Al Hikam - Kajian 32 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

 


AL HIKAM - KAJIAN 32
DZAKIR

Kedudukan (maqam) dzikir (mengingat bukan menyebut) adalah kondisi hamba berkesadaran dalam bertuhankan Allah swt. Walaupun dalam praktik dzikir belum menemukan rasa (zauq) berkesadaran bertuhan jangan berhenti berdzikir. Proses dzikir harus dijalankan terus - menerus sebagai perjalanan (suluk) bagi pendzikir laki-laki dan pendzikir perempuan (dzakir atau dzakirah), karena mujahadah (perjuangan) mereka yang tidak kenal putus asa, di kemudian hari Allah swt beri mereka halawatudz dzikir (manis dalam berdzikir), dan berjinak - berjinaklah mereka dalam kemesraan cinta dengan Allah swt (al unsu billah).

Dalam hal ini, berkatalah gurunda mulia syekh Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala 'anhu shahibul hikam : Jangan kamu tinggalkan dzikir karena ketiadaan hatimu hadir bersama-sama Allah di dzikirmu. Sebab, ketiadaan dzikirmu kepada Allah lebih berbahaya daripada ketiadaan hadirnya hati engkau kepada Allah. Maka, terus - menerus lah berdzikir walaupun ketiadaan hadir hati kepada Allah. Pada saatnya nanti, kelaziman dzikirmu (lisan) akan menyertai kesadaran berdzikirmu, kesadaran berdzikirmu akan menuju kepada dzikir yang disertai kehadiran hati kepada Nya. Dan dari dzikir yang disertai kehadiran hati kepada Nya menuju kepada dzikir bersama wujud ghaib Nya serta tidak ada lagi yang selain Dia. Dan tidaklah yang demikian itu bagi Allah suatu kesukaran.

Penulis ingin mencoba mengurai apa yang telah ditulis pengarang kedalam tiga kategori tingkatan dzikir :

1. Dzikir jali

Dzikir jali sebuah ingatan kepada Allah yang dinyatakan (jali) atau didzahirkan. Dzikir lisan yang bisa didengar oleh telinga, sebuah kesadaran berdzikir dalam menyebutNya di lisan dan mengingat Nya di pikiran. Tersebut lah nama mulia Nya dalam lisan yang bersamaan dengan dzikir alam semesta yang tidak pernah berhenti sejak alam semesta diciptakan sampai kematian yang dialami oleh alam semesta. Dzikir alam semesta adalah : La khaliq illallah (tidak ada pencipta kecuali Allah), dan banyak lagi tasbih, tahmid, tamjid, dan takbir alam semesta yang tidak pernah bisa diketahui, sebagaimana firman Tuhan : Langit yang tujuh, dan bumi serta semua yang ada di dalamnya bertasbih (memuji kehebatan) Tuhannya. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih kepada Nya, tetapi kamu tidak mengetahui tasbih mereka. Sungguh, Dia maha penyantun, maha pengampun. (Bani Israil ayat 44).

Kaifiyat (tata cara teknis) dzikir jali adalah nyaring (dzihar) terucap di lisan dan terdengar di telinga, sebagai mana kalam Nya : Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia maha mengetahui sir (rahasia) dan yang paling tersembunyi (akhfa). Allah, tiada tuhan kecuali Dia, bagi Nya asmaul husna (nama - nama yang baik). (Thaha ayat 7 - 8).

Untuk kepentingan pembelajaran (lit ta'lim) sangat dibutuhkan dzikir jali serta untuk menguatkan pesan syi'ar (lit taujih) pun diperlukan dzikir jali (nyaring). Disamping, dzikir jali bisa menuntun ingatan pikiran bahwa jasmani (jasadiyah) sedang tayang (live) berdzikir. Apabila dalam kumpulan (rabithah) dan lingkaran (halaqah) dzikir yang dijalankan secara jali akan sangat menguatkan pikiran dan perasaan yang dalam waktu bersamaan bisa mengucapkan (mutakallim) dan mendengarkan (mustami') dzikir, dua sisi pahala yang didapat dalam berdzikir, tetapi dasarnya harus dengan ilmu, seperti tausyiah dari Allah swt : Maka ilmuilah, sesungguhnya Dia (Allah), tiada tuhan selain Allah, dan memohon ampunlah kepada Nya atas dosa - dosamu, dan atas dosa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu. (Muhammad ayat 19).

Perluasan cakupan dzikir jali juga bermakna da'wah. Tataran paling tinggi dari dzikir jali adalah menda'wahkan, mensyiarkan, mengajarkan, menyebarkan kalimah syahadat tauhid dan kalimah syahadat rasul. Beberapa peristiwa sejarah para nabi, para sahabat dan para muballigh yang ditolak bahkan dibunuh oleh kaumnya sendiri seperti yang terekam dalam kitab suci Al Qur'an : Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas, dia berkata : wahai kaumku, ikutilah utusan - utusan itu. Ikutilah orang-orang yang tidak meminta balasan (imbalan) kepadamu, dan mereka orang - orang yang berada di dalam petunjuk. (Yasin ayat 20 - 21).

Masih dalam surah Yasin, materi dzikir yang disampaikan kepada kaumnya itu adalah keimanan, sebab hanyalah iman dan amal saleh sebagai pengantar menuju surga (ayat 22 - 25) : Dan mengapa aku tidak menyembah Tuhanku ? Dia (Allah) yang telah menciptakanku, dan hanya kepadaNya sajalah kamu semua dikembalikan. Mengapa aku akan menyembah tuhan - tuhan selain Allah. Jika (Allah) yang maha pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka (tuhan - tuhan berhala) tidak ada gunanya sedikitpun bagi diriku, dan mereka juga (tuhan - tuhan yang kamu sembah) tidak dapat menyelamatkanku. Sesungguhnya jika aku  (sama dengan kalian menyembah tuhan - tuhan berhala), pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Allah (Tuhan alam semesta), maka dengarkan (kesaksian imanku).

Selain itu, keutamaan (fadhilah) dzikir jali dalam makna da'wah, ta'lim, tausyiah, tarbiyah dan taujih akan memasukkan hamba dalam golongan dzikrullah dan da'i ilallah (berda'wah, menyeru manusia mentauhidkan Allah) menjadikan mereka sedekat - dekat dengan Allah swt di dalam surga Allah swt dan menjadi hamba sebagai tamu Allah swt yang dimuliakan, Allah swt puji mereka dengan ucapan : Dikatakan kepadanya, masuklah ke surga, laki-laki itu berkata, alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahuinya (bahwa aku masuk surga). Dengan apa (sebab apa) Tuhanku mengampuniku dan menjadikanku termasuk golongan orang-orang yang dimuliakan. (Yasin ayat 26 - 27).

Item pertanyaan dari ayat di atas, terjawab pada surah Fushshilat ayat 33 dan surah Muhammad ayat 7 : Dan siapakah orang yang lebih baik (ahsan) perkataannya (dzikirnya) dari pada orang yang menyeru kepada Allah (da'wah ilallah) dan mengerjakan kebaikan (amal saleh) dan berkata,  sesungguhnya aku (saksikan) termasuk bagian dari orang-orang muslim (berserah diri kepada Allah). Lalu, sebagai karamah (kemuliaan) dzikir jali dalam arti da'wah (menolong agama Allah), terdapat pula dalam surah Muhammad ayat 7 (artinya) : Wahai orang - orang yang beriman, jika engkau menolong (agama) Allah, pasti Allah akan menolongmu dan meneguhkan tapak kedudukanmu (menguatkan keyakinan imanmu).

Allah swt menuntun dengan pedoman Al Qur'an bahwa dzikir jali (nyaring atau nyata) bukan berarti berteriak, tetapi mencari posisi antara nyaring (bersuara) dan tidak nyaring (tidak bersuara). Disuruh demikian, supaya si hamba beradab kepada Allah swt terutama di dalam shalat. Di luar shalat pun arif billah beradab dalam bicara sebagai terjemahan hakikat shalat dalam kedamaian hidup sehari - hari, sebagaimana Allah swt suruh : Katakanlah (Muhammad), serulah Allah atau serulah Ar Rahman, dengan nama mana saja yang kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama - nama yang terbaik (asmaul husna), dan jangan kamu mengeraskan suaramu dalam shalat dan jangan pula merendahkannya, dan usahakan jalan tengah di antaranya. (Bani Israil ayat 110).

2. Dzikir khafi

Khafi secara bahasa (lughawi) berarti tersembunyi, sunyi, sepi dari sesuatu. Atau, sesuatu yang tidak nampak  karena tidak didzahirkan, tetapi dibatinkan. Dzikir khafi merupakan dzikir yang tidak terdengar dan tidak terdeteksi dalam bentuk gejala-gejala lisan, ucapan dan perbuatan, karena ke tersembunyian dzikir berdimensi batin dalam ruang dan waktu.

Dzikir berdimensi batin dalam ruang maksudnya ketersembunyian dzikir yang tidak bisa dilukiskan dimensi ruang nya, di masjid atau di rumah, di pasar atau di tempat kerja, dalam dimensi ruang kesendirian orang atau dalam dimensi ruang keramaian orang. Adapun dzikir batin berdimensi waktu merupakan terjemahan dari ketiadaan waktu bagi dzakir kecuali amaliyah dzikir batin. Dimensi waktu bagi pengamal dzikir khafi tidak terhalang baginya untuk menyambungkan dzikrullah. Berdimensi batin telah menembus ruang dan waktu, sehingga karena terucap, batin berdzikir tidak lagi mengenal tempat, seperti aturan fiqih, sebagai aturan dzahir. Dalam tinjauan dzikir khafi bahwa seluruh dimensi ruang dan waktu merupakan materi dzikir khafi, seperti firman Allah swt : Sesungguhnya untuk kamu pada diri Rasulullah (utusan Allah) ada uswah hasanah (contoh teladan yang baik) bagi manusia yang ingin berjumpa dengan TuhanNya dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah. (Al Ahzab ayat 21). Lalu dijelaskan lagi dalam ayat 41 : Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan mengingat Allah sebanyak - banyaknya.

Adapun pengertian dzikir khafi secara istilah (maknawi) adalah mengingat Allah swt di hati. Istiqamah dalam mengaktifkan dzikir khafi  yang bersifat batini sebagai anugerah Allah swt (minnah minallah), sebagai nikmat - nikmat dari Allah yang agung  kepadamu (ni'amikal 'adzimah) adalah hati yang senantiasa ingat dalam kesadaran berdzikir, dan hati yang senantiasa ingat dalam kehadiran berdzikir. Kesadaran dan kehadiran berdzikir pada ruang hati akan berpengaruh pada ketenangan hati (tatmainnul qulub). Allah swt menjanjikan dalam kebahagiaan abadi bagi hamba yang telah duduk pada maqam (tingkat) dzakir dalam janji Nya  : (Orang-orang yang bertaubat) yaitu mereka yang beriman dan tenang hati mereka dengan berdzikir (mengingat) Allah, ketahuilah dengan berdzikir (mengingat) Allah, hati mereka menjadi tenang, yaitu orang-orang yang beriman dan beramal shaleh kebahagiaan bagi mereka (di dunia dan di akhirat) dan tempat kembali yang baik. (Ar Ra'du ayat 28 - 29).

Dzikir khafi berpusat di hati. Artinya, apabila hati yang berdzikir sudah tersentuh, terkoneksi, terhubung, dan siaga selalu tersambung penuh dengan Allah swt, maka hati mukmin dzakir atau mukminah dzakirah akan sakinah (damai), sa'adah (bahagia), salamah (sejahtera), hasanah di dunia dan hasanah di akhirat, Allah swt paparkan dalam janji - janji anugerah agung Nya : Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan (assakinah) di hati orang-orang mukmin (karena hati yang berdzikir) untuk Allah tambah lagi kualitas iman mereka yang telah ada, dan kepunyaan Allah tentara - tentara langit dan bumi, adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. Untuk Allah masukkan mukminin dan mukminat ke dalam surga - surga (jannat) yang mengalir sungai - sungai di bawahnya (sungai susu, sungai madu, sungai arak, sungai air putih bersih jernih), mereka kekal di dalam surga - surga, dan Allah menghapus kesalahan mereka, dan adalah yang demikian itu di sisi Allah suatu keberuntungan yang besar bagi mereka. (Al Fath ayat 4-5).

Hati mukmin dan hati mukminah yang dzakir - dzakirah pertanda hati yang hidup dan hati yang bersih dari noda dosa (qalbun salim), yaitu :

2.1 Hati yang selalu bersyukur
2.2 Hati yang selalu bersabar
2.3 Hati yang selalu berbaik sangka kepada Allah.

Ketiganya itu adalah nutrisi yang bergizi (asupan makanan hati), yaitu hati yang berdzikir untuk selalu mensyukuri nikmat Nya, hati yang berdzikir untuk selalu bersabar atas musibah Nya, dan hati yang berdzikir untuk selalu berbaik sangka dan ridha atas qada' dan qadar Nya. Qalbu mukmin (hati mukmin) yang sudah dzakir disitulah Allah swt memandang dan berkenan memimpin dan menyelamatkan hati mereka dari tipuan Iblis, yaitu hati yang telah mengenal Allah swt (ma'rifatul qalbi). Menjadilah hati mukmin bercahaya (nurul qalbi) lantaran telah terisi dengan dzikrullah billah (qalbu mukmin dzikrullah), ma'rifatullah billah (qalbu mukmin ma'rifatullah).  Sebagaimana firman Tuhan dalam surah Al Waqi' ah ayat 96 : Maka bertasbihlah (berdzikir) dengan nama Tuhanmu yang maha agung.

3. Dzikir sirri

Dzikir sirri bagian tertinggi dalam amaliyah dzikrullah billah. Bersifat sangat batiniah, sirrus sari (inti dzikrullah billah) dari Allah swt datangnya nur dzikir, dengan Allah swt dan kepada Allah swt ahlu dzikir (dzakir) dengan perkenan dari, untuk, dan kepada Allah swt. Perjalanan ruh dzikrullah billah inilah yang bersifat dzikir sirri (rahasia), ada pula yang mengatakan pengenalan ruh sehingga dengan cahaya pengenalan ruh bisa berdzikir billah yang diistilahkan dengan ma'rifaturruh.

Dimensi ruang dan waktu dzikir sirri tidak beruang, artinya di mana tempat dari seluruh anggota tubuh yang dialiri ruh, disitulah ruang dzikrullah sirri aktif, sedetik atau lebih cepat dari pada itu, karena kualitas nurullah lebih cepat dari pada kecepatan malaikat, dzikrullah sirriyyah melembaga di jantung, mata, darah, daging,  tulang, telinga, lisan dan bergetar seluruh tubuh seperti firman Tuhan yang maha mulia : (Banyak mengingat Allah), seketika orang-orang mukmin melihat tentara sekutu, (ruh) mereka mengatakan, inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul Nya kepada kita, (dan ruh mereka bersaksi) dan benarlah Allah dan Rasul Nya, yang demikian tidak lah menambah bagi mereka, kecuali pertambahan keimanan (ruh) dan pertambahan keislaman (ruh). Diantara orang-orang mukminin ada yang menepati janji (ruh) tentang kematian mereka dengan Allah (ajal), dan sebagian mereka ada yang gugur (sebagai syahid) dan sebagian ada (pula) yang masih menunggu (janji Allah), dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janji ruhiyah).  Untuk Allah memberi anugerah (surga) kepada orang-orang yang benar (shadiqin) dengan kebenaran (ruh) mereka, dan menyiksa orang-orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima taubat mereka. Sungguh Allah (adalah Dia) maha pengampun lagi maha penyayang. (Al Ahzab ayat 22 - 24).

Sedangkan dimensi waktu dzikrullah billah yang bersifat sirullah ini, setiap waktu, elemen mata (dimensi ruang) yang saat memandang (dimensi waktu) ayat - ayat kebesaran Allah di alam semesta (langit dan bumi) seperti hujan, panas, atau hujan panas, ma'rifatur ruhiyah yang berkesadaran dzikir sirri (subhanallah) langsung terhubungkan (alwushul) dengan pusat (server) ruh, yaitu ruhullah. Inilah makna mutiara hikmah gurunda besar imam mursyid Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala : Dari dzikir yang disertai kehadiran hati kepada Nya menuju kepada dzikir yang disertai kemahaghaiban (Allah swt) dan (menyingkirkan)  dari segala sesuatu (duniawi), yang diingat (almadzkur) hanya Allah swt belaka.

Sungguh sangat menyesal apabila muslimin dan muslimat gagal mengenali, gagal memahami dan gagal menghayati sehingga tidak menjadi amaliyah ruhiyah keseharian, sehingga habis ruang dan waktu untuk kepentingan yang sia - sia (lupa mengingat) bahwa dalam bentangan alam semesta (langit dan bumi) hanyalah tercipta berkat qudrat dan iradat Allah yang berasal dari ilmu dan hayat Allah swt, seperti keadaan kegelapan mereka yang kafir : Dan sungguh sangat pasti, Kami akan isi neraka Jahannam dari kebanyakan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat - ayat Allah, mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat ayat - ayat Allah, mereka memiliki telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat - ayat Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi (daripada hewan ternak). Mereka itulah orang-orang yang lalai (ruh yang tidak mengenal Allah). (Al A'raf ayat 179).

Sebaliknya, dzakir atau dzakirah yang telah tercerahkan dengan ma'rifaturruh akan merasakan sa'adah (kebahagiaan) di kala hidup, dan merasakan sa'adah (kebahagiaan) di kala mati. Caranya adalah dengan menjalankan dzikrullah sirriyyah, salah satu cirinya adalah ridha dan diridhai (radhiyah - mardhiyah) bahwa yang dipandang dan memandang mata adalah ridhallah (ridha Allah - puas dengan Allah swt, apapun yang diberikan dan apapun yang diambil Nya). Wallahu a'lam.

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

AN NURIYAH

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN