Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2021

Al Hikam - Kajian 34 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM - HIKMAH 34 AMAL Berkata gurunda mulia mursyid Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala 'anhu : Tidak ada amal yang lebih dapat diharapkan qabul dari amal yang tersembunyi engkau menyaksikannya (syuhuduh) serta amal yang remeh menurutmu bentuknya (wujuduh). Syarah Al Hikam bagian 34 ini, untuk memberikan makna amal yang qabul (mabrur) dan amal yang tidak qabul (mardud) sekira - kiranya adanya indikator (petunjuk) yang mengarah pada pembacaan,   pengenalan dan pemahaman keduanya, dimana amal qabul selanjutnya kita tujukan, arahkan hati kepada syarat - syarat untuk penerimaan amal (lil qabul)   dan menghindari diri dari amal - amal yang tertolak dari rahmat hadirat Allah swt. Berikut uraiannya   : 1. Amal yang qabul (mabrur). Melupakan amal baik (amal shalihat) sesuatu yang sangat penting, bukan lupa beramal dan bukan tidak beramal. Tetap beramal shalihat tapi jangan diingat atau jangan diungkit lagi apalagi diviralkan. Tetapi, memviralkan amal sh

Al Hikam - Kajian 33 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM KAJIAN 33 HATI YANG MATI Telah berkata gurunda mulia syaikh imam mursyid Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala : Diantara sebagian dari tanda - tanda matinya hati adalah tidak merasa rugi terhadap keluputan taat, serta sebagiannya lagi adalah tidak merasa menyesal terhadap perbuatan dosa yang telah dilakukan. Syarah kajian 33 ini lebih menekankan sikap si hamba terhadap dosa dan pahala. Apabila si hamba memandang remeh terhadap amal taat, sehingga tidak bergegas menunaikan amal taat, sungguh itu cermin hati diri yang mati (mautul qalbi). Mati hatinya dari memandang bahwa Allah swt sedang berseru mengundang menikmati hidangan - hidangan amal, bahwa Allah swt sedang membuka pintu - pintu amaliyah shalihat, bahwa Allah swt sedang menganugerahkan peluang yang besar dalam dzikrullah dan ma'rifatullah, tetapi sayang beribu kali sayang, kesempatan itu tidak digunakan oleh si hamba untuk memasuki pintu - pintu Tuhan dalam perkenan amaliyah shalihat, saya

Al Hikam - Kajian 32 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM - KAJIAN 32 DZAKIR Kedudukan (maqam) dzikir (mengingat bukan menyebut) adalah kondisi hamba berkesadaran dalam bertuhankan Allah swt. Walaupun dalam praktik dzikir belum menemukan rasa (zauq) berkesadaran bertuhan jangan berhenti berdzikir. Proses dzikir harus dijalankan terus - menerus sebagai perjalanan (suluk) bagi pendzikir laki-laki dan pendzikir perempuan (dzakir atau dzakirah), karena mujahadah (perjuangan) mereka yang tidak kenal putus asa, di kemudian hari Allah swt beri mereka halawatudz dzikir (manis dalam berdzikir), dan berjinak - berjinaklah mereka dalam kemesraan cinta dengan Allah swt (al unsu billah). Dalam hal ini, berkatalah gurunda mulia syekh Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala 'anhu shahibul hikam : Jangan kamu tinggalkan dzikir karena ketiadaan hatimu hadir bersama-sama Allah di dzikirmu.  Sebab, ketiadaan dzikirmu kepada Allah lebih berbahaya daripada ketiadaan hadirnya hati engkau kepada Allah. Maka, terus - menerus lah b

Al Hikam - Kajian 31 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM KAJIAN 31  ZAHID Zahid merupakan sosok manusia yang zuhud terhadap dunia, dunia yang sementara tidak bisa hinggap di hatinya. Sebab, manusia zahid telah kehilangan rasa cinta kepada dunia. Dalam hal ini, zahid terbagi atas tiga kelas kezuhudan : 1. Zahid bidayah (permulaan) Zahid yang mengambil dunia hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan primernya saja secara sederhana sebagai amanat yang dipikulkan Allah swt kepada zahid sebagai kepala negara, kepala daerah, kepala rumah tangga atau untuk keperluan diri dan amanat sebagai warga masyarakat, agar tidak meminta - minta (sandang, pangan dan papan). Dimensi zahid ini   sudah tidak ada lagi hasrat dan syahwat kepada cinta dunia. Apa yang didatangkan Allah swt hanyalah sebagai media menunaikan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai ayah atau ibu, sebagai anak, sebagai guru, sebagai murid dan sebagainya. Pada posisi ini, zahid telah bercahaya dengan cahaya Allah swt dalam penglihatan dan pendengaran (abshari nura wa sam'i