Al Bayan 8 : 'Alim - Jahil | Mubayyin : Ma'ruf Zahran

Al Bayan 8 : 'Alim – Jahil
Mubayyin : Ma’ruf Zahran

Seluruh manusia sama, dalil yang menukilkan dan membayankan bahwa kesamaan-kesamaan tersebut menunjukkan berasal dan bermula dari ketiadaan menjadi diadakan (wujud semu) adalah berasal dari sumber dari segala sumber yang maha. Maha pencipta hakikatnya tidak butuh untuk didalilkan (tidak perlu ada alasan), sebab dalil yang butuh kepada Pencipta, bukan Pencipta yang butuh kepada dalil-dalil. Pencipta tidak butuh kepada bayan (penjelasan), tetapi bayanlah yang perlu kepada Pencipta, sebab sumber bayan adalah Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT yang maha Qudus : Dia lah yang mengajarkan bayan (Ar Rahman ayat 4).

Aneh, sekiranya Allah SWT butuh kepada penjelasan (bayan), lalu kapankah masanya Allah SWT menjadi tersamar di jadad ini ? Lalu, manusia pun berusaha dengan kekuatan keilmuan dan kekuatan kedudukannya untuk membayankan Allah SWT, miris. Kapankah Allah SWT jauh sehingga dzikir dan pikirmu berusaha untuk bisa menyampaikan kepada Allah SWT sedekat-dekatnya, usaha tipuan Iblis. Kapan kah Allah SWT tidak pernah menunaikan hajatmu, sehingga engkau mengatakan telah berhutang, atau engkau tuntut Tuhan untuk melunasi hutang-hutang hajatmu, maka engkau sampaikan secara kasar (bersuara) dan secara halus (tidak bersuara) dalam do'a memuji tapi untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi. Kapankah Allah SWT tidak melihat mu (buta), sehingga engkau merasa belum sah jika ibadahmu belum dilihat manusia, dan kapankah Allah SWT tidak mendengar mu (tuli), sehingga engkau belum merasa beribadah jika belum didengar manusia. Kapankah Allah SWT bisu, sehingga Dia tidak lagi menyampaikan hidayah, ilhamah, irsyadah, bayanah, burhanah, irfanah, hikmah, ma'rifah dalam suara halus pembicaraan Nya (kalam-mutakallimun rabbaniyah).

Rabbaniyah dalam keesaan ketuhanan sebagai rab ; pencipta, pengatur, pembimbing, perawat, penjaga ; rabbul 'alamin (Tuhan penjaga alam semesta) yang bermartabat dalam keesaan ketuhanan (tauhid rububiyah), pokok  (asas) tauhid rububiyah terbagi atas dua cabang :

1.Rububiyah dalam kesamaan ciptaan.
2. Rububiyah dalam keragaman ciptaan.

Baiklah, untuk memberikan burhan (keterangan) bahwa ciptaan memiliki kesamaan, contoh manusia secara jasmani kebanyakan memiliki kesamaan daripada perbedaan, ditilik dari sudut penciptaan  (khalqiyyah), Allah SWT telah berkalam dalam surah Al Hujurat ayat 13 :  Wahai manusia, sungguh, Kami telah menciptakan mu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sungguh, manusia yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah manusia yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, maha meneliti.

Satu ayat tersebut telah menerangkan (burhanah) dan menjelaskan (bayanah) keesaan rububiyah dalam dua cabang ; kesamaan dan keragaman. Ditilik dari cabang persamaan dari diri yang satu, kemudian ditilik dari cabang keragaman berbangsa-bangsa, bersuku-suku. Lebih prinsip lagi perbedaan tersebut pada tataran Ilahiyah, yaitu ; manusia yang paling mulia di sisi Allah SWT, adalah yang paling bertaqwa diantara manusia. Pengetahuan disisi Allah SWT siapa yang paling bertaqwa, siapa yang paling durhaka, siapa yang paling 'alim, siapa yang paling jahil, siapa yang paling 'adil, siapa yang paling dzalim, siapa yang paling syukur, siapa yang paling kufur, untuk kepentingan itulah, tulisan ini dirilis :

1. Ruh yang alim terhadap Allah SWT.

Materi dalam ta'lim (pengajaran) ma'rifatullah adalah ilmu. Al 'ilmu nur (ilmu adalah cahaya), cahaya qalbu dan cahaya ruh. Ilmu yang mengantarkan dzikir, dengan kata lain dzikir yang 'alim, bukan dzikir yang jahil. Dzikir yang jahil akan membabi-buta, dzikir yang jahil akan kesurupan Iblis, dzikir yang jahil semakin didzikirkan semakin tebal daki kebodohan dan kebohongannya, tipu-tipuan Iblis. Kebodohan dan kebohongan itu saat si dzakir (pendzikir) memandang dirinya shaleh, arif, taat, 'alim, dzakir dan seluruh balutan keakuan (ananiyah), kesombongan (iblisiyah), balutan kedengkian (syaithaniyah). Dalam kajian akhir zaman diperlukan ta'lim ma'rifatullah billah fillah, tidak cukup hanya sekedar wirid dan ratib saja.

Membongkar kedok Iblis yang bersembunyi di luar diri dan membongkar kedok hawa napsu yang bersembunyi di dalam diri adalah tugas tulisan ini, semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat kepada hamba, serta Nabi Muhammad SAW selalu memberi syafaat dalam literasi-literasi Al-Bayan.

'Alim adalah cerdas mengetahui secara rinci dari mana arah datang godaan Iblis sebagai unsur luar. Apakah datang dengan cara membawa bayangan yang bersifat buruk seperti takut miskin, takut tidak menjabat, takut masa depan. Atau kedatangan dan kehadiran Iblis membawa bayangan (halu) berbentuk kebaikan, seperti kebaikan taat, kebaikan ibadat, padahal itu tipuan untuk menjadikan si diri yang termulia karena taat, si diri yang terhormat karena ibadat, si diri yang terpuji karena haji, si diri yang terdepan karena shalawatan, diri yang terkemuka karena giat di seluruh pusat, cabang dan ranting-ranting organisasi keagamaan, kemanusiaan, keadilan. Sibuk lah si Iblis yang telah menjelma dalam diri si kaya, dalam diri si alim, dalam diri si pintar, dalam diri si pandai, dalam diri si benar, dalam diri si menang, tanpa pernah dia sadari bahwa dia sedang dikendalikan Iblis.

Mencermati juga bisikan yang datangnya dari keinginan diri sendiri (hawa napsu). Sama halnya dengan Iblis, bedanya terletak pada peta bisikan yang datang dari dalam diri sendiri. Diri sendiri berkeinginan dimanjakan, disenangkan, dinyamankan dengan mobil mewah keluaran terbaru, model istana rumah dengan arsitek termodern di kelasnya, pesawat-pesawat dan kapal-kapal pesiar tercanggih, referensi-referensi bisnis dan komersial termutakhir, kepustakaan-kepustakaan terakses digitalisasi dan terkoneksi dengan warga dunia, transportasi dan komunikasi tercepat dengan  7 G, 8 G, 9 G dan terus diperbaharui sehingga selalu terbarukan, terbarukan telah menjadi sifat kecenderungan hawa napsu untuk selalu dipuaskan walau sebenarnya hanya angan-angan (utopia).

Segala sesuatu yang berlawanan dengan kekayaan, kepangkatan, kemanjaan, kesenangan, ketenangan, keluasan, kenyamaan, kebahagiaan, kesukaan, kegembiraan merupakan lawan hawa napsu. Hawa napsu membenci kemiskinan, lalu ditiupkan pada diri manusia ; betapa enaknya menjadi orang kaya. Hawa napsu membenci kerendahan, lalu ditiupkan pada diri manusia (hakikat dirinya sendiri) ; betapa tingginya derajat kalau menjabat. Hawa napsu membenci kerja keras, lalu ditiupkan pada diri ; betapa indahnya bersantai-santai, lalu mencuri dan korupsi. Orang yang seperti ini memang belum digoda Iblis, tetapi dia telah menjadi tawanan bahkan telah terpenjara oleh penjara hawa napsu nya (keinginan diri yang bergejolak). Mewaspadai dan mengetahui dua serangan ini ; serangan Iblis dari luar diri dan serangan hawa napsu dari dalam menjadi ciri dan tanda kealiman seseorang.

Satu tujuan dengan dua cara. Satunya tujuan adalah supaya manusia kufur (ingkar) dan syirik (menduakan) Allah SWT dan mati belum sempat bertaubat, terminal paling akhir dari dua makhluk ini ; kafir dan musyrik tempatnya adalah neraka Jahannam-kekal selamanya. Sedangkan dua cara adalah berkesesuian dan berkesepakatan Iblis dan hawa napsu dalam mendurhakai Allah SWT. Apabila Iblis mengambil jalan godaan taat sehingga menjadikan manusia taat se taat-taatnya, lalu ditiupkan rasa sombong (takabbur) karena sudah duduk pada derajat taat, kemudian hawa napsu meng - acc - taat - taat tersebut dengan menumpang rasa aman, rasa nyaman, rasa tenang, rasa senang, rasa terhormat dengan taat di mata manusia, rasa terkenal sebagai orang-orang taat yang dipublish, rasa termulia karena diberi mic untuk bicara, rasa-rasanya sudah berhak sebagai penghuni surga dan seluruh kenikmatan Aden, Makwa, Salam, Na'im, Muqamah, Amin, sehingga Al Firdausi. Tertipulah si taat, si 'abid, si 'alim, si zahid, si fadhil, si shaleh, si karim dengan tipuan bayang-bayang atau fatamorgana surga yang dilukis oleh Iblis dan Dajjal.

Bahkan, si 'abid telah merasa bahwa ruhnya telah masuk surga, surga tipuan, dimasukkan oleh Iblis ke dalam surga yang dibuat nya sendiri seperti dahulu dia pernah berada lama di dalamnya, surga yang dibangun Iblis bukan surga original, tetapi surga artifisial. Ada surga buah-buahan bagi para guru, ada surga sungai air jernih bagi para pembaca Al Qur'an, ada surga sungai madu bagi para mufassir, ada surga sungai susu bagi para muhaddits, ada sungai arak bagi para muhaqqiq, ada bidadari-bidadari surga bagi para mujahid, ada piala yang terbuat dari emas dan perak bagi para dermawan, ada kuda-kuda putih tunggangan surga bagi para salik dan murid, semua itu adalah semu.

Iblis juga bisa membuat neraka artifisial dengan imajinasi yang dia rancang-bangun sendiri. Rancangan yang sama seperti dalam kitabullah-kalamullah mulia Al Qur'an tentang neraka. Tidak kalah serunya, Iblis mengimitasi neraka dihadapan alam pikiran dan alam perasaan, mengimitasi neraka di portal duniawi dan ukhrawi sitaat-simaksiyat, si kaya - simiskin, si'alim - sijahil, diingat - silalai tentang samaran portal surga dan portal neraka. Sekehendak Iblis memainkan peta dan lokasi keduanya.

Setelah selesai Iblis membuat makar jahat dan telah dipresentasikannya di benak manusia yang lengkap dengan referensi kitabullah, sunnatullah, ushuliyah, ushuluddin, tarbiyah, dan seluruh referensi ketuhanan, segera tampil Iblis sebagai sebaik-baik penasehat yang ulung  (khairun nashih).

Seperti Iblis telah menasehati ayahnda Adam dan ibunda Hawa di dalam surga tentang larangan Allah SWT memakan buah khuldi (khuldi artinya buah abadi). Dan, dengan memakan buah larangan tersebut, Adam dan Hawa akan abadi di dalam surga serta memperoleh kerajaan yang tidak pernah binasa (mulkan la yabla).

Ruh 'alim terhadap Allah SWT pada bidang jasadiyah (jasmani) adalah telah mengenal Allah SWT sebagai pencipta (khaliq) serta mengenal diri sendiri sebagai yang dicipta (makhluq). Pengenalan sejati terhadap keduanya (khaliq dan makhluq)  menimbulkan cahaya pengenalan terhadap Allah SWT dari Nya dan kepada Nya (nurul ma'rifatullah SWT minallah - ilallah). Cahaya itu memancar di tubuh hamba, mata, telinga, tangan, kaki, mulut, hidung. Lalu tubuhnya taat dalam arti tidak maksiat, matanya taat dalam arti tidak maksiat, telinganya taat dalam arti tidak maksiat, tangannya taat dalam arti tidak maksiat, kakinya taat dalam arti tidak maksiat, mulutnya taat dalam arti tidak maksiat, hidungnya taat dalam arti tidak maksiat. Inilah amaliyah syari'at jasadiyah untuk membersihkan anggota tubuh (li ishlahil jawarih).

Ruh yang alim pada dimensi jasadiyah dalam ruang dan waktu adalah ruh yang menggerakkan amaliyah-amaliyah shalihat berbentuk sendi dan ruas mengerjakan shalat, mata, telinga, mulut dishalatkan, diri dan harta dizakatkan, perut, kemaluan, mata, telinga, mulut, hidung, kulit dipuasakan untuk mengendalikan hawa napsu (keinginan diri sendiri), usaha, upaya, bisnis, pekerjaan dihajikan dan diumrahkan. Sedangkan investasi termahal dari ma'rifatullah SWT bidang jasadiyah atau gerak amal dzahir syariat adalah bersujud. Darah, tulang, daging, napas bahkan diri seutuhnya bersujud kepada Allah SWT. Itulah perbendaharaan, perbukuan, perpustakaan  jasadiyah bernilai sebagai investasi sujud, sujud merupakan saham abadi. Allah SWT bayankan dalam firman Tuhan, kalamullah karimullah SWT : Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, dari golongan para nabi, dari keturunan Adam, dan orang-orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, dari keturunan Ibrahim dan Ya'qub, dari orang yang telah Kami beri petunjuk (muhtada) dan orang-orang yang telah Kami pilih (mujtaba). (Ciri-ciri mereka) adalah apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang maha pengasih kepada mereka, mereka tersungkur, bersujud dan menangis (Maryam ayat 58).

Seluruh isi pembacaan, penulisan, pengertian, pemahaman, pembelajaran, penelitian, pengkajian, pembahasan, penghayatan kitab suci Al Qur'an Al Majid dalam hurup, ayat, kalimat, surah, juz Nya merupakan perlambang wujud sujud dzahir batin dalam jasmani dan rohani si hamba Nya. Adapun seluruh isi Al Qur'an Al Karim secara praktik terdapat pada diri yang mulia ; Rasulullah SAW sebagai berakhlaq dan beradab tinggi, Al Qur'an yang hidup. Allah SWT nyatakan dalam kalamullah karimullah SWT : Dan sungguh Engkau Muhammad benar-benar telah berada pada ketinggian akhlaq yang sangat agung (Al Qalam ayat 4).

Shahabiyah Aisyah ummahatul mukminin (ibunya orang-orang yang beriman) radhiyallahu 'anha ketika ditanya : ya ummahatul mukminin, apakah akhlaq Rasulullah SAW ? Aisyah ummahatul mukminin radhiyallahu 'anha menjawab : Wakana SAW khuluquhul Qur'an (Dan adalah akhlaq  Rasulullah SAW, Al Qur'an). Inilah tanda ruh yang 'alim terhadap Allah SWT, ruh pada dimensi jasad yang telah sempurna dalam pengenalannya kepada Allah SWT. Sungguh, Rasulullah SAW telah disempurnakan Allah SWT pada tingkat tertinggi sebagai kekasih Allah SWT (habibullah SWT). Dan dari nur Muhammad SAW terang nyatalah hukum syariat dzahir yang dibawa oleh Rasulullah SAW, bersujudlah berkat kasih sayang dan cinta dari Allah SWT yang tercurah kepada baginda sayyiduna Muhammad SAW, seluruh apa yang ada di langit, di bumi, sebagaimana pengkhabaran suci Nya dalam kalamullah karimullah SWT : Tidakkah engkau mengetahui, bahwa siapa yang ada di langit, siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang-bintang, pohon-pohon, hewan-hewan melata dan banyak diantara manusia. Tetapi banyak pula manusia yang pantas mendapat adzab. Siapa yang dihinakan Allah, niscaya tidak ada seorang pun bisa memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki (Al Haj ayat 18).

Kedudukan ruh yang telah alim terhadap Allah SWT mencirikan taat dzahir setulus-tulusnya, taat dzahir semurni-murninya, taat dzahir sebenar-benarnya, taat dzahir sejati-jatinya, bukan taat tipuan, bukan taat nya orang munafiq, bukan taat nya orang fasiq, bukan taat nya orang zindiq, bukan taat nya orang jahil. Taat yang ditujukan, diniatkan bukan karena Allah SWT merupakan taat yang terjebak ke dalam hawa napsu (menyembah diri), menyembah kesenangan hawa, atau diselubungi Iblis dengan taat kesombongan. Kata kunci kesombongan ada dua : menolak kebenaran (batharul haq) ; merendahkan orang lain (ghamtun nas).

Penciri dari mereka yang telah ma'rifatullah lillahi SWT adalah kesediaan diri (tubuh) untuk taat semurni taat, sebagai yang Allah SWT perintahkan dalam firman Nya : Dan Aku tidak memerintahkan kepadamu, kecuali beribadah kepada Allah dengan ikhlas (murni) dalam menjalankan agama, agar mereka lurus dalam mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang tegak lurus (benar) (Al Bayyinah ayat 5).

Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang dituliskan dalam ayat-ayat suci Nya, diperintahkan sejak di Lauh Mahfudz ; beriman dan beramal shalihat. Merekalah orang yang beruntung setiap detik-detik nya, setiap menit-menit nya, setiap waktu yang di laluinya, setiap hala tarikan dan hembusan napas adalah dzikir af 'alullah SWT yang telah mendapat hidayah dari Nya, mereka diistilahkan dengan ulul huda. Ulul huda yang mendapat kecerahan dan kecerdasan hidayah. Dengan hidayah Allah (hidayatullah), ulul huda mengenali Allah SWT, lalu mensujudkan segenap jasadiyah kepada Tuhan, setiap detik sujud jasadiyah dan ruhiyah telah bernilai ibadah, bernilai pahala sebagai investasi ibadah jasadiyah.

Ruh yang alim kepada Allah SWT adalah ruh yang duduk pada maqam terpuji (maqamam mahmuda) tingkat kedua yaitu ma'rifatullah lillahi SWT dibidang qalbu. Bidang qalbiyah berisi perbukuan, perpustakaan, perbendaharaan asmaullah SWT al husna yang berjumlah 99.  Apabila asmaullah SWT didzikirkan secara khafi dan sirri berdawamah sehingga bibarkatillah wa biidznillah wa bijahi sayyidi Ahmad Ruhullah wabijahi Rasulullah SAW, wabikaramatillah SWT wabi sayyidina Muhammad SAW,  maka qalbu telah berma'rifat bima'rifatillahi SWT,  billahi SWT, lillahi SWT, fillahi SWT dalam ma'rifat asma'.

Sujud hamba dalam ma'rifatullah asmaullah SWT al husna, al 'udzma, al 'ulya sebagai investasi ibadah qalbiyah. Sebab kekayaan hati hamba (abdi) hanya berisi asmaullah SWT al husna yang didzikirkan secara khafiyah dan sirriyah setiap putaran putaran detik ke detik. Makna sujud dan makna ibadah qalbu adalah hakikat mengenali asmaullah SWT al husna yang berjumlah 99 mulai dari Allah SWT Ar Rahman sampai dengan Allah SWT Ash Shabur ; dikenali nama-nama Nya, dimengerti nama-nama Nya, dipahami nama-nama Nya, diresapi nama-nama Nya, dihayati nama-nama Nya, di syiarkan nama-nama Nya, diamalkan nama-nama Nya asmaullah SWT al husna (99), ditambah lagi  asmaullah SWT al husna yaitu : Allah SWT Ad Dayyan, Al Burhan, Al Hannan, Al Mannan, Al Hasan, Al Kamal, Al Jalal, Al Jamal, Al In 'am, Al Bayyan, Al Kafi, Asy Syafi, Al Muafi, Al Wafi. Nama - nama Allah SWT yang telah terisi penuh di ruang hati mukmin dengan Allah SWT sebagai Raja bertahta sejak dari irisan terluar ; shudur, irisan dalam ; qalbu dan fuad, irisan terdalam ; lub. Hamba yang tunduk bahkan telah ketiadaan nama ('adam), niscaya bertajalli (nampak) secara Adz Dzahir, Al Batin, Al Awwal, Al Akhir, As Sami', Al Bashir, Al 'Alim sudah tegak lurus dalam nama-nama kebenaran Al Haq, sebagai yang maha mulia dan maha ada dari segala yang ada, maha hadir dari segala yang hadir, maha mengetahui dari segala yang mengetahui, maha segala maha, Dia yang maha berkalam dari Dzat Nya dan Dia yang memahamkan kalam Nya kepada hamba Nya, sehingga hamba Nya bisa berkalam, baik dikenali kalam Nya (ma'rifat) atau tidak dikenali kalam Nya (nakirat). Hamba yang ma'rifat, niscaya kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sedang hamba yang nakirat, niscaya kesengsaraan di dunia dan di akhirat, gagal dalam mengenali, mengerti, memahami, menghayati dan tunduk patuh dalam mengimani (iman) dalam mengamalkan ('amal) shalihat, mahmudat nama-nama Nya. Allah SWT Al 'Aly Al Muta'aly Al Kabir berkalam mulia : Dia Allah yang maha awal, maha akhir, maha dzahir, maha batin, dan Dia di atas setiap sesuatu adalah keadaan selalu maha mengetahui (Al Hadid ayat 3).

Kecerahan dan kecerdasan dari qalbu adalah hidayah, hadiah, inayah dari Allah SWT sang agung maha pemilik nama. Kecerahan pancaran cahaya (nur) yang bersumber dari Allah SWT ke dalam hati (naurah), niscaya hati menjadi tenang (muthmainnah). Ternyata, muthmainnah berasal dari hati yang tidak pernah kosong dari dzikrullah SWT, kebahagiaan sejati yang tidak jeda di dalam hati hamba Nya dari berdzikrullah SWT, kedamaian sejati yang tidak berhenti di dalam hati hamba Nya dari dzikrullah SWT, keselamatan hati yang tidak lalai di dalam hati hamba Nya dari dzikrullah SWT, dzikir asmaullah SWT al husna secara khafiyah dan sirriyah setiap detik per detik. Sebagaimana kalamullah Al Quddus dalam kitab mulia Nya :  Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang, yaitu orang-orang yang beriman dan beramal shalihat bagi mereka keberuntungan dan tempat kembali yang baik (Ar Ra'du ayat 28-29).

Mukmin mukhlis yang hatinya muthmainnah sebab telah terisi penuh dengan asmaullah SWT yang maha baik, sehingga tidak tersisakan sedikitpun ruang dan waktu untuk nama-nama yang selain Dia. Hamba Allah SWT yang mukmin mukhlis tidak mengenal nama kecuali nama Nya yang maha cerah, maha cerdas. Orang yang hatinya sudah penuh bermandikan cahaya rahmatullah asmaullah SWT dengan lub (inti hati) berpancaran sinaran cahaya (naurah) disebut ulul albab. Ulul albab sebagai wali Allah SWT di bumi, Allah SWT tampakkan ciri-ciri mereka sebagai berikut : Orang yang beribadah pada waktu malam ; bersujud dan berdiri. (Atau kah orang musyrik yang beruntung ?), (ulul albab) adalah mereka yang beribadah tulus dengan rasa takut kepada adzab Allah dan mengharapkan rahmatullah, rahmat Tuhannya. Katakanlah ; apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ? Sebenarnya, hanyalah ulul albab yang dapat menerima pelajaran (Az Zumar ayat 9).

Setelah ulasan jasadiyah, qalbiyah, tulisan ini akan berangkat mengurai ruh biidznillah wa bijahi sayyidi Ahmad ruhullah wabijahi Rasulullah SAW wal mursalin, wal anbiya Allah SWT wal auliya Allah SWT, lahumul Fatihah.

Ruh yang alim terhadap Allah SWT berupa kekayaan perbendaharaan, istana-istana ma'rifatullah billah SWT dalam sifat-sifat ketinggian, kebesaran, kemuliaan, kesempurnaan, keperkasaan (Jalalullah, Jamalullah, Kamalullah, Qaharullah). Menenggelamkan diri yang hina dina, meniadakan diri yang hakikatnya tidak ada ke dalam sifat-sifat keagungan, ketinggian, kebesaran Allah SWT merupakan maqam ma'rifatullah billah SWT berupa pengenalan kepada sifat-sifat Nya.

Setelah mengenali sifat Allah SWT yang maha baik, tiadalah boleh hamba Nya menyandang dan mengakui dirinya telah memiliki sifat baik. Ternyata, sifat baik hanyalah dari Allah SWT sebagai sumber sifat baik yang selamat dari sifat kekurangan, selamat dari sifat kerendahan, selamat dari sifat kehinaan, sebab sifat Nya maha selamat (As Salam). As Salam yang menyifati alam, berkat kesalaman Allah SWT ; alam semesta menjadi selamat, menjadi damai. Induk sifat ruhiyah rububiyyah adalah sifat kekasih-sayangan Nya yang dapat dibahasakan dengan rahmaniyyatullah SWT (sifat sirriyah Allah SWT), sedangkan jaliyyah Allah SWT telah nyata, menyata tampak dalam rupa-rupa kekasih-sayangan Nya berupa untai-beruntai curahan rahmatullah SWT kepada alam semesta yang tidak pernah putus.

Sifat kekasih - sayangan yang tersimpan di dalam hakikat sifat kekasih - sayangan Allah SWT (rahmatullah wasi'ah rahmah) dan tersimpan di dalam ma'rifat sifat kekasih - sayangan Allah SWT (rahmaniyyatullah SWT). Kedua sifat kekasih - sayangan Allah SWT inilah, rahmatullah dan rahmaniyyatulah, Allah memberi kan rasa kasih, rasa sayang, rasa cinta kepada sesama, sampai lah kepada yang maha pecinta, maha perindu untuk berjumpa Adam dan Hawa (laki dan perempuan), lalu beranak-pinak, menjadilah napas cinta dari yang maha cinta (Al Wadud), darah cinta, jantung cinta, hati cinta, dan atas nama Nya Al Wadud kita saling meminta, maka sambunglah kekasih - sayangan, kecintaan - kepedulian kepada sesama seperti suruhan dari yang maha pencinta, dalam kalamullah karimullah SWT penuh cinta : Bertakwalah kamu kepada Allah dengan nama Nya kamu saling meminta, dan sambunglah luapan kasih sayang (arham),  sesungguhnya Allah terhadap kamu adalah maha mengawasi (An Nisa' ayat 1).

Mereka yang telah duduk pada maqam ma'rifatullah ruhullah SWT pada aspek shifatullah menyandang gelar ulul arham (hubungan dengan Allah dalam keakraban kasih sayang). Sehingga apapun yang hamba lakukan adalah semata-mata berkasih sayang (arham) kepada sesama tanpa pandang bulu, orang kaya - orang miskin, orang waras - orang gila, orang 'alim - orang jahil, orang kota - orang desa, rahmatullah SWT selalu tercurah dari lisan pengajarannya, deras tiada henti, pemberian Tuhan, dia salurkan, dia sampaikan, apakah ilmu ; harta ; tenaga ; dan sebagainya. Kasih sayang juga menjadi penciri utama ummat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT yang maha baik menyebutkan ulul arham tersebut : Muhammad Rasulullah, dan orang-orang yang bersama dengan baginda ; tegas terhadap kekafiran ; kasih sayang kepada sesama (Al Fath ayat 29).

Bermohon kepada hidayah, irsyadah, ilhamah dari Allah SWT, berizin dan mengharap restu Allah SWT dan baginda nabi Muhammad SAW ; sayyidul wujud, sayyidul barakah, sayyidul arwah, Allahumma ya Ahad, shalli 'ala Ahmad. Allahumma ya Ahad, shalli 'ala Muhammad. Allahumma ya Ahad, shalli 'ala Mahdi khalifatika ya Ahad, lahumul Fatihah. Bismillah ; bagian tingkat tertinggi kealiman ruh adalah ma'rifaturruh dalam mengesakan Dzat (tauhidudz Dzat Allah SWT), yaitu ruh yang mengenal Dzat Allah SWT.

Berharap anugerah rahmatullah SWT secara dzahir dan batin ma'rifatullah billah lillah SWT bahwa : Pengenalan  terhadap Dzat Allah SWT bermakna ketidakmampuan mengenal Dzat Nya, sebab, tidak ada satupun yang dapat mewakili pengenalan terhadap Dzat Allah SWT. Pengertian tentang Dzat Allah SWT bermakna tidak ada seorang pun yang mampu mengajarkan pengertian tentang Dzat Allah SWT, sebab tidak ada satupun makhluk yang bisa dan mewakili penjelasan tentang arti Dzat Allah SWT. Tidak ada satupun wujud sanggup memberi keterangan (burhan), memberi penjelasan (bayan), memberi intuisi, rasa (irfan) tentang Dzat Allah SWT. Ketidak berdayaan tersebut menunjukkan betapa agung Nya, betapa tinggi Nya dalam keberadaan, kebenaran dan kebaikan sehingga Dia tidak berdaya lagi untuk disebut, dibaca, ditulis, dilukis, dipahat, diukir, digambar, dibahas, ditelaah, dikaji, kecuali hanya berserah diri kepada Nya (wa ana minal muslimin). Nabi SAW menjelaskan dalam sabda baginda yang mulia : Pikirkan lah barang - barang ciptaan (khalqillah), dan jangan engkau memikirkan pencipta (Dzatillah). (Riwayat Muslim).

2. Ruh yang jahil terhadap Allah SWT.

Ruh yang jahil (bodoh) terhadap Allah SWT adalah ruhnya orang-orang kafir, orang-orang musyrik, munafiq, fasiq, zindiq. Apabila mereka mati dalam kekafiran, kemusyrikan, kemunafikan, kefasikan, kezindikan belum sempat bertaubat dan belum menjadi muslim (berserah diri) secara total kepada Allah SWT, maka mereka mengikuti langkah-langkah (khudhuwat) syaithan, sesungguhnya syaithan itu adalah bagi kamu musuh yang nyata.

Singkat kata, ruh yang jahil adalah ruh yang tidak mengenal Allah SWT. Dengan demikian, mereka mengatakan semaunya, berbuat semaunya kepada Allah SWT. Mendurhakai Allah SWT, mendustakan Allah SWT, ruh mereka gelap, hitam pekat, gulita tidak bercahaya sama sekali. Sehingga tidak perlu lagi untuk diterangkan. (Wallahu a'lam).

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN