Al Bayan 7 : Hijab | Mubayyin : Ma'ruf Zahran

Al Bayan 7 : HIJAB
Mubayyin : Ma'ruf Zahran

  1. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab (terdinding) oleh sesuatu,  padahal Allah yang menampakkan sesuatu.
  2. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab (terdinding) oleh sesuatu,  padahal Allah tampak dzahir pada segala sesuatu.
  3. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab (terdinding) oleh sesuatu,  padahal Dia terlihat pada segala sesuatu.
  4. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah ditutupi (terhijab)  oleh sesuatu,  padahal Allah tampak pada segala sesuatu.  Dan bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab oleh sesuatu,  padahal telah ada sebelum sesuatu itu ada.
  5. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab oleh sesuatu,  padahal Allah lebih jelas dari segala sesuatu.
  6. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab oleh sesuatu,  padahal Allah Maha Esa Tunggal tanpa penghalang tanpa ada yang bersamanya sesuatu.
  7. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab oleh sesuatu,  padahal Allah lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu.
  8. Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah terhijab oleh sesuatu,  andaikan tidak ada Allah, niscaya tidak akan ada segala sesuatu.

Imam Ahmad Ibnu Athaillah As Sakandari Rahimahullah Ta'ala anhu wanafa'ana bi 'ulumih fid darain (wafat di Kairo-Mesir tahun 709 H) menerangkan dalam kitab beliau Al Hikam,  telah demikian tampak jelas sifat-sifat Allah pada tiap-tiap alam semesta,  seisi alam merupakan rupa bukti kebesaranNya,  keindahan,  kebaikan,  kebijaksanaan,  keluhuran dan kesempurnaan dzat Allah yang tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhlukNya. Maha Besar Allah,  sehingga bila masih ada manusia yang tidak mengenal Allah,  sungguh celaka dia yang telah tertutup mata batinnya dari cahaya yang sangat terang.  Sungguh celaka dia tidak beriman kepada Allah Maha Perkasa, akibat terhijab dari mata hari ma'rifat dan tertutup awan tebal berupa alam semesta dan jasad ragawi  (alam kauni).

Alangkah heran,  kenapa yang Maha Tampak menjadi tidak ada ('adam).  Atau,  bagaimanalah mungkin yang hancur (fana) bisa berada bersama yang Maha Kekal  (qadim).  Hakikat 'adam (tidak ada)  itu gelap,  sedangkan wajibul wujudul haqqi seumpama nur yang sangat terang menembus gulita raga dan jiwa,  hingga alam kubur. Sesuatu - sesuatu selain Allah jika tidak ada ridha Allah padanya adalah batil (salah). Wujudul haqqi hanya Allah Al Haq.  Setiap yang batil akan hancur musnah,  bahkan lenyap.  Al Haq tetap tegak berdiri (Allah,  Al Hayyu,  Al Qayyum,  Al Jalal,  Al Ikram).  Firman Allah Al Qadim : Dan katakanlah (Muhammad) telah datang yang haq (kebenaran),  lenyap yang batil (keburukan).  Sesungguhnya yang batil pasti lenyap  (Al Isra' ayat 81). Betapa mengherankan,  Allah bisa terhijab (terdinding) oleh sesuatu yang Allah ciptakan berupa semesta (alam kauniyah), tertutupnya mata hati atau matinya mata hati  (mautul bashirah) menyebabkan manusia ada yang menyembah api,  menyembah pohon,  menyembah matahari,  menyembah patung,  menyembah raja,  menyembah manusia,  menyembah hewan,  menyembah benda.  Alangkah lebih mengherankan lagi,  ada manusia mengaku hamba tetapi perilakunya menjadi tuhan,  meletakkan posisi diri yang lemah sebagai manusiawi lalu mendudukkan diri sendiri lebih tinggi dari pada orang lain, berakhir mengaku aku kuasa walau tidak terucapkan.  Inilah makna bid'ah dalam aqidah,  membuat dan menjadikan sesuatu sebagai tuhan-tuhan,  mereka kaum musyrikin saling sembah-menyembah sesama mereka,  minta puji,  minta sanjung,  minta jabatan,  minta duniawi laksana bangkai.  Kaum musyrikin memperebutkan sesuatu yang akan lenyap  (batil),  memuji yang batil,  mengikuti arah kebatilan yang dibuat oleh pemuka,  pembesar,  petinggi,  pemimpin mereka yang mereka puji-puja di dunia,  tapi telah menyesatkannya iman mereka.  FirmanNya : Pemuka -pemuka yang menyombongkan diri dari pembesar kaum Syuaib yang kafir telah berkata kepada kaumnya, yang kafir berkata berkata kepada kaumnya,  sesungguhnya jika kamu mengikuti Syuaib,  tentu kamu menjadi orang yang merugi  (Al A'raf ayat 90). Dalam sejarahnya,  para nabi selalu menjadi musuh dan target operasi jahat bagi pemuka,  pembesar,  petinggi  dan pemimpin yang dapat menghalangi mereka untuk bermewah-mewahan lalu bermegah-megahan dalam kesombongan logika kekuasaan yang mereka ciptakan sendiri menyerupai tuhan yang serba benar dan serba mengatur.

Dalam hikmah kali ini,  beliau ingin berpesan hadirkan Allah disetiap sesuatu yang engkau  lihat hakikatnya adalah Allah yang Maha Tampak  (Adz Dzahir) dalam dzat Allah yang Maha Rahasia,  Maha Tersembunyi (Al Batin) berarti tidak serupa,  tidak sereka,  tidak seumpama,  tidak seisyarat,  tidak seibarat,  tidak seamsal dengan sesuatu apapun jua,  tidak sebanding dengan siapapun jua,  dan Dia Maha Mendengar bukan dengan telinga,  Dia Maha Melihat bukan dengan mata,  Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat dengan Ilmullah (Ilmu Allah) dalam kuasa Allah  (Qudratullah)  dan dalam kehendak Allah (Iradatullah)  sebuah ilmu utuh tanpa proses tahapan.

Betapa mengherankan ada manusia yang lebih percaya kepada janji-janji politik jabatan,  politik uang,  politik kepentingan,  politik dagang sapi,  politik mengancam,  politik perang dingin,  politik kedustaan.  Bukankah nanti pada waktunya akan Allah seret dan ikat mereka dari arah yang mereka tidak ketahui. Allah swt biarkan mereka bermain - main dalam siksa yang berselimut dan berbantal nikmat  (istidraj). FirmanNya : Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami,  akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan)  dengan cara Kami yang tidak mereka ketahui.  Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka untuk bersenang - senang.  Sungguh,  rencanaKu sangat teguh (Al A'raf ayat 182-183). Inilah dampak dari manusia yang terhijab dari Allah,  bukan mata yang buta,  tapi hati yang mati (qalbun mayyit).

Menempatkan diri setingkat lebih baik atau setingkat lebih tinggi dari hamba Allah yang lain pertanda picik akalnya.  Menempatkan diri sendiri lebih pintar  atau lebih kaya dari pada orang lain pertanda kebodohan karena telah rela untuk ditipu oleh keinginan diri  (hawa nafsu).  Mengaku diri hebat padahal sebenarnya 'adam (tiada),  mengaku diri yang mengajar,  padahal 'adam  (tiada),  mengaku diri yang mengatur,  padahal 'adam (tiada),  mengaku diri yang mendidik,  padahal 'adam (tiada),  mengaku diri yang benar,  padahal 'adam (tiada),  mengaku diri yang baik,  padahal 'adam (tiada),  mengaku diri yang tahu,  padahal 'adam (tiada),  maka duduklah pada kedudukan 'ubudiyah (kehambaan yang juga semakna dengan kehampaan,  ketiadaan diri)  yang disebut mumkinul wujud.  Selama dunia fana yang terpandang dan ternilai,  selama itu juga tirai atau tabir hakikat Allah tertutup.  Alam semesta (kauniyah)  merupakan lapisan awan hitam yang menutup kebenaran yang Maha Ghaib,  tunggu nanti pada masa tabir itu terkuak,  seperti firman : Ketetapan Allah pasti datang,  maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (sidangnya).  Maha Suci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan (An Nahl ayat 1). Allah  Al Qahhar setiap detik menanyakan kepadamu : Adakah telah datang kepadamu berita (khabar) akhirat tentang hari qiyamat  (Al Ghasiyah ayat 1). Kenapa gerangan menunjuk bahwa Allah swt selalu mengingatkan dan memperingatkan kabar berita pewartaan hari qiyamat  sehingga menjadi sangat penting (urgent),  karena setiap manusia dan jin tidak terkecuali akan pernah datang melihat neraka,  seperti firman : Dan tidak ada seorangpun diantara kamu yang tidak mendatangi neraka.  Hal itu sudah menjadi ketetapan Tuhanmu.  Kemudian,  Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang yang dzalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut (terhina)  (Maryam ayat 71-72). Ketika telah menjadi jelas bahwa dunia adalah maya dan akhirat adalah nyata,  Allah bukakan tirai keghaiban bagi orang kafir setelah matinya.  Namun,  bagi orang yang beriman dan pembuktian kebenaran ketulusan imannya dengan amal shalih kepada keluarga dan sesama,  selubung keghaiban tersebut telah terkuak dan terungkap sedari mereka hidup di dunia,  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,  mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki (yang Allah anugerahkan kepada mereka (Al Baqarah ayat 3).

Menambahkan Jalaluddin Rumi dalam Fihi  Ma Fihi bahwa betapa buta pandangan mata dzahir dan batin sewaktu hadir penulis beserta pena. Dengan keheranan Rumi bertanya : Bagaimanalah mungkin pena yang kecil dan benda mati bisa menutup tubuh diri sang penulis ? Bahkan,  keadaan pena tidak bisa bergerak,  kecuali digerakkan oleh penulisnya dalam merangkai hurup menjadi kata,  menata,  memadu dan menyusun kata menjadi kalimat.  Sungguh aneh,  sekiranya barang yang kecil telah mampu menutup barang yang besar.

Sependapat dengan Imam Ahmad Ibnu Athaillah As Sakandari,  mengherankan,  manusia mendzahirkan sesuatu yang hakikatnya tidak ada,  lalu disembah,  kemudian menangis tersedu - sedu dihadirat sesuatu yang telah dia bangun sendiri berupa berhala. Mengadu merayu rindu diharibaan sesuatu yang dia ciptakan sendiri dalam khayyali dan imaji,  lalu meminta ridha padanya yang selain Allah.  Padahal Allah telah ada,  sebelum sesuatu itu ada.  Allah telah ada sebelum adanya ruang dan waktu. Lalu,  kenapa mereka bisa dipalingkan dari iman ? Atau,  apakah mereka tidak merasa ? Apakah mereka tidak melihat ? Apakah mereka tidak mendengar ? Apakah mereka tidak memperhatikan  ? Sedang engkau berada tenggelam dalam lautan nikmat  Allah yang meliputi,  memenuhi dan memadati.  FirmanNya  : Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami diseluruh penjuru ufuk dan di dalam diri mereka,  sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Allah itu haq. Tidak cukupkah bagi kamu  bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.  Ingatlah,  sesungguhnya mereka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka.  Ingatlah,  sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu ( Fushshilat ayat 53-54).

Rumi berupaya menegaskan berupa tamsil  dalam Al Masnawi tentang domba,  anak gembala dan majikan. Domba yang setiap hari butuh makanan,  minuman,  kandang,  kesehatan hewan,  tentu setiap harinya domba berhubungan dengan anak gembala yang memberi makan dan minum serta keperluan hayati bagi domba.  Karena setiap hari domba-domba itu hanya mengenal tukang gembala yang baik hati,  perhatian dan mengayomi. Profesi anak gembala yang telah dijalaninya puluhan tahun lamanya,  sehingga dia sangat kenal pada tabiat domba-dombanya itu, begitupun sebaliknya,  domba-domba itu sangat mengenali,  bahkan menyayangi anak gembala yang telah sangat  sayang kepada mereka.  Pada saat yang ditetapkan,  datanglah majikan pemilik domba-domba itu dan beliau yang telah mempekerjakan anak gembala dengan gaji  yang mahal.  Bagaimana respon dari domba-domba itu ketika kedatangan majikan yang berjas,  berdasi,  bersepatu mahal,  dengan mobil mewah lengkap dengan ajudan dan pengawalan paripurna. Ternyata tidak ada satupun dari ribuan domba yang menyambut ketibaan majikan.

Tamsil Rumi tidak sampai disini,  terdapat pesan spiritual Rumi yang bernilai  bahwa betapa kebaikan yang kecil jika tidak ada telusur alam kecil (mikro kosmos),  alam besar (makro kosmos)  dan alam spiritual (meta kosmos),  bersiaplah menjadi manusia kerdil yang hanya percaya pada kebiasaan - kebiasaan yang telah menjadi sebagai kebenaran.  Artinya dalam tamsil Rumi dan syarah Al Hikam Ibnu Athaillah mengajarkan bahwa manusia mudah untuk tertipu dan ditipu oleh kebaikan kecil dengan tidak mengenali kebaikan dari yang Maha Besar.  Andai ini terus berlangsung lama tanpa ada mursyid kamil yang mengingatkan,  sungguh nestapa yang dibawa hingga ke dalam lumpur neraka.  Sebab,  mereka yang sudah sangat parah menderita tetapi derita irisan batin yang tidak dirasakannya,  semakin hari semakin jauh dari  Allah Al Khaliq,  Ar Razzaq,  Al Fattah,  At Tawwab,  Al Wahhab. Tumpul menipis,  tidak lagi tajam mata pedang spiritualnya,  tidak lagi menembus makna batin dari dunia.  Makna batin dari dunia malah berseru,  tinggalkanlah aku (dunia)  yang hanya menjadi pentas politik bagi kedustaan dan tipuan untuk orang yang memujiku malam dan siangnya.  Aku (dunia) telah banyak menyesatkan manusia yang tinggal di atas punggungku,  rayuanku tidak akan menyisakanmu kecuali penyesalan,  kekecewaan dan kesengsaraan yang engkau bawa hingga engkau masuk ke dalam perutku (bumi). Inilah batin dunia sebagai pelajaran,  pengajaran dan pendidikan bagi mereka yang tercerahkan mata batinnya  (nurul bashirah).

Ibnu Athaillah ingin mengajari menjadikan Allah satu-satunya Tuhan yang diikuti perintahNya dan dijauhi laranganNya semata-mata karena Allah tidak terikut dengan kepentingan apapun dan kepentingan siapapun baik pribadi maupun kelompok, disebabkan Allah Esa dalam pemberianNya kepada makhlukNya,  Esa dalam menyampaikan anugerah dan jalan -jalan anugerah,  Esa dalam merawat,  mengasuh,  mengajar,  mendidik makhlukNya,  membuat sebab kebaikan lalu mengantar kebaikan kepada siapa yang Dia kehendaki,  Esa dalam melayani makhlukNya tanpa meminta bantuan kepada siapapun jua,  Esa dalam mengasihi,  menyayangi,  mencintai serta membagi - bagikan kasih sayang dan cinta pada hamparan bumi dan angkasa raya.  Maka,  jangan duakan dia dalam ibadatmu,  salatmu,  hidup dan matimu.  Bercitalah untuk berjumpa denganNya setiap malam dan siang,  karena Dia yang telah menganugerahkan sesempurna karunia. FirmanNya : Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu dan menyempurnakan nikmatNya untukmu dzahir dan batin.  Tetapi,  diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan)  Allah tanpa ilmu dan petunjuk dan tanpa kitab yang menerangkan (Luqman ayat 20). Ayat tersebut semakin jelas menegaskan Allah yang memberikan rahmat pada langit dan bumi.  Jangan menyembah isi langit dan jangan menyembah isi bumi.  Lebih jelas dalam surah yang sama pada ayat 29-30 : Tidakkah engkau memperhatikan,  bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan Dia menundukkan matahari dan bulan,  masing-masing beredar sampai pada waktu yang ditentukan.  Sungguh,  Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.  Demikianlah,  karena sesungguhnya Allah,  Dialah (Tuhan) yang sebenarnya dan apa saja yang mereka seru selain Allah adalah batil.  Dan sesungguhnya Allah,  Dialah yang Maha Tinggi, Maha Besar. Ayat ini juga menerangkan jangan menyembah siang yang diperlambangkan dengan matahari,  jangan pula menyembah malam yang diperlambangkan dengan bulan,  bermakna pula mereka yang sibuk demi kesibukan di siang harinya  dan tidaklah mengingat Allah hanya sedikit,  tanpa disadari telah tumbuh benih - benih dewa matahari siang di hatinya.  Atau manusia dengan kesibukan dan kesayangannya berbuat maksiyat di malam hari,  hatinya telah berupaya menghapus nama Allah dan berganti dengan tuhan bulan di kala malam.  Tertutup dan matilah batin hamba,  seketika itu dia telah menghijab Allah dengan benda-benda duniawi. Wallahu a'lam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN