Al Hikam - Kajian 47 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag
AL HIKAM KAJIAN 47
HARAPAN ARIF BILLAH
Harapan seseorang tentang sesuatu dan tujuan dari perbuatannya
sangat beragam. Hal ini sesuatu yang wajar, kualitas (mutu) sebuah harapan
sangat dipengaruhi oleh ilmu yang dimiliki oleh seseorang. Ilmu tersebutlah
yang mengantarkannya pada mutu tujuan, mutu perbuatan dan mutu balasan pahala
(tsawab) di sisi Allah swt. Orang yang ilmunya berkisar pada ilmu pengetahuan
jasadiyah (biologis), niscaya tujuan - tujuan hidupnya pun bekisar pada harapan
capaian mutu biologis seperti punya rumah mewah supaya bisa dibanggakan di tengah - tengah pergaulan dan pertemanan,
minimal tidak dihina miskin. Harapan pada capaian kendaraan - kendaraan yang
mewah supaya mudah bepergian dan terangkatlah derajatnya karena hak kepemilikan
pada benda - benda tersebut. Inilah pembelajaran yang menjadi contoh setiap
tahunnya ketika mudik ke desa, bahwa tanda "orang sukses" adalah
mampu menghadirkan koleksi karena telah bisa mempertontonkan atau memamerkan
kekayaan, kepangkatan, kenyamanan dan kemudahan hidup. Lalu, contoh tauladan
hidup ini pula telah ikut mempengaruhi atau minimal memberi andil kepada orang
desa bahwa orang kota yang berhasil adalah dengan cara membawa properti - properti
warga perkotaan kepada warga pedesaan walau dengan jalan kredit. Terpenting
adalah aku dan keluargaku "nampak sukses". Hal ini tidak selamanya
salah, tetapi tidak selalu benar. Mungkin tidak salah karena secara benar dia
menjalani hidup di kota dengan cara iman, ilmu dan amal shaleh. Apa yang
disebut dengan cara iman adalah dia hidup dengan beriman. Iman memiliki tujuh
puluh tujuh cabang, cabang utama yang teragung dan tertinggi adalah kalimah
Lailahaillallahu Muhammadur Rasulullah, sedangkan cabang iman yang terakhir
adalah membuang duri di jalan demi keselamatan para pengguna jalan. Dengan cara
ilmu maksudnya, dia sekolah, kuliah dengan jujur, rajin, ulet, tahan uji, tahan
banting, hemat, cermat, taqwa, tawadhu', kemudian Allah swt membimbingnya dan
mengarahkan pada jalan - jalan penyembahan (hayya 'alash shalah) dan jalan -
jalan berkemajuan dan berkejayaan (hayya 'alal falah). Adapun dengan cara
'amal, dia mengamalkan sifat - sifat Rasulullah saw (semoga Allah memberkahi,
menyampaikan salam dan shalawat kepada baginda junjungan alam, pemimpin para
nabi dan maha guru dan maha penasehat untuk ummat, memohon selalu kepada Allah swt yang dengan rahmat Nya, kita semua dicucuri salam dan dihujani
shalawat dari baginda panutan dan teladan), yaitu sifat shiddiq (jujur,
integritas, disiplin), amanah (dapat dipercaya, transparansi, akuntabilitas
publik, siap diaudit, tercatat, terukur dan berbasis iman musyahadah dan
muraqabah), tabligh (komunikatif, aspiratif dan responsif, open minded, terbuka dan siap
menerima masukan dan kritik, perencanaan - pelaksanaan - pelaporan kerja,
musyawarah dan mu'asyarah bil ma'ruf, punya rasa kepedulian lingkungan - sence
of bilonging - dan rasa bertanggung
jawab - sence of responsibility - dan rasa berkesadaran sebagai warganegara
yang saling berbagi ilmu dan kebaikan), fathanah (inovatif, kreatif, inspiratif,
menggagas karya - karya untuk keselamatan dunia - akhirat, kebahagiaan lahir -
batin, dinamis, berwawasan ke depan, menghargai perbedaan, mencintai ilmu,
mempelajarinya, mengajarkannya, mengamalkannya, mendakwahkannya, mensyiarkannya
sebagai insan pembelajar selamanya sebuah profesi yang dibawa hingga kehadapan
Allah swt).
Kedatangannya ke desa dikenali sebagai inspirator contoh nyata dan
bukti hidup orang-orang yang meniti jalan Allah swt yang diberkahi dengan iman,
ilmu dan amal serta menepati dan menetapi jalan - jalan kebenaran tanpa
melenceng berkat inayat dan rahmat Allah swt. Inilah "anak desa
berhasil" dengan keberhasilan yang sesungguhnya dalam hidayah, ma'unah,
ilhamah dan irsyadah dari Allah swt. Sosok suri
seperti inilah yang menjadi teladan bagi desa bahkan tempat di mana dia
berada sebagai penarik gerbong bagi jalannya kereta api melaju - menuju dan
sampai kepada stasiun kemuliaan sebenarnya (kramat jati). Perjalanan hidup
mulai dari desa - sekolah - kuliah - hamba Allah swt yang berma'rifatullah
billah, lalu belajar dan mengajar, mengajar dan belajar adalah titian hidup dan
matinya dalam titian kecintaan. Cinta kepada Allah swt inilah yang telah
mendorong dirinya untuk berbagi cerita "sukses", agar diikuti oleh
generasi dibelakangnya. Sosok yang sebenarnya dari ahli waris nabi Muhammad saw
(semoga Allah swt memberi rahmat kepada kita semua berkat diutusnya baginda),
yaitu dengan rela berbagi cerita dan dengan rela berbagi ilmu.
Harapan arif billah tidak ada yang lain kecuali semua rahmat (kasih
sayang) Allah swt terlimpah pada keseluruhan alam (ruh rahmatan 'ammah). Arif
billah berpengharapan supaya seluruh ummat nabi Muhammad saw diampuni
(Allahummaghfir ummata Muhammad), disayangi (warham ummata Muhammad), ditolong
(wanshur ummata Muhammad), diperbaiki keadaan ummat Muhammad (wa - ashlih
ummata Muhammad), bukakanlah pintu - pintu kebaikan, kebahagiaan dan
keselamatan bagi seluruh ummat Muhammad (Allahummaftah ummata Muhammad), supaya
ummat Muhammad diberikan rezeki ma'rifatullah billah sebagai rezeki tertinggi
(Allahummarzuq ummata Muhammad). Menanggapi doa - doa mulia untuk seluruh ummat
nabi Muhammad saw (mudahan Allah swt memberi rahmat, dan kehormatan berkat
serta tahiyyat kepada beliau dan ummatnya), telah berkata Al Imam Al Arif billah
Ma'ruf Al Karkhi dan Al Habib Al Arif billah Abdullah bin Alawi Al Haddad
mengatakan, siapa yang membaca doa tersebut, Allah swt akan dekatkan dia pada
jalan - jalan yang telah ditempuh oleh para waliyullah min auliya Allah.
Orang yang berpengharapan kepada Allah swt tidak lagi marah. Sebab marah adalah ketidak - relaan dengan keadaan yang tidak aman, ketidak - relaan dengan suasana yang tidak nyaman. Pemilik keadaan dan pemilik suasana adalah Allah swt, sungguh memalukan bahwa setiap malam dan setiap hari si pemarah telah memarahi Allah swt pada hakikat pemilik kedua keadaan - suasana. Rela kepada Allah swt telah meniadakan marah, karena marah menunjukkan perintah - perintah ke arah kejahatan (ammar bis su'). Ammarah bissu' menyuruh kepada ketiadaan syukur lalu menjadi kufur, ketiadaan lapang hati menuju sempit hati, ketiadaan cinta lalu muncul benci, ketiadaan sayang lalu muncul bengis, ketiadaan kehalusan perangai lalu muncul kekasaran perangai. Marah adalah pintu pertama yang dimasuki syaithan ke dalam hati manusia untuk menciptakan suasana gaduh, lalu menjelma menjadi perilaku binatang buas seperti menyalak, meraung, menggong - gong, meratap, berteriak, menendang, meninju, menerkam, minimal membenci sebagai nuktah aswad (titik hitam) di hati. Hakikatnya marah merupakan memarahi Allah swt, yang disuruh adalah jangan marah, tapi carilah jalan keluar (solusi) dari kegaduhan dan kekacauan ruang hati. Berpikir jernih, berakal sehat lalu berbatin sabar jauh lebih baik dari pada marah melulu. Terdapat perbedaan definisi yang prinsipil antara memarahi dengan menasehati.
Marah berangkat dari hati yang kesal, benci, merasa diri bersih,
merasa diri disiplin, merasa diri taat aturan. Bersih, disiplin dan taat
merupakan perilaku kebaikan, tetapi jika telah berubah menjadi merasa, merasa
lebih bersih dari orang lain, lalu kesal, benci dan marah kepada orang-orang
yang kotor. Merasa dirinya telah disiplin lalu kesal, benci dan marah kepada
orang-orang yang tidak disiplin. Merasa dirinya telah taat aturan lalu kesal,
benci, marah, menilang, menghukum, memenjarakan dan menyiksa orang-orang yang
tidak taat aturan. Indikator lain dari marah juga adalah dengan nada bicara
meninggi, menggurui, menyalahkan, menyakitkan dan melukai perasaan, disamping
marah tidak berangkat dari kehalusan dan kelemah - lembutan budi ruhani adalah
juga bertujuan jahat untuk memalukan orang lain di dalam forum termasuk forum
online dan forum offline, menjatuhkan harkat dan martabat saudaranya di depan
publik, menanggalkan harga diri orang lain serta membunuh karakter dengan
mempublish keburukan - keburukan orang lain secara manual dan digital. Apa yang
menjadi aib keburukan orang lain hari ini telah menjadi trending topic
pembicaraan dan perkataan hingga di ruang - ruang dapur, sebuah dosa Dajjaliyah
yang telah menyebarkan fitnah - fitnah. Ruang - ruang kuliah sudah menjadi
mimbar Dajjaliyah, ruang - ruang pasar demikian juga telah menjadi lapangan
ghibah, namimah dan fitnah, tak kalah serunya pada media sosial pun menjadi
ajang dosa ghibah sesama netizen di dunia maya, walaupun mereka belum pernah
ketemu.
Apakah pendorong dan pemantik sehingga menyebabkan orang bisa marah
? Pemantik itu diantaranya rasa lelah
dan letih akibat kerja dengan hati yang belum ikhlas. Jika marah karena lelah -
letih maka dua itu menyebabkan dosa. Tapi jika lelah - letih diikhlaskan maka
membuahkan buah pahala. Dapat dipahami bahwa apapun yang terkuras, terambil,
terkurang, tertilang, tertinggal dan terhilang dari diri seseorang seperti
kehilangan diri (kematian), kekurangan harta benda, kehilangan orang-orang yang
disayangi, kekurangan buah - buahan, dan berilah kabar gembira kepada orang
yang sabar berupa pemberian Allah swt yang sangat banyak berupa anugerah sabar
itu sendiri, lalu anugerah rahmat dan shalawat dari Allah swt. Tidak ada yang
Allah swt ambil (debet) dari harta dan jiwa kecuali Allah swt kucurkan kredit
tanpa suku bunga, bahkan kredit yang melimpah ruah seperti hidayah, hikmah,
hilmah, burhanah, bayanah, irsyadah dan jannah. Sebuah kemestian bahwa benih
dan pohon kebaikan akan berbuah kebaikan pula.
Percikan - percikan amal yang diridhai Allah swt itulah yang dikejar dan menjadi arena pacuan balapan menuju gelanggang demi gelanggang sirkuit amal shaleh. Setiap detiknya berkejaran antara waktu dengan amal shaleh sebagai bekal untuk kehidupan yang berkeabadian. Nasib kita di sana (akhirat) ditentukan di sini (dunia). Jangan sampai kita menghadap Allah swt dalam keadaan berhutang kepada Allah, pasti akan ditagih seperti kalamullah maha mulia, Allah swt ilahi - rabbi : Maliki yaumid din (Raja pada hari pembalasan). Sungguh, Surah Al-Fatihah ayat empat telah menginspirasi di pagi ini.
Agency - agency dunia hari ini sudah sangat banyak, mereka merayap
mempromosikan bahwa ruang dunia adalah zona aman dan nyaman, mereka
mempropaganda seakan hidup di dunia ini masih lama, mereka menyebarluaskan
bahwa dunia harus dinikmati dengan berbagai aneka kuliner, travelling, sauna,
yoga, olahraga mahal, bahkan perjudian kelas dunia dan perzinahan kelas dunia
yang terancang rapi secara modern dan higienis. Agency - agency berkelas
internasional secara digital telah merambah sampai ke rumah - rumah pedesaan,
sekolah dan perguruan tinggi. Tawaran - tawaran yang diberikan pun sangat
terpelajar. Berita - berita dunia pun terakses dengan cepat, tepat dan akurat,
memuat berita yang selalu up date setiap menitnya. Penerbangan - penerbangan
internasional pun selalu diperbaiki kualitasnya, mulai dari kelayakan pilot, co
pilot, pramugara - pramugari hingga manajemen perusahaan penerbangan
internasional yang terlink dan
terkoneksi satu sama lain. Tidak kalah pentingnya mutu pada perusahaan
perkapalan yang memuat logistik sebagai media penghubung antar benua, selalu
berbenah diri dan selalu meningkatkan diri untuk standar mutu berkelas
internasional. Untuk kepentingan pelayanan prima dan kenyamanan kelas
eksekutif, maka disekolahkan dan dikuliahkan untuk memenuhi tuntutan demi
tuntutan yang berkesinambungan. Sungguh pelayan - pelayan dunia dengan berjuta
atribut dan tingkat kenyamanan mulai dari kelas bisnis, eksekutif dan royalti
ikut membuat dunia semakin indah mempesona, indah memikat dan indah memukau.
Bagaimana Dubai saling meninggi bangunan tower di negara - negara teluk, Emirat
Arab, Qatar, Dubai, Kuwait dan Arab Saudi sebagai negara - negara dengan
bangunan pencakar langit.Tidak ketinggalan untuk memperlancar semua itu,
dibangunlah infrastruktur yang menghubungkan antar negara secara cepat, dan
semakin terus diperbaiki kualitasnya.
Bagaimana dengan agency - agency akhirat. Dimanakah mereka, atau sudah terlupakan, atau tidak mendapat tempat di hati peminat, atau tidak ada ruang promosi, atau kalah bersaing di pasar - pasar egency dunia, atau ada kemungkinan yang lain ? Betapa pentingkah agency - agency akhirat sehingga perlu diperhatikan. Allah swt nyatakan dalam kalamullah surah Muhammad ayat 7 yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan pendirianmu (Muhammad ayat 7). Seterusnya pada surah As Saf ayat 14, Allah swt berfirman : Wahai orang - orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong - penolong agama Allah sebagaimana Isa putera Maryam telah berkata kepada pengikutnya yang setia, siapa yang akan menjadi penolong - penolongku (untuk menegakkan agama) Allah ? Pengikut - pengikutnya yang setia itu berkata : Kamilah penolong - penolong (agama) Allah, lalu segolongan Bani Israil beriman dan segolongan yang lain kafir, lalu Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh - musuh mereka, sehingga (pengikut setia Isa putera Maryam) menjadi pemenang.
Ruh (esensi) agama tauhid dalam ajaran Allah swt melalui Nabi Isa
putera Maryam telah diselewengkan dalam sejarah kurang lebih di tahun 325 M.
Lalu datanglah Nabi Muhammad saw yang dilahirkan pada tahun 571 M, 40 tahun
setelah itu baginda diangkat oleh Allah swt sebagai nabi yang ke 25, sedang Isa
putera Maryam alaihissalam adalah nabi, utusan Allah swt dan manusia biasa.
Penyimpangan agama tauhid yang sejatinya monoteisme murni (ahad) yang tiada
berbilang dan tiada padanan katanya, dengan kehadiran nabi Muhammad saw sebagai
nabi akhir zaman bertugas memperbaiki kerusakan - kerusakan keyakinan ummat -
ummat terdahulu melalui firman - firman suci Tuhan dalam Al Qur'an untuk
memperingatkan kesesatan ajaran, seperti dalam surah Al Kahfi ayat 4 - 5 : Dan
untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, Allah mengambil anak laki-laki
(sebagai tuhan). Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu,
begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jelek kata - kata yang keluar dari mulut
mereka (Allah memiliki anak laki-laki), dan tidak yang mereka katakan kecuali
kebohongan (fitnah tentang Allah). Ditemukan pula dalam surah Bani Israil ayat
111 : Dan katakanlah, segala puji bagi Allah yang tidak memiliki anak
laki-laki, tidak memiliki sekutu dalam kerajaan Nya dan Dia tidak memerlukan
penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung - agungnya.
Kebenaran - kebenaran ajaran tauhidullah jangan dirubah, jangan
ditukar - ganti. Agama Islam sudah final, jangan ada campur tangan manusia
dalam sejarah mengubah atau mengalihkan status Tuhan. Apa yang disuruh oleh
Allah swt hanyalah taqwa, dan hanya kepada Ku sajalah kamu bertaqwa (faiyyaya
fattaqun), hanya kepada Ku sajalah kamu berbakti (faiyyaya farhabun). Farhabun
- rahaba - rahib artinya tidak mengubah isi kitab - kitab suci yang telah Allah
swt turunkan berupa kitab Taurat kepada nabi Musa alaihissalam, kitab Zabur
kepada nabi Daud alaihissalam, kitab Injil kepada nabi Isa putera Maryam binti
Imran, dan pamungkas kitab suci Al-Quran kepada nabi Muhammad saw yang berarti
menghimpun isi kitab - kitab terdahulu (qara - a, yaqra - u, qur'anan).
Informasi terlengkap sebagai kitab terakhir yang disampaikan oleh nabi Muhammad
saw, tidak ada nabi setelah baginda (la nabiyya ba'dah).
Arif, abid, rahib, zahid merupakan gelar - gelar ketundukan kepada
Allah swt dan Rasulullah saw, sama sekali jauh dari sifat takabbur
(kesombongan) dan dari sifat ananiyah (keakuan), apalagi merubah kalam - kalam
qudus Tuhan (subbuh - quddus, rabbuna wa rabbul malaikatu war ruh). Tuan
gurunda mulia al imam fadhilah, al mursyid ilallah, al arif billah, berkata :
Harapan arifin billah hanya kesungguhan dalam kehambaan kepada Allah dan hanya
menunaikan hak ketuhanan untuk Allah (Ahmad bin Athaillah As Sakandari
rahimahullah hafidzahullah subhanahu wa ta'ala, semoga Allah swt senantiasa
menambah cucuran rahmat dan afiyat kepada ruh gurunda, dan para murid dan salik
diberi Allah swt kemudahan dengan mahmudah Allah swt mengamalkan nasehat
gurunda mulia serta mengumpulkan para murid dan salik di dalam surga dunia dan
surga akhirat serta menghimpun kami bersama Allah swt dengan rahmat Allah swt
beserta para nabi dan aulia Allah swt di jannat).
Berdasarkan butiran permata nasehat tuan gurunda ada dua jalan
(suluk) yang wajib dilewati bagi ketercapaian harapan arif (jamak : arifin
billah - fillah) yaitu menampakkan kehambaan di hadapan Allah (ubudiyyah) tanpa
ada kritik kepada Allah swt, semata - mata hamba yang menunaikan perintah taat
dan menjauhi larangan maksiat. Sedangkan yang kedua adalah semata - mata
menunaikan apa yang menjadi hak ketuhanan (rububiyyah) Allah swt, dalam arti
hanya memuji Nya, mengagungkan Nya, tanpa sedikit pun melecehkan atau
menghinakan Nya, teragung, terpuji, terluhur, terbaik, terbesar, tertinggi
tanpa ada yang mampu menandingi Nya.
1. Ubudiyyah
Kehambaan (ubudiyyah) pemaknaan secara sederhana merupakan
pengakuan kehambaan. Hamba juga berarti tidak memiliki apa - apa dan tidak
memiliki siapa - siapa, kecuali tuannya. Tuannya itulah yang dipertuhankan,
tanpa berani membantah. Tuannya itulah yang memberinya makanan, minuman,
pakaian, tempat tinggal, kesehatan, kemudahan. Atau sebaliknya, tuannya juga
yang menyempitkan kehidupannya, tuannya juga yang menarik apa yang telah
diberikannya seperti kematian setelah kehidupan, kesakitan setelah kesehatan,
kesulitan setelah kemudahan. Atau keadaan kemudahan setelah kesulitan,
kesehatan setelah kesakitan, kehidupan setelah kematian. Dua keadaan tersebut
dipergilirkan oleh Allah swt, untuk menguji status kehambaan di hadapan Allah
swt. Tetap menjadi hamba Ku, atau menjadi hamba napsu, mencaci saat kesulitan
dan memuji makhluk saat kemudahan. Status dan posisi kehambaan (ubudiyyah) yang
selalu berubah berdasarkan keadaan cuaca batin, kondisi suhu badan serta
tergantung kepada situasi yang mengitarinya, bisa baik dan bisa buruk perasaan,
lalu perangainya pun dikendalikan oleh apa yang dipikirkan dan dikendalikan
oleh apa yang dirasakan. Apabila yang dipikirkan dan dirasakan aman dan nyaman,
maka bahagialah dia. Sedang apabila yang dipikirkan dan dirasakan tidak aman
dan tidak nyaman, sengsaralah dia. Temperatur batin yang instabilitas dan
inkonsistensi (berubah - rubah berdasarkan keadaan) kaya - miskin, senang -
susah, sehat - sakit, lapang - sempit, kenyang - lapar, tinggi - rendah, maju -
mundur, muda - tua, hidup - mati adalah telah menjadi hamba keadaan. Oleh sebab
itu, Allah swt testing ubudiyyah apakah kita betul-betul hamba Allah atau
hamba dua keadaan (hamba yang bergantung
kepada keadaan lapang lalu dia lupa kepada Allah swt atau hamba yang bergantung
kepada keadaan sempit lalu dia benci kepada Allah swt). Perihal kajian ini,
gurunda mulia al mursyid billah fillah, al arif billah, al mujahid fillah, al
fadhilah lillah imam Ahmad bin Athaillah As Sakandari rahimahullah
hafidzahullah subhanahu wa ta'ala (semoga ilmu yang bermanfaat dari beliau mengantarkan gurunda mulia dengan rahmatullah ke dalam kebaikan duniawiyah dan
ukhrawiyah berkat ketinggian pangkat dan dengan syafaat agung nabi Muhammad
saw) berujar : (Allah mempergilirkan keadaan) lapang supaya kamu jangan selalu
dalam keadaan sempit, dan keadaan sempit supaya kamu jangan selalu dalam
keadaan lapang. Dan Allah melepaskanmu dari menuhankan dua keadaan itu, supaya
kamu tidak bergantung kepada kedua keadaan itu, dan hanya bergantung kepada Allah
saja.
Keadaan gelap (malam) dan keadaan terang (siang), keadaan luasnya
rezeki (basath) dan keadaan sempitnya rezeki (kabadh) adalah tanda - tanda
kebesaran Allah swt. Jangan menyembah kepada tanda - tanda keadaan siang atau
malam, luas atau sempit, sembahlah Allah swt saja, yang maha mempergilirkan
malam dan siang, bulan dan matahari, sebagaimana kalamullah mulia dalam surah
Ibrahim ayat 32 - 33 : Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan
menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia
mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu, dan Dia telah
menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak Nya, dan Dia
telah menundukkan sungai - sungai bagimu. Dan Dia telah menundukkan matahari
dan bulan bagimu yang terus - menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah
menundukkan malam dan siang bagimu.
Allah swt melapangkan jiwa hamba Nya dari kesempitan. Lalu
menyempitkan jiwa hamba Nya dari kelapangan. Terbit dan tenggelamnya dua warna
keadaan yang berbeda supaya hamba hanya berharap kepada Allah swt dan tidak
berharap kepada dua keadaan tersebut, yaitu meminta dikekalkan kelapangan dan
meminta dimusnahkan kesempitan, bukan meminta diri Allah swt yang maha pencinta
(Al Wadud). Al Wadud merubah - rubah rasa keadaan menunjukkan kelemahan hamba
Nya, ketidakmampuan hamba mengundang keadaan lapang dan ketidakberdayaan hamba
menampik keadaan sempit. Artinya, kelapangan dan kesempitan merupakan dua sifat
keadaan yang menandakan kekurangan manusia. Lalu, manusia berharap kepada
keadaan lapang dan takut kepada keadaan sempit, status kehambaan yang demikian
adalah hamba keadaan lapang dan hamba
keadaan sempit, bukan lagi hamba Allah swt. Keadaan hamba lapang dan hamba
sempit, kemudian ada tuhan lapang dan tuhan sempit mencirikan bahwa si hamba
telah menuhankan hawa napsu yang senang kepada kelapangan dan menuhankan hawa
napsu yang benci kepada kesempitan, atau si hamba telah menuhankan wujud -
wujud lain yang telah lama bersemayam dan berdiam di qalbunya, atau menuhankan
suasana yang selalu berubah seperti tuhan cinta, tuhan benci, tuhan kaya, tuhan
miskin, tuhan lapang, tuhan sempit, tuhan malam, tuhan siang, tuhan cantik,
tuhan buruk, tuhan langit, tuhan bumi, tuhan darat, tuhan laut, tuhan sehat,
tuhan sakit, tuhan senang, tuhan susah, tuhan bahagia, tuhan sengsara, tuhan
banyak, tuhan sedikit, tuhan kota, tuhan desa, tuhan hulu, tuhan hilir, tuhan
gelap, tuhan terang, tuhan awal, tuhan akhir, tuhan muda, tuhan tua, dan
seluruh apapun dan siapapun di dunia ini bisa dipertuan - agungkan dan bisa
dipertuhan - agungkan.
Berkat inayat, rahmat, kelemah - lembutan, kekasih - sayangan,
kesantunan, kemurahan Allah swt yang telah menganugerahkan tanda lapang dan
tanda sempit, lalu Allah swt jugalah yang mengeluarkan manusia dari penjara
rasa kelapangan dan mengeluarkan manusia dari penjara rasa kesempitan menuju
Allah swt, Allah swt jugalah yang melepaskan hamba dari kendali nafsi, aqli,
qalbi dan ruhi menuju Allah swt yang kekal dan abadi, sebab yang selain Allah
swt pasti rusak dan binasa. Kemudian elemen - elemen jiwa tadi hanya mengenal Allah swt yang maha tunggal
tanpa berbilang (Al Ahad), bukan menyembah nikmat, bukan menyembah bala', sebab
nikmat dan bala' selalu timbul - tenggelam. Tidak pernah timbul - tenggelam,
tidak pernah mengantuk apalagi tidur, tidak pernah lemah dan tidak pernah
lelah, tidak pernah sakit dan tidak pernah menyakiti hanyalah Allah. Berdiri,
tegak, kokoh, teguh, kuat, hakikat yang maha ada hanya Allah swt (itsbat dalam
syahadat). Itsbat Allah swt yang maha dicintai (Al Mahbub), itsbat Allah swt
yang maha dikenal (Al Ma'ruf), itsbat Allah swt yang yang maha hadir (Al Hadir), itsbat Allah swt yang maha sedia ada (Al Wujud), dan seluruh
kewibawaan dan kekuatan Allah swt yang maha tunggal dalam fi'lullah, asmaullah
dan shifatullah yang maha indah lagi maha tinggi (Al Husna - Al 'Ulya).
Inilah hakikat dari inti ubudiyyah (kehambaan) yang ketika hamba
mengimaninya, mengislaminya dan mengihsaninya (iman, islam dan ihsan)
mewujudlah hamba - hamba Allah swt dalam sifat kehambaan sehingga dikenali dan
ditemui seorang gurunda mulia yang berhati mulia senantiasa membantu para
salikin yang sedang menempuh jalan menuju inayat dan rahmat Allah swt dengan
kesabaran dan kesyukuran gurunda sebagai yang Allah swt hadirkan ma'rifatullah
lillah, billah, fillah. Profesi guru seperti inilah umpama profesi yang telah
berada di dalam (rahmat) Allah, guru yang fillah. Dokter, menjalani profesi
dokter dengan keyakinan bahwa rahmat Allah berupa amanat kedokteran yang akan
diminta pertanggungjawaban profesi di hadapan Tuhan pada hari penghabisan
(yaumul akhir), ketika memberikan obat tidak berorientasi laba dan royalti
penjualan, tidak menjadikan pasien sebagai kelinci observasi dan uji coba
laboratorium bedah dan obat. Sebab, di dalam tubuh yang sakit, di dalam rasa
yang sengsara terdapat rintihan Tuhan yang nyata, maha meliputi, maha
menghadiri, maha memadati dan maha memenuhi. Birokrat, profesi yang apabila
dijalani dengan lillah, billah dan fillah akan melahirkan kebijaksanaan - kebijaksanaan
yang memberikan maslahat bagi orang banyak. Lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif bekerja karena Allah, untuk Allah dan di dalam rahmat - inayat Allah,
birokrat yang telah hidup ma'rifatullah lillah - billah - fillah akan membawa
kesejahteraan duniawiyah dan ukhrawiyah. Contoh - contoh di atas merupakan
bagian dari wujud ubudiyyah dan jiwa ubudiyyah (kehambaan) yang tidak pernah
menuntut hak di hadapan Allah swt, kecuali hanya selalu merasa bergantung
kepada Allah swt saja (tauhid shamadiyah), Allah tempat meminta (Ash Shamad).
2. Rububiyyah
Rabba - yurabbi - murabbi -
tarbiyah, Allah rabbi (tuhanku) - Allah rabbana (tuhan kami) menunjukkan bahwa
hanya Allah swt saja yang maha mengatur alam, maha mendidik alam, maha
menumbuhkan alam, maha memelihara alam, maha merawat alam, maha menguasai alam.
Sehingga tidak ada yang mengatur alam kecuali Allah murabbi, tidak ada yang
mendidik alam kecuali Allah murabbi, tidak ada yang menumbuhkan alam kecuali
Allah murabbi, tidak ada yang merawat alam kecuali Allah murabbi, tidak ada
yang menguasai alam kecuali Allah murabbi dan seterusnya. Dapat dikenali dan
dimengerti bahwa seluruh wilayah keduniaan dan keakhiratan adalah milik Allah
swt. Rububiyyah Allah swt tampak nyata pada Nya ketika mengatur tempat yang
tepat dan waktu yang akurat saat terbit matahari yang setiap hari Dia atur
lintang dan bujur ordinatnya, detik dan menitnya, jarum panjang, jarum pendek
dan jarum detiknya. Dia juga yang mengatur tenggelam matahari, bulan, bintang,
planet dan seluruh benda - benda angkasa raya. Rububiyyah Allah swt nampak pada
tumbuhan dan biji - bijian yang hamba makan, rububiyyah Allah swt nampak pada
air yang hamba minum, pada api yang hamba nyalakan, pada kalam yang hamba
ucapkan, pada niat yang hamba utarakan, terang - terangan atau tersembunyi
berada di dalam rububiyyah Allah swt yang maha menentukan, maha memutuskan,
maha menetapkan, maha menghidupkan, maha menumbuhkan, maha menyuburkan, maha
mengembangkan, maha memelihara, maha
merawat dan seluruh nama - nama keindahan Nya. Sebagai kalamullah suci telah
berfirman dalam kebenaran mutlak firman Nya : Pernahkah kamu memperhatikan
benih yang kamu tanam ? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang
menumbuhkan ? (Al Waqi'ah ayat 63 - 64).
Rububiyyah Allah swt yang demikian tampak pada hasil pertanian yang
berbeda saat panen, ada yang banyak dan ada yang sedikit, padahal tanah buminya
sama, tanah air yang mengaliri sawah sama, pupuknya sama, waktu menyemainya
sama, waktu memetiknya sama, bahkan petaninya pun sama, tapi hasilnya (ditetapkan
dalam rububiyyah Allah swt) berbeda-beda. Allah swt maha mengatur pembagian
rezeki, ada yang luas dan ada yang sempit, Allah swt maha meninggikan (Ar
Rafi') dan Allah swt maha merendahkan (Al Khafidh) bagi siapa yang Dia
kehendaki (liman yasya'), Allah swt maha memuliakan (Al Mu'izzu) dan Allah swt
maha menghinakan (Al Mudzillu) kepada siapa yang Dia kehendaki (liman yasya')
di antara hamba - hamba Nya, betapa kuat dan kokoh (Al Qawi dan Al Matin)
rububiyyah Allah swt terhadap alam keduniaan dan alam keakhiratan.
Al Arifin billah yang telah sampai ke derajat ma'rifatullah billah
fil af'al tidaklah berani dia mengkritik Allah swt dalam rububiyyah fi'lullah.
Sebab, derajat tauhidullah rububiyyah berbayan keesaan Allah swt yang terdapat
pada alam (makhluk) dan keesaan Allah swt yang terdapat pada keragaman alam
(makhluk) sehingga Allah swt maha berkuasa penuh atas seluruh gerak - gerik
alam, diam, nama, sifat dan watak alam dalam kesendirian makhluk dan dalam
kemajemukan makhluk, pengaturan, pengawasan, pemeliharaan, perawatan,
pendengaran dan penglihatan penuh Allah swt atas makhluk Nya dalam satu kuasa
dan satu kehendak (qudrat dan iradat Nya). Begitu pula rububiyyah Allah swt
pada asmaullah al husna, tidak ada lagi nama - nama pengasih, kecuali bersumber
dari maha kasih rububiyyah Allah swt Ar Rahman,
tidak ada lagi nama - nama
(asma') penyayang kecuali bersumber dari yang maha sayang dalam rububiyyah
Allah swt Ar Rahim, tidak ada lagi nama - nama kuasa kecuali bersumber dari
yang maha kuasa dalam rububiyyah Allah swt Al Malik, tidak ada lagi nama - nama
suci kecuali bersumber dari yang maha suci dalam rububiyyah Allah swt Al
Quddus, tidak ada lagi nama - nama juru selamat kecuali bersumber dari yang
maha penyelamat dalam rububiyyah Allah swt As Salam, tidak ada lagi nama - nama
pemberi keamanan secara lahir dan batin kecuali bersumber dari nama Allah swt
Al Mukmin dalam rububiyyah Allah swt pada diri hamba dan pada seluruh penjuru
langit dan bumi serta alam semesta.
Menegakkan rububiyyah Allah swt dalam perbuatan Nya, dalam nama -
nama Nya dan di dalam sifat Nya sebagai pengantar bahwa manusia sebenarnya
bukan apa - apa dan bukan siapa-siapa, hamba hakikatnya hanya tiada, mati, lalu
bisakah yang hakikatnya tiada dan hakikatnya mati ini menuntut hak hamba di hadirat
Nya. Mustahil, makhluk yang tiada bisa hidup, makhluk yang buta bisa melihat,
makhluk yang tuli bisa mendengar, makhluk yang bisu bisa bicara, makhluk yang
lemah bisa kuasa, makhluk yang terpaksa bisa berkehendak, makhluk yang tidak
tahu bisa tahu dan makhluk yang mati bisa hidup, dari manakah jalannya ?
Mengenali, mengerti dan memahami jalan datang dan jalan pulang, rahim datang
dan rahim pulang, keluar pada tempat
keluar yang benar (mukhraja shidiq) dan masuk pada tempat masuk yang benar
(mudkhala shidiq), husnul awwal dan husnul akhir, husnul ibtidaiyah dan husnul
khatimah. Jalan - jalan itu wajib dikenali semenjak di dunia ini.
Hakikat kesadaran bertuhankan Allah (rububiyyah Allah swt) dalam
asma' dan sifat adalah meniadakan nama - nama dan meniadakan sifat - sifat
alam. Tegak lurus asma' dan sifat Allah swt dalam kenyataan qudrat dan iradat Nya, hayat dan
ilmu Nya, sama', basar dan kalam Nya di langit dan di bumi, maha hidup dan
menghidupkan, maha ilmu dan memberi ilmu, maha kuasa dan memberi kuasa, maha
berkehendak dan memberi kehendak, maha mendengar dan memberi pendengaran, maha
melihat dan memberi penglihatan, maha berbicara dalam mengajarkan kalam
(pembicaraan). Atau sebaliknya, Dia yang mencabut kehidupan menjadi kematian,
Dia yang mencabut pengetahuan menjadi kebodohan atau mencabut hapalan menjadi
kelupaan, Dia yang berhak mencabut kekuasaan menjadi ketidakmampuan, Dia yang
berhak mencabut kemuliaan hamba Nya menjadi keterhinaan, Dia yang berhak
mencabut kehendak lalu menjadi keterpaksaan dan keterjajahan, Dia yang berhak
mencabut pendengaran hamba lalu menjadilah hamba itu tuli, Dia yang berhak
mencabut penglihatan hamba lalu hamba menjadi buta, Dia yang berhak mencabut
kemampuan hamba bicara lalu hamba menjadi bisu, Dia yang berhak mencabut segala
apa yang Dia kehendaki, Dia berkuasa atas segala sesuatu.
Dia pula yang berhak melimpahkan sesuatu dengan rububiyyah mutlak
Nya, menjadikan raja - raja dunia dari keturunan hamba sahaya atau budak belian
seperti sejarah asal dinasti Mamluk
(dinasti mantan budak), orang-orang kaya
dunia yang asalnya adalah sangat faqir seperti Qarun dan Tsa'labah, orang yang
sangat bodoh akhirnya menjadi sangat alim bahkan menjadi pensyarah (pengurai
dan pengulas) kitab shahih Hadits Bukhari yang bernama Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam kitab karangan beliau Fathul Bari. Sejatinya siapa yang memberikan
kerajaan, siapa yang memberikan kekuasaan, siapa yang memberikan kekuatan,
siapa yang memberikan kekayaan, siapa yang memberikan kemudahan, siapa yang
memberikan kebahagiaan, siapa yang memberikan kesenangan, siapa yang memberikan
kesehatan, siapa yang memberikan kehidupan, siapa yang memberikan keilmuan,
semata - mata bersumber dari rububiyyah Allah swt.
Disinilah letak inti arif dan kearifan billah fillah sebuah pengenalan utuh sehingga tidak mampu lagi mengomentari sesuatu yang tidak memiliki keterbatasan dan tidak memiliki keterhinggaan. Bukan level hamba mengomentari Tuhan, duduk diam termangu membisu ke hadirat Allah swt adalah capaian ma'rifatullah dalam dzat Nya, itulah maksud dari gurunda mulia al imam al arif billah al mursyid ilallah, pandanglah pada ketiadaan diri sendiri dan hanya mengabdi kepada Allah swt tanpa ada tuntutan hak hamba kepada Allah swt dan tunjukkan kehambaan di hadapan Tuhan (li idzhari 'ubudiyyatihi). Ditahap ubudiyyah, hamba telah bisa merasakan diawasi oleh Allah swt (muraqabah). Sedangkan apabila memandang kepada rububiyyah Allah swt yang maha mutlak mengisyaratkan hanya terpandang kepada kebesaran, ketinggian, kemuliaan, keagungan, keluhuran, kebaikan Allah swt saja. Telah hilang lenyap kepada pandangan makhluk yang pintar, makhluk yang kaya, makhluk yang taat, makhluk yang benar, makhluk yang baik, makhluk indah, makhluk yang sempurna, makhluk yang tinggi, makhluk yang besar, makhluk yang pejabat, makhluk yang bergelar dan atribut serta busana lainnya. Hanya menegakkan dan menampakkan hak - hak kebesaran dan kemuliaan Allah swt (bi huquqi li rububiyyatihi) dalam gerak dan diam hamba, dalam ibadah dan muamalah hamba, dalam musyawarah dan mu'asyarah hamba dan dalam seluruh perbuatan, penamaan dan penyifatan hamba.
Musyahadah billah di dalam ma'rifatullah rububiyyah terpandanglah
kebesaran Allah swt pada langit, lenyaplah langit itu dalam bashirah
ma'rifatullah rububiyyah, terpandanglah kebesaran Allah swt pada bumi,
lenyaplah bumi itu dalam bashirah ma'rifatullah rububiyyah, terpandanglah
kebesaran Allah swt pada matahari, lenyaplah matahari itu dalam bashirah
ma'rifatullah rububiyyah, terpandanglah kebesaran Allah swt pada bulan,
lenyaplah bulan itu dalam bashirah ma'rifatullah rububiyyah, terpandanglah
kebesaran Allah swt pada bintang, lenyaplah bintang itu dalam bashirah
ma'rifatullah rububiyyah, terpandanglah kebesaran Allah swt pada manusia,
lenyaplah manusia itu dalam bashirah ma'rifatullah rububiyyah. Demikian
rububiyyah Allah swt yang sudah tidak terhijab (terdinding) lagi oleh kauniyyah
yang bersifat kebendaan dan kealaman, seperti perintah Allah swt dalam surah
Yunus ayat 101 : Pandanglah olehmu ada siapa disebalik langit dan bumi.
Capaian kesadaran haqqul bashirah merupakan harapan semua salikin,
muridin dan muhibbin, upaya batin yang terus - menerus mendaki, mendatar,
menurun dengan seluruh onak dan duri - duri suluk, terkadang sadar terkadang
lengah, terkadang ingat terkadang lupa, khusus bagi salik adalah lupa satu
menit kepada Allah swt adalah maksiat batin. Latihan jiwa (mujahadah nafsiyah)
bagi salikin, muridin dan muhibbin adalah setiap waktu hati dan ruang hati hanya berisikan
Allah swt. Refleksinya berupa perbuatan yang bercahaya dan perkataan
yang bercahaya, ada getaran - getaran ritme cinta yang bisa diungkapkan dan
ritme cinta yang tidak pernah bisa diungkapkan, sungguh yang tidak bisa
diungkapkan lebih banyak dari pada yang bisa diungkapkan, ritme kehalusan cinta
lebih dalam dari pada ahli penyelam sekalipun, sebab cinta Tuhan pada dimensi
ruhiyah, sedangkan ucapan hanya permukaan lisan yang bersifat jasmaniyah.
Ketika capaian kesadaran haqqul bashirah yang berupa kesabaran
sempurna (shabrun jamil) itulah tujuan nabiyullah - waliyullah Khaidir, Khaidir lebih dari sebuah penamaan tapi
tepatnya adalah pewarnaan hijau. Hijau merupakan lambang kehidupan dan lambang
kesuburan di bumi. Khidir hidupnya di bumi (daratan dan lautan) yang akan membukakan ilmu ladunni
sebelum dukhan tiba (meteor yang menghantam bumi) sebagai tanda besar pertama
qiyamat dari sepuluh tanda - tanda kedatangannya dengan izin Allah swt.. Sungguh saat berbahagia
ketika tujuan, dambaan dan harapan manusia sejalan dengan harapan al arifin
billah yang juga sejalan dengan baginda maha guru nabiyullah dan panutan seluruh
waliyullah serta perindu bagi yang rindu baginda, pecinta bagi yang cinta,
kekasih sepanjang sajadah kasihnya dari dunia sampai akhirat, tangisnya untuk
ummat, perhatiannya untuk ummat, cintanya untuk ummat, sayangnya untuk ummat,
cerianya untuk ummat, sedihnya karena memikirkan ummat, ceritanya tentang
cerita ummat, bukan cerita tentang dirinya dan bukan pula cerita tentang
keluarganya, pertolongannya untuk ummat, bukan untuk dirinya dan bukan untuk
keluarganya, kepentingannya untuk ummat, bukan untuk kepentingan diri dan bukan
untuk keluarganya, maaf dan ampunnya
untuk ummat, bukan untuk dirinya dan keluarganya, kepemimpinan dan
keteladanannya untuk semua ummatnya. Dalam kategori ummat inilah dan atas nama
ummat inilah, kemurahan syafaat agung
sayyiduna wa habibuna Muhammad saw sayyidul wujud, sayyidul ma'bud dan sayyidul
ma'ruf ini hadir di muka bumi sebagai kekasih - sayangan alam dalam risalah
yang mulia sayyidul anbiya' dan auliya' tersampaikan.
Tujuan risalah tauhid rububiyyah adalah seluruh kumpulan rasa
tertuju kepada Allah swt dalam cahaya jasadi, cahaya aqli, cahaya qalbi dan
cahaya ruhi, sebagai buah dari kesungguhan menghamba kepada Allah dengan
berpegangan adab kepada Nya dan menunaikan kewajiban syariat dan hakikat
sebagai hamba, serta menerima ketentuan Nya dengan sabar, syukur dan ridha.
Lahirnya menunaikan tha'ah, sedangkan batinnya menunaikan muraqabah dan
musyahadah. Sembari tidak meminta apa - apa kepada Allah swt, sebab dirinya
tiada berhak sedikit pun untuk meminta atau menolak ketetapan Nya. Tidak mampu
lagi untuk meminta pahala dan tidak terucap lagi untuk minta dijauhkan dosa.
Pahala dan dosa, surga dan neraka, sehat dan sakit, mudah dan payah, luas dan
sempit, kaya dan miskin, muda dan tua, pintar dan bodoh, manis dan asin, panas
dan dingin, boleh dan tidak boleh, semuanya itu derajat dan martabatnya adalah
makhluk. Berikut ini disampaikan kata - kata hikmah dari tuan gurunda imam al
'arif billah al mursyid ilallah Abu Madyan rahimahullah hafidzahullah subhanahu
wa ta'ala : Berbeda jauh sekali antara orang-orang yang semangat harapan dan
cita - citanya mendapat bidadari, gedung - gedung yang tinggi, kerajaan -
kerajaan yang besar, cincin, kalung dan gelang yang terbuat dari emas dan
perak, kasur - kasur yang empuk, bantal guling yang tersusun rapi, busana surga
dari sutera tebal dan sutera tipis dengan orang-orang yang semangat harapan dan
cita - citanya ingin menyingkap tabir yang menutupi hatinya dari cahaya Allah
swt serta ingin bercita-cita menghadirkan Allah swt disetiap waktu yang
memenuhi hati dan ruhi. (Wallahu a'lam).
Komentar
Posting Komentar