilmu akan liar dan bisa menyembah alam untuk kepentingan hawa napsunya. Ilmu bagi manusia adalah cahaya dari Allah swt yang dititipkan kepada hamba pilihan Nya, tapi setelah mereka merasa berilmu, mereka berbuat semena - mena untuk kepentingan dan kekayaan dirinya seperti Haman.

Cahaya ilmu inipun sama dengan akal dalam hal (keadaan) selalu membutuhkan dalil (alasan) untuk menyatakan Allah swt itu ada, Allah swt itu hadir, Allah swt itu maha penyayang, Allah swt itu maha pengasih. Ilmu yang benar adalah ilmu yang mendapat hidayah langsung dari Allah swt tanpa perantara. Tanpa perantara disini dimaksudkan supaya tidak ada yang merasa berjasa di hadapan Allah swt, baik merasa berjasa karena guru yang mengajar, dan merasa berjasa karena murid mau belajar. Apabila demikian keadaannya, terhijab Allah swt dengan ilmu pengetahuan.

3. Haqqul bashirah.

Haqqul bashirah adalah kebenaran pandangan yang tembus kepada batin dunia dan hawa napsu sebagai pelajaran ('ibrah), sudah tidak terdinding lagi antara hatinya dengan Allah swt. Haqqul bashirah juga sering disamakan kandungan maknanya dengan haqqul yaqin (kebenaran keyakinan), jika telah terlihat bahwa hanya ada Allah swt yang mawjud pada alam semesta, tiada lagi perbuatan alam, sifat alam, nama alam dan dzat alam, bermakna ketiadaan itu semua tersimpul pada kalimah La mawjud (tidak ada yang wujud) dan segera disusul dengan kalimah itsbat (peneguhan) illallah (kecuali yang wujud hanya Allah), di dalam kesempurnaan kalimah La mawjud illallah. Haqqul yaqin pada meniadakan yang dicintai dalam perbuatan cinta, sifat cinta, nama cinta dan dzat cinta hanya itsbat (peneguhan) perbuatan, sifat, nama dan dzat cinta hanya Allah swt sang maha pencinta (Al Wadud) di dalam simpul syahadah La mahbub illallah. Demikian pula, Allah swt yang maha diketahui, terang dzahir Nya - terang batin Nya, dalam simpul syahadah La ma'lum illallah. Atau, Allah swt yang maha diketahui perbuatan, sifat dan nama Nya, sedang yang tersembunyi adalah dzat Nya (ghaibul muthlaq), selain itu Dia diketahui dan dikenal langit dan bumi dalam simpul syahadah La ma'ruf illallah. Lalu, Dia selalu hadir dan tidak pernah pergi saat taat atau maksiyat hamba, selalu menyertai dan sangat dekat, bahkan lebih dekat daripada urat leher manusia, simpul syahadahnya adalah La mahdur illallah.

Kehadiran Allah swt pada setiap detiknya menjadi penciri dan penguat bagi cahaya yaqin (nurul yaqin) dan cahaya pengenalan terhadap Allah dengan Allah (nurul ma'rifatullah billah). Dengan demikian, jadikan Allah swt sebagai khalil (sahabat terbaik) di dunia dan di akhirat. Atau, bersahabatlah dengan orang yang tidak mengikuti hawa napsunya.

Demikian tiga cahaya yang dapat disajikan pada majelis taklim online kali ini. Kali lain akan kembali kita hadirkan kepada netizens tema-tema untuk menambah pundi-pundi akhirat sebagai bekal menghadap Nya dan sebagai amal jariyah di sisi Nya. Teruslah mengikuti sajian - sajian keagaaman bersama kami dalam rangka memupuk kedekatan dan kecintaan dengan Nya. Wallahu a'lam.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

AN NURIYAH

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN