Al Bayan 2 : Insaniyah dan 'Ubudiyah | Mubayyin : Ma'ruf Zahran
Al Bayan 2 : Insaniyah dan 'Ubudiyah
Mubayyin : Ma’ruf Zahran
Posting Al Bayan 2 yang ditulis literasinya membagi kepada netizen sebagai pembaca aktif online, sebuah gelombang kebangkitan teknologi dimana kantor berita telah menjadi hak setiap warganet untuk mempost literasi, lalu menjadilah smart phone sebagai ruang tulis, ruang baca, ruang bicara, ruang dengar. Kebangkitan revolusi teknologi yang dahulu hanya utopia (angan-angan), sekarang telah menjadi realita (kenyataan). Begitu pula halnya kebangkitan revolusi spiritual, semakin nyata denyutnya, bahkan ketika kemajuan revolusi industri, teknologi, komunikasi, transportasi, pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, pertukangan mencapai puncaknya yang telah memukau. Justru pada saat kehebatan ilmu pengetahuan, teknologi dan materi sekarang inilah, muncul dahaga spiritual, insan haus dengan air siraman rohani, insan semakin berupaya mencari misteri kepalsuan diri yang terbungkus oleh raga. Pencarian tersebut akan didapatkan mana kala si insan mau menilik diri dalam (rohani) yang selama ini kurang tersentuh, kurang terlayani. Kekurangan tersebut terjadi karena si insan terlalu banyak memberikan pengkajian, perhatian, perkataan, perbuatan yang tertuju pada kebutuhan gizi dan nutrisi jasmani. Padahal, manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Mementingkan pengkajian hanya pada salah satu dari kedua unsur seperti dimaksudkan di atas, hanya akan menghasilkan ketimpangan, bisa liar. Untuk kepentingan itulah, news (berita) ini diturunkan :
1. Insaniyah
Insaniyah merupakan bagian insan (manusia) yang mengambil wujud jasad bernama dan bersifat layaknya unsur bumi yang terdiri atas anasir tanah, air, api, angin. Anasir ini hakikat mati, mati dalam arti tidak bisa berhubungan dengan Allah SWT dan anasir tersebut tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Unsur bumi yang terperagakan dalam bentuk dzahir (nyata), mengandung perbuatan dan penamaannya, seperti mata yang melihat, telinga yang mendengar, kaki yang berjalan. Ditilik dari nama dan sifat, bahwa manusia tidak ubah dengan hewan dan tumbuhan. Atau dengan lain, kandungan nutrisi, metabolisme fisik, kesehatan, anatomi tubuh, tugas pertumbuhan dan perkembangan (janin, bayi, anak, remaja, dewasa, tua, mati), kerentanan terhadap penyakit, penuaan adalah sunnatullah yang dipaparkan oleh Allah SWT di alam semesta yang bersifat jasadiyah (alam nasut), alam manusia. Tarikan dan hembusan napas nas (manusia) sama dengan alam semesta. Maksudnya, sama dengan napas-napas alam (biologi, botani, zoologi).
Insan yang mewujud pada raga menjadi kendaraan iblis dan hawa napsu untuk dipuaskan tanpa mengenal halal-haram. Pepatah Melayu mengata; napsu itu buta. Mata yang disarungi hawa napsu telah buta sehingga tidak bisa melihat mana yang halal, mana yang haram, mana yang miliknya dan mana yang milik orang lain, mana istrinya dan mana istri orang lain, mana wilayah kewajibannya dan mana wilayah kewajiban orang lain, mana kewenangan dirinya dan mana kewenangan orang lain. Nyata, manusia yang hanya melihat dengan mata yang dzahir bahwa hakikatnya buta, walau masih bisa melihat. Apabila keempat anasir bumi telah menguasai manusia, menjadilah dia manusia budak, manusia hamba sahaya dari hawa napsunya sendiri. Berikut ini berupa uraian keempat anasir tersebut :
1.1. Tanah
Anasir tanah ini adalah unsur dominan yang lekat dengan bumi. Dengan kata lain, insan (manusia) adalah mikrokosmos atau miniatur dari bumi (bumi kecil) yang berasal dari tanah yaitu Adam (min thin), sedang keturunan Adam dari sari pati tanah (tsulalatin min thin) yang bersifat jasadiyah. Anasir tanah ini mengandung sisi terang (nur) jika anasir ini dikendalikan oleh iman. Dan, anasir tanah ini mengandung sisi gelap (nar) jika anasir ini dikendalikan oleh hawa napsu. Sekarang siapa yang selama ini mengendalikan anasir tanah yang ada di tubuh ? Tanah sebagai unsur bumi yang paling dominan pada jasad manusia ketika dikendalikan iman akan memancarkan cahaya kebaikan (nurul hasanah), lalu memberi kebahagiaan pada semua makhluk (nurus sa'adah), memberi keselamatan pada semua makhluk (nurus salamah). Bahkan, Allah SWT bersumpah dengan bumi, kalam Al Qudus : Demi bumi serta hamparannya (Asy Syams ayat 6).
Potensi anasir tanah dari kun (kamal nur) menampilkan dalam bentuk tanah dengan ciri kerendahan, lalu jadilah insan yang berpenampilan, bernama dan berkarakter rendah hati (tawadhu'). Tawadhu' tanah yang melekat pada bumi adalah satu-satunya anasir terendah untuk diinjak setiap hari, dihinakan setiap hari, tanpa orang pernah permisi kepadanya. Setiap hari dia dikeruk untuk dikeluarkan tambang batu bara dan batu permata mulia tanpa pernah dia merasa disakiti, padahal hakikatnya sakit yang dia rasakan. Setiap hari dia dicangkul, tergores dia, terluka dia, kenapa tidak manusia rasakan ? Kita dengan mereka adalah sama, setubuh-senyawa, bahkan dia adalah asal jasad seluruh bumi. Dia lakukan itu hanya semata-mata untuk kehidupan anak kandungnya sebagai persembahan terbaik, terkasih, tersayang, tercinta dari bumi ibu pertiwi, tanah air kelahiran beta. Setiap hari kita menyakiti, melukai bumi dengan cara menebang pohon-pohonnya untuk napsu keserakahan anak kandungnya, setiap hari kita rusak tanah dan bumi dengan tiang-tiang besi pancang beton untuk membangun bangunan tinggi bagi kesenangan jasad untuk bisa tertawa-ria, berpesta-pora. Sungguh, sudah sangat biadab manusia terhadap ibu kandungnya (bumi) dan sungguh sudah sangat biadab manusia kepada ayah kandungnya (air). Selanjutnya, anasir tanah dalam teori dan aplikasi dapat menampung seluruh orang dan barang tanpa mempertanyakan status mereka. Mereka diterima sebagai anak sahabat tanah tanpa rasa curiga sedikitpun. Tanah dalam ranah ini mengajarkan cahaya husnu pelayanan.
Kecuali husnudz dzan, sisi terang lainnya dari bumi dan tanah adalah bisa menampung, menyimpan dan menyembunyikan aib tanpa pernah dia katakan kepada siapapun; dimana engkau berzina, dengan siapa engkau berzina, mengapa engkau berzina, serta kemana engkau tumpahkan air mani, tanpa tanah merasa terkotori oleh hadats maksiyat manusia. Dia simpan dosa manusia dalam kerendahannya, dia simpan dosa manusia dalam kedalamannya, dia simpan dosa manusia dalam kesunyiannya, dia simpan dosa manusia dalam kegelapannya, dia simpan dosa manusia dalam kesendiriannya, dia simpan dosa manusia dalam kesepiannya, dia simpan dosa manusia dalam diamnya, umpama mulut terkatup tanpa bicara. Disinilah, dapat ditarik pemaknaan bahwa tanah merupakan bagian pancaran cahaya-cahaya dari bekas nama Allah SWT (anwar min atsaril asmaillah al husna), tanah telah menyimpan nama Allah SWT pada dirinya, tajalli asmaullah al husna : As Sattar (maha menyembunyikan aib).
Selain As Sattar, tanah juga mendapat rahmatullah dari pancaran cahaya bekas nama Allah (anwar min atsaril asmaillah al husna) tersentuh pada nama Nya; Al Bar (maha baik). Al Bar selalu memberikan kebaktian berupa lembutnya pemberian dalam kelimpahan karunia dan perhatian anugerah, tidak pernah lalai dalam melayani dan tidak pernah berhenti dalam memberi. Al Bar bagian dari nama Nya sebagai kumpulan percikan sifat Jamalullah kepada tanah tempat manusia dilahirkan, tanah tempat manusia dihidupkan, tanah tempat manusia dikuburkan. Al Bar yang maha baik menyediakan benih-benih dari satu biji sawi, lalu Al Bar menyediakan lahan untuk ditanami, kemudian Al Bar turunkan hujan sesuai dengan kadar bagi tumbuhan, manusia dan hewan. Al Bar yang meniupkan udara untuk berhembus bagi pengaturan cuaca di bumi, Al Bar lagi yang menumbuhkan akar, batang, dahan, daun, serta Al Bar yang mengalirkan air dari akar hingga ke ujung daun. Semuanya di lakukan Al Bar, tanpa pernah Al Bar meminta upah. Al Bar telah menabur kebaikan, lalu suruhan Al Abrar adalah ; jadilah kamu hamba Allah SWT yang berbakti (Al Abrar).
Sisi terang (nur) lain dari tanah adalah area kehidupan dengan berbagai macam tumbuhan yang hidup di atasnya, hewan yang dihidup di atasnya, manusia yang hidup di atasnya. Sebagaimana kalam Qudus Tuhan : Allah, Dia yang telah menciptakan langit dan bumi, Dia yang menurunkan air hujan dari langit, kemudian dengan air hujan itu, Dia semaikan benih-benih dan Dia keluarkan aneka ranum buah-buahan segar sebagai rezeki untukmu, Dia juga telah menundukkan laut bagi kapal-kapal yang berlayar di maritim dengan perintah Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai untukmu (Ibrahim ayat 32). Adapun anasir tanah yang mengandung sisi gelap manusia (nar) telah banyak simbolisasi yang dapat dipetik hikmah pembelajaran darinya, tanah adalah unsur yang selamanya tidak mau bersapa dan bersalam dengan langit, tanah sudah merasa luas, dengan hawa keluasan tersebut, dia tidak mau bertandang kepada langit, padahal setiap hari, dia butuh kepada langit dengan berharap curahan hujannya. Untuk menghidupkan manusia, tumbuhan dan hewan.
Anasir tanah telah memberikan kuliah tentang keesaan Tuhan, bahwa ; seluruh alam semesta termasuk tanah sangat bergantung kepada Allah SWT (tauhid shamadiyah), bahwa ; seluruh alam raya sangat bergantung kepada seluruh nama Nya, Ar Rahman, Ar Rahim, Al Karim, Al Halim, Al 'Alim, Al Bar. Bahwa ; anasir tanah telah memberikan kuliah tentang ma'rifatullah billah fi af'alillah (keesaan perbuatan Allah) dalam keberhajatan alam semesta terhadap perbuatan Nya seperti perbuatan Allah SWT dalam mengasihi dan menyayangi alam dengan cara Dia menurunkan hujan rahmat Nya, perbuatan Nya dalam menyeimbangkan kestabilan kondisi alam melalui kelahiran dan kematian, perbuatan Nya dalam mengatur sirkulasi rezeki dalam perluasan dan penyempitan supaya terjadi saling ketergantungan dan kesepamahaman, sebuah pembagian rezeki yang terhormat tanpa ada yang merasa terhinakan dan terpinggirkan. Bahwa ; anasir tanah telah memberikan kuliah tentang ma'rifatullah billah fi shifatillah (keesaan sifat Allah) dalam keberhajatan alam semesta terhadap sifat wujud, qidam, baqa Allah SWT, keberhajatan alam semesta terhadap sifat ilmu, hayat, sama', bashar, qudrat, iradat, kalam, semuanya sifat kebenaran Allah SWT yang agung, sebagai yang telah bersabda gurunda mulia, beliau sebagai gudang hakikat dan mahkota ma'rifatullah billah, tajul 'arifin al mursyid billah Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala : Nyatakan dirimu bersandar kepada sifat-sifat kemuliaan Tuhan (rububiyyah) dan nyatakan dirimu tidak bersandar kepada sifat-sifat kehinaan hamba ('ubudiyyah).
Simpulan unsur bumi dari anasir tanah memberikan hikmah dan bayanah telah mengingatkan ; jangan lengket dengan tanah, sebab insan lebih mulia (akram) daripada tanah. Jangan engkau (insan) salahkan tanah, tanah hanyalah unsur bumi paling terluar, terdangkal, tertipis. Sehingga ketiga sifat tanah inilah, dia tidak dimintai pertanggung-jawaban di akhirat (yaumul hisab) seperti penyesalan orang-orang kafir di hadapan Allah SWT nanti : Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (wahai orang kafir) tentang adzab (siksa) yang dekat. Pada hari manusia melihat apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata ; alangkah baiknya, seandainya dahulu aku menjadi tanah saja (An Naba' ayat 40).
1.2. Air
Anasir air merupakan bagian-bagian dari unsur jasad insaniyah Adam. Bahkan bagian terbanyak yang tersimpan dalam tubuh. Asal muasal wujud alam semesta adalah air (kullu syai in hayyin minal ma'). Dan, arasy Nya (Allah) berada di atas air (wakana 'arsyuhu 'alal ma'). Dengan demikian, kandungan tanah pun asal mula pertama kali adalah ma' (air). Dan, asal mula manusia pun air, seperti kalam Qadim Nya : Kemudian, Kami menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (Al Mukminun ayat 13). Lalu, kandungan yang terdapat pada api pun adalah air, seperti firman Tuhan dalam kitab suci Nya : Allah yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau (mengandung air), niscaya ketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu hijau (Yasin ayat 80). Kandungan udara juga mengandung air. Jadi, seluruh elemen-elemen alam semesta, baik di langit maupun di bumi, di dunia dan di akhirat, alam banu Adam dan alam banu Jan, nur atau nar, selain berguna bagi kesehatan dan keafiatan jasmani juga rohani dari gangguan-gangguan iblis, jin, syaithan dan bisikan-bisikan serta janji-janji manisnya. Firman Allah SWT dalam surah Al Anfal ayat 11 : (Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan air hujan itu dan menghilangkan gangguan-gangguan syaithan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).
1.3. Angin
Dalam jasad insaniyah terdapat unsur angin. Berada dalam tubuh kasar mengambil bentuk napas. Wujud yang tidak bisa dilihat, tetapi bisa dirasa. Keyakinan bahwa Allah SWT menghembuskan angin sehingga berlangsung kehidupan yang nyata. Namun, dalam kenyataan mengajarkan ada angin kencang, bahkan bisa diukur kecepatannya secara ilmiah, pergerakan angin, hujan pun dibawa angin, angin dengan izin Allah SWT mengawinkan putik jantan dengan putik betina. Angin juga bagian dari unsur bumi yang terdapat pada diri manusia sebagai laboratorium kehidupan yang bernapas dan sebagai kuasa mutlak Allah SWT saja dalam mengatur angin.
Itulah visualisasi manfaat angin bagi alam semesta. Karena terpendam pada diri manusia, angin memiliki sifat sisi ruang gelap (nar) diantara tandanya adalah ; tidak konsisten (mudah goyah) atau tidak istiqamah. Mudah berjanji dan suka menipu, beda-beda tipis antara taat dengan maksiat, terkadang sangat samar. Suka menyulut dendam dan kebencian, suka menghasut, menyulut, mendengki, merobohkan persatuan dan kesatuan ummat dan bangsa.
Ilustrasi yang paparkan Allah SWT tentang orang yang terpapar oleh kehidupan duniawi, walaupun banyak ilmunya, banyak hartanya, banyak tahtanya, banyak isterinya, banyak ibadah shalatnya, banyak ibadah taatnya, banyak hapalan do'a, hapalan wirid, jika di hatinya masih mencintai duniawi, Allah SWT berikan contoh seperti kehidupan duniawi yang mereka geluti malam dan siang, tanpa pernah mereka sadari bahwa mereka lagi dibuai dan dipermainkan syaithan, Allah peringatkan dalam kalam Qudus Nya : Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu (Al Kahfi ayat 45).
Lalu, angin jugalah yang akan menerbangkan manusia syirik ke lembah yang terjal, jurang yang dalam serta tidak diketahui lagi arahnya. Betapa besar kemalangan yang menimpa mereka karena mempersekutukan Allah SWT semasa hidupnya, seperti yang Allah SWT gambarkan dalam surah Al Haj ayat 31 : Ikhlas lah untuk Allah tanpa mempersekutukan Nya. Siapa yang mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.
1.4. Api
Api (nar) termasuk bagian dari anasir tubuh dalam penciptaan (khalqiyyah) Adam dan banu Adam, tetapi unsur utamanya adalah tanah (min thin), kemudian banu Adam adalah sari pati tanah (min shulalatin min thin) demikian khabar Allah SWT yang bisa ditemukan di surah Shad ayat 71-73, Al Hijir ayat 28, Ar Rahman ayat 14. Berbeda dengan Iblis, syaithan dan seluruh banu Jan, mereka diciptakan dari totalitas api (Ar Rahman ayat 15). Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran bahwa bahan baku manusia adalah tanah (thin) dengan bahan baku jin adalah api (nar), bukankah kedua anasir itu derajatnya sama, kenapa kemudian Iblis yang merupakan jenis jin lalu merasa lebih tinggi ? Kecuali itu, Iblis juga merasa senior, pangkat senioritas menjadi perintang untuk taat murni kepada Allah SWT, sang pencipta jinni wal insi. Selain itu, seluruh pengenalannya terhadap langit dan tangga-tangganya sudah setiap hari dia lewati. Sehingga seluruh wirid, ratib, tasbih, tahlil, tahmid, takbir, syahadatain, bahkan Iblis adalah mufassir, muhaddits, muhaqqiq. Dan, dia telah hapal seluruh nama-nama malaikat, nama-nama nabi dan rasul, hapal tingkatan sanad, rawi dan matan Al Qur'an dan Hadits, Iblis adalah Hafidz, 'Alim, 'Abid. Dengan modal itulah dia menggoda ummat Nabi Muhammad SAW.
Berbeda halnya dengan napsu yang bodoh, lantas ketika napsu meminta fatwa kepada Iblis dan syayathin min bani jin. Dimana Iblis juga pemegang kunci-kunci syariat dan kunci-kunci hakikat, kemudian Iblis melemparkan api (nar) kepada banu Adam, lalu tersesatlah banu Adam selamanya hingga masuk ke dalam neraka Jahannam untuk membakar kesombongan.
Adapun sisi terang dari api adalah berlaku sebagai motivator yang menggerakkan amal mahmudah, hangat, bara, api cinta yang membakar tubuh sebagai sinyal kehadiran cinta Nya dan kehadiran rindu Nya. Jazbah rabbaniyyah (tarikan ketuhanan) dari anasir api yang menanda pada tubuh terasa hangat, "meriang". Jazbah akan dirasakan pada tanda-tanda keempat anasir tersebut. Anasir tanah terasa jazbah pada diam, menerima, rendah hati, penurut, mengalah, tahan menderita, sabar, tubuh terasa dingin. Anasir air adalah damai dan pendamai, suka memberi, bergerak dari tinggi ke rendah, menyalurkan kebahagiaan (agency kehidupan bahagia), menanda pada tubuh adalah segar, tersirami, bersih. Anasir angin adalah ringan membantu, pencinta, pencemburu, tiada beban, menanda pada tubuh terasa ringan dan terasa berat, terasa terbang, terasa melayang, terasa jauh atau terasa dekat. Sedangkan sisi lain dari api diantaranya membakar siapa yang bersifat seperti Iblis (dengki, dendam, penipu, penghasut, ingkar janji, sombong, pelit, penabur aib, bid'ah, kafir). Allah SWT tingkatkan kualitas panas api yang sangat panas (asyaddu harra) untuk Iblis, Dajjal, Fir'aun, Qarun, Haman, Samiri, Namruz (Raja Babilonia) dan orang-orang yang setia mengikuti langkah-langkah syaitan.
2. ’Ubudiyah
Apabila insaniyah merupakan unsur jasmani, sedangkan 'ubudiyah merupakan unsur rohani. Unsur rohani kajiannya bukan dengan benda-benda materi (Adam dan alam), bukan nutrisi nabati dan bukan nutrisi hewani, bukan protein nabati dan bukan protein hewani, bukan karbohidrat, kalium, kalsium, vitamin yang diambil dari alam dzahir.
Jika insaniyah merupakan proses penciptaan dan diciptakan dari unsur bumi berupa anasir tanah, air, api, angin disebut penciptaan dimensi dzahir (ijadiyah atau khalqiyyah), maka 'ubudiyah merupakan proses hembusan ruh (imdadiyah atau nafkhiyyah), berdasarkan firman Tuhan dalam kalam Qudus surah Shad ayat 72 : Apabila telah Aku sempurnakan (sawwaytu) wujud Adam, lalu Aku tiupkan (nafakhtu) dari Ruh Ku (min ruhi), maka (para malaikat) bersujudlah kalian kepada Adam.
Unsur 'ubudiyah (kehambaan) inilah seharusnya yang menjadi khalifah (pemimpin) karena mengenal (ma'rifat) terhadap ruh tiupan atau hembusan yang bersumber dari ruh Allah SWT, ruh yang membawa kedamaian, keselamatan, kelapangan, kemudahan karena ruhullah berisi rahmaniyyatullah dalam batin dan rahmatullah dalam dzahir, sebagai mana firman Tuhan dalam surah Al Anbiya' ayat 107 : Dan Aku tidak akan mengutus engkau (Nabi Muhammad SAW) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (kemaha kasih-sayangan Allah SWT).
Dimensi batin pada ranah ruh (ruhiyah) inilah tersimpan perbendaharan-perbendaharan ketuhanan (khazanah rabbaniyyah) yang tersimpan di Arasy Allah SWT seperti ma'rifat syahadat, ma'rifat shalat, ma'rifat zakat, ma'rifat puasa, ma'rifat haji, ma'rifat umrah, ma'rifat shadaqah, ma'rifat ilmu, ma'rifat amal, ma'rifat iman, ma'rifat islam, ma'rifat ihsan. Artinya, seluruh ma'rifatullah lillah, billah, fillah hanya tersimpan di Arasy Allah SWT sebagai hidayah berupa anugerah agung kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dan ummat beliau. Selama manusia masih belum bisa ma'rifatullah billah selama itu pula manusia jahil (bodoh) tentang Allah SWT, walaupun banyak ibadahnya. ibadah kepalsuan, bukan ibadah kemurnian. Untuk bisa murni, kajian ma'rifatullah harus benar-benar diusahakan sebagai jalan pilihan (ikhtiari) hidup dan mati yang disadari dan berkesadaran, bukan diintimidasi atau keterpaksaan, beban. Atau, selama kajian tentang manusia hanya sebatas wilayah insaniyah (kemanusiaan) saja, belumlah cukup untuk menerima amanah Allah SWT, sebab insaniyah (kemanusiaan) yang telah bercelumur dengan benda-benda materi duniawi (mukawwanat) tidak bisa mengantar kepada hadirat Allah SWT, sesat. Hal ini di kalam suci Tuhan jelaskan : Sesungguhnya Kami berikan amanah kepada langit, bumi, gunung maka mereka menolak untuk memikulnya, dan Kami tawarkan kepada insan, lalu insan menerimanya (amanah), sungguh dia (insan yang menerima amanah) berada dalam kedzaliman dan kejahilan (aniaya dan bodoh).
Surah Al Ahzab ayat 72 termaktub di atas berbicara tentang insan dalam kapasitas kemanusiaan (insaniyah) yang masih buta, bisu, tuli, mati, mereka si buta, si bisu, si tuli, si mati inilah insan yang jahil (ketiadaan ma'rifatullah billah) berkondisi sangat-sangat aniaya, sangat semena-mena, sangat mentang-mentang (dzaluma) dan sangat-sangat bodoh (jahula). Insan yang ketiadaan ma'rifatullah billah sebagai visualisasi kerakusan, kedengkian, kesenangan yang bersumber pada diri insan (hawa napsu) yang lalai, lengah, lupa sebagai akibat sangat bodoh (jahula) tentang ma'rifatullah billah karena tidak mau kaji, dikaji dan mengkaji. Bahkan, insan dzaluma dan jahula telah berani berucap tentang Allah tanpa ilmu (nur), telah berani mengambil, membeli, menjual ayat-ayat Allah SWT untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu, Allah SWT Dzat yang maha termulia telah bentangkan pada surah Lukman ayat 6-7 : Dan diantara manusia (nas-insan) ada yang menjual ucapan yang sia-sia untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu, dan menjadikan ayat-ayat Al-Quran sebagai bahan permainan, bagi mereka itulah siksa yang menghinakan. Dan, apabila dibacakan kepada mereka (manusia dan jin) tentang ayat-ayat Kami, lantas mereka berpaling dengan sombongnya, seakan-akan mereka tidak pernah mendengar ayat-ayat Kami, sepertinya di telinga mereka ada sumbatan, maka beritakan kepada mereka khabar gembira dengan siksa yang pedih (di neraka).
Jelas, inti insaniyah adalah sentral keburukan yang ada di dalam diri, bukan di luar diri. Nyata, makna kajian ma'rifatullah billah bukan menghantam ke luar diri, tetapi menghantam ke dalam diri, bukan menasehati diri orang lain, tetapi menasehati diri sendiri, bukan menajamkan pedang peringatan untuk diri orang lain, tetapi bersiap-bersiaga menajamkan pedang peringatan untuk diri sendiri. Sebaliknya, siapkan pedang kehormatan untuk diri orang lain, dan siapkan pedang kehinaan untuk diri sendiri. Telah bersabda gurunda mulia ad da'i ilallah, al mursyid billah, al 'arifu billah, al fadhil ma'allah, al hafidz fillah syaikh imam Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah : Jangan engkau pernah ridha kepada keinginan dirimu (hawa napsu), senantiasalah curiga kepadanya. Sebab, selamanya napsu dirimu tidak pernah berniat baik kepadamu walaupun setitik jua pun. Beruntunglah orang yang selalu curiga dengan dirinya sendiri, dan merugilah orang yang selalu berbaik sangka dengan dirinya sendiri, sebab di dalam keinginan diri sendiri (hawa napsu) tidak pernah ada niat dan i'tikad baik, kecuali kehancuran. Dan, hawa napsu selalu berkeinginan dipuaskan sehingga engkau menjadi budak hawa napsumu sendiri.
Terang, selama insan banyak bergaul sehari-hari dari unsur bumi pada anasir tanah, air, angin, api, selamnya insan tidak bisa menaiki tangga-tangga rohani. Sumber rohani adalah beriman kepada yang ghaib, beriman kepada yang maha ghaib, mengenali Nya, memahami Nya, mendekati Nya, menyayangi Nya, mencintai Nya, terbitlah dari lub (unsur hati terdalam) dan ruh yang selalu merindukan Allah SWT setiap detik, menit, sebuah penantian dalam kerinduan kasih, sayang, cinta yang terasa menyayat hati dan ruhi yang merindu yang kekasih, Al Wadud.
Unsur utama bumi yang lengket pada sifat tanah telah banyak menarik ruh insan untuk berdiam di bumi selamanya, Allah SWT visualisasikan kondisi kaum durhaka (kafir) dalam kalam mulia Nya : Dan, mereka berkata, tidak adalah kehidupan kecuali kehidupan di dunia ini saja, dan kami tidak akan dibangkitkan. Dan kalau kamu melihat mereka ketika mereka berhenti di hadapan Tuhan mereka. Tuhan menanyakan kepada mereka : Bukankah hari ini telah datang kepadamu dengan kebenaran ? Mereka menjawab : Benar (hari kebenaran, hari akhir) dan maha benar Engkau Tuhan kami (tetapi sudah terlambat sebab sudah di akhirat). (Allah SWT) bertitah : (Masuklah ke neraka); rasakan ragam siksaan karena kamu dahulu bergelimang dengan kedurhakaan dan keingkaran (kafir). Sungguh sangat merugilah orang-orang yang mendustakan perjumpaan dengan Allah, sehingga jika datang kepada mereka assa'ah (qiyamat) secara tiba-tiba, mereka berkata : Aduh, celakalah kami terhadap seluruh apa yang telah kami lakukan dan angankan, dan mereka memikul dosa-dosa mereka di atas pundak-pundak mereka, ketahuilah sangat buruk apa yang mereka pikul. Dan tiada lain kehidupan dunia kecuali permainan dan senda gurau, dan sesungguhnya negeri akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, maka, apakah kamu tidak berakal ? (Al An'am ayat 29-32).
Target Iblis dan jajaran persekutuannya adalah target kerja supaya seluruh manusia menjadi kafir dan musyrik. Di akhirat, kedua status tersebut adalah tiket masuk neraka dan kekal di dalamnya berupa aneka ragam siksaan yang tidak pernah berhenti walau sedetik, tetapi malah semakin bertambah perih dan pedihnya siksaan. Disempurnakan dengan siksaan berupa binatang-binatang neraka yang lapar dan haus darah seperti singa neraka, harimau neraka, srigala neraka, kalajengking neraka, ular neraka. Allah SWT menanyakan : Dan tahukah kamu neraka Huthamah ? Api Allah yang sangat panas, menyulut hingga ke ulu hati (Al Humazah ayat 5-7). Lalu dalam surah Al Qari'ah ayat 6-11 : Adapun orang-orang yang berat timbangan amal kebaikannya, maka mereka berada dalam kehidupan yang menyenangkan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan amal kebaikannya, maka mereka menuju ke neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah ? Api yang sangat panas.
Sangatlah berbeda bagi 'ubudiyah (hamba yang telah mantap selalu berada dalam kehambaan). Pencirinya adalah hamba yang hanya bekerja untuk tuannya atas dasar cinta. Cinta yang tidak mengenal lelah dalam menghamba, tidak peduli malam, subuh, siang ketika sang majikan menyuruh datang menghadap pasti dia datang, datangnya itulah kekuatan cinta (quwwatul mahabbah). Jika tidak datang, bisa dipertanyakan cintanya; cinta palsu, atau diragukan cintanya; cinta dusta. Hamba bekerja tanpa pernah meminta upah, walau beban berat yang dipikulnya; cinta (mahabbah) membuat diri kuat bekerja walau tanpa upah. Jika bekerja dengan niat upah, artinya bukan cinta hamba kepada majikan, tetapi cinta hamba kepada upah, maka bekerjanya pun tidak kekal, tidak abadi, penuh pamrih. Cinta telah menyerukan pengorbanan, bukan memanfaatkan kesempatan. Cinta menuntut memberi, bukan meminta, cinta hamba sejati saat majikan ada di hadapan dan saat majikan tidak ada di hadapan, cinta yang tidak pernah surut walau satu inci, cinta yang tidak pernah lapuk oleh hujan dan tidak pernah lekang oleh panas. Cinta dengan Allah SWT yang maha pencinta (Al Wadud), pengasih (Ar Rahman), penyayang (Ar Rahim) dan seluruh nama-nama Allah SWT yang mengandung kebaikan (asmaullah alhusna).
Sebaliknya, jika hamba bekerja dengan niat untuk makan, maka boleh disebut hamba makan ('abdul buthun), hamba yang bekerja dengan niat mengumpulkan harta ('abdul mal), dan hamba-hamba lain yang ketiadaan ma'rifatullah di jiwanya. Hamba 'ubudiyah hanya menyandarkan diri kehambaan Nya kepada Ar Rahman untuk melayani bukan dilayani, untuk selalu memperhatikan bukan untuk diperhatikan, artinya kehambaan mengabdi dalam pengabdian yang bukti cinta hamba adalah siap berjuang dan berkorban untuk tuannya, maknanya jiwa hamba yang telah menyerah dan berserah diri kepada majikan. Lalu, bagaimana tipe hamba Ar Rahman ('ibadurrahman), dalam surah Al Furqan, Allah SWT berfirman (artinya) : Adapun hamba-hamba 'Ibadurrahman itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan penghinaan), mereka jawab dengan keselamatan. ('Ibadurrahman) yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri (ayat 63-64).
Demikian kupasan pada Al Bayan bagian 2
dengan diiringi munajat al 'arif billah Ibnu Athaillah : Tuhanku, alangkah
dekatnya Engkau denganku dan alangkah jauhnya aku dari Mu. Tuhanku, alangkah
lemah lembutnya Engkau kepadaku, maka gerangan apakah yang menghalangiku hingga
jauh dari Mu. Tuhanku, sesungguhnya aku telah mengerti akan perubahan dunia ini
dan silih bergantinya masa, bahwasanya yang Engkau kehendaki dariku adalah
Engkau perkenalkan kekuasaan Mu kepada ku di dalam tiap-tiap sesuatu (dengan
tajalli Mu), sehingga aku tidak bodoh kepada Mu di dalam sesuatu. (Wallahu
a'lam).
Komentar
Posting Komentar