AN NURIYAH

 


Narasumber : Ma'ruf Zahran

MAQAM TAUBAT

Tuanku gurunda mulia al arif billah imam Ahmad ibnu Athaillah rahimahullah berujar : Setiap manusia berada di dalam takdir Allah, dirimu dan orang lain terikat pada napas - napas takdir. Tidak lah seorang jua pun yang bisa melompati pagar - pagar takdir yang telah ditetapkan oleh Allah padanya.

Adalah ujian Allah SWT dalam medan - medan ujian jiwa (mayadinun nufus) terdapat setiap hari di dalam ujian nikmat, bala, taat, maksiyat. Keempat inilah ujian dimensi dzahir dan batin. Dengan takdir, Allah SWT tidak pernah terlintas mencelakakan hamba Nya. Jejaring takdir maksiyat hanyalah Allah SWT supaya dengan taubah (taba - yatubu - taubah) yang secara bahasa artinya kembali. Kembalilah kepada Allah SWT sebelum maut (tubu  ilallah qablal maut), sebelum napas di tenggorokan, sebelum Allah SWT ganti bumi ini (dunia) dengan bumi yang lain (akhirat). Bagi hamba pendosa terdapat harapan (raja') berkesempatan untuk menebus dosanya. Tebusan berupa iman dan amal shaleh selama hidup di dunia. Tebusan tidak berlaku di akhirat walau mereka hidangkan dunia yang seluruhnya emas. Pasti ditolak tebusan mereka di akhirat. Akhirat adalah hari akhir (final day) untuk membalasi semua amal. Kematian adalah tirai yang membatasi dua alam ; alam dunia dan alam akhirat, alam qubur adalah tempat pertama diantara tempat - tempat di akhirat (manzil min manazil). Setitik iman tidak dapat tergantikan dengan segenap dunia yang seluruhnya berisi emas. Firman Tuhan yang maha suci dalam kalamullah : Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang diantara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekira - kira mereka  menebus dirinya (pasti ditolak), mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang pedih dan tidak ada bagi mereka seorang penolong pun (Ali Imran ayat 91).

Ternyata, maqam taubat (maqamut taubah) bisa menjadi pengungkit dan pemantik untuk mendekati rahmat Allah SWT dan berserah diri kepada Nya (muslim) seperti ayat-ayat Allah SWT yang sangat dibenci Iblis, yaitu ayat 35 surah Az Zumar (39) sebagai berikut, artinya : Katakan, wahai hamba - hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri ! Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa. Sungguh, Dialah yang maha pengampun lagi maha penyayang.

Bertaubat kepada Allah SWT setiap hari, karena begitu mata terbuka menatap dunia, disitu telah ada dosa, dosa merasa kuat untuk bangun dari tidur, merasa kuat menuju kamar mandi, apakah diri yang hakikatnya tiada bisa merasa kuasa  ?   Lalu, kapankah engkau berdosa, ketika merasa kuat dan tidak merasa bergantung kepada Allah SWT.

Sekecil apapun yang bukan karena Allah SWT adalah dosa, menjadi wajib setiap hari memohon kepada Allah SWT seperti Nabi Muhammad SAW Rasulullah SAW yang sudah menjadi syair cinta beliau kepada Allah SWT berupa istighfar (memohon ampun kepada Allah SWT) setiap hari minimal 70 x atau 100 x.

Jangan pernah berhenti memohon ampun - maaf kepada Allah SWT atau jangan pernah merasa diri suci, tanpa rahmat (kasih sayang) Allah SWT tidak ada seorang pun diantara kamu yang bersih dari dosa (baca surah An Nur ayat 21 dan surah Al Muzammil ayat 20). Demikianlah, mohon ampunan dari Allah SWT disuruh, suruhan tersebut ditemukan pada surah An Nisa' ayat 110 : Dan siapa yang melakukan kejahatan atau mendzalimi diri mereka sendiri, maka hendaklah dia memohon ampun kepada Allah, dia akan mendapati Allah selalu dalam keadaan maha pengampun lagi maha penyayang.

Dosa - dosa kecil dengan istighfar dan ibadah - ibadah maqbulah, seperti  antara ibadah shalat Jum'at ke Jum'at adalah penghapus dosa, begitu pula antara waktu - waktu shalat dari Dzuhur ke Asar, dari Asar ke Maghrib, dari Maghrib ke Isya, dari Isya ke Subuh, dari Subuh ke Dzuhur adalah medan - medan ampunan dari Allah SWT. Antara Ramadhan ke Ramadhan merupakan ladang ampunan dari Allah SWT. Manusia hanya wajib memikirkan untuk bisa secara beradab  menunaikan suruhan Allah SWT dan dengan tulus menjauhi larangan Nya.

Sedangkan dosa - dosa besar harus dengan taubat. Tetapi, jangan memandang kepada skala besar dan kecilnya dosa. Pandanglah kepada siapa kita berdosa ? Bukankah kita berdosa kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang ; Allah SWT yang selalu mencurahkan rahmat ampunan Nya, kasih sayang Nya, cinta Nya, rindu Nya, kepemurahan Nya, kepedulian Nya, keramahan Nya, kekeluargaan Nya (Allah SWT tidak memiliki anak ; walam yakun walad, Allah SWT tidak memiliki istri ; walam yakun lahu shahibah, tapi Allah SWT memiliki keluarga ; ahlullah, ahlush shidqi, ahlut taqwa, ahlul maghfirah, ahlul judi wal karamah, ahlul wafa, ahlul 'ilmi wal hilim).

Maqam taubat sebagai tangga suluk pertama bagi salik untuk menempuh jalan orang-orang yang bertaubat sudah mulai dari taubat dzahirat seperti menjaga mata, mulut, telinga, pintu depan (qubul), pintu belakang (dubur). Kemudian bertaubat secara bathinat, hilangkan syirik menuju tauhid, hilangkan riya' menuju ikhlas, hilangkan dengki (hasad), ganti  menjadi niat baik (hasan),  hilangkan lalai, ganti dengan ingat (dzikir), hilangkan permusuhan (malhamah), ganti dengan kasih sayang (marhamah),  hilangkan jahil, ganti dengan 'alim, hilangkan ketergesaan ('ajalah) ganti dengan ketenangan (sakinah), hilangkan rasa berkuasa, ganti dengan ketiadaan pengakuan, ketiadaan diri, hancur, punah - musnah (fana).

Ternyata, bukan maksiyat yang Allah SWT marahkan, sebab hakikat maksiyat  terdapat dalam suratan taqdir atau kun taqdir Allah SWT. Kun nikmat (ketetapan nikmat), kun bala', kun taat, kun maksiyat. Disamping kun taqdir terdapat pula kun rahmat (inna rahmatallahi qarib ; sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat). Rezeki dan rahmat Allah SWT sangat mulia, dan selalu hadir lewat oksigen yang Dia kirimkan, lewat matahari yang Dia pancarkan, lewat air hujan yang Dia turunkan, lewat napas Nya yang Dia hembuskan, lewat mata Nya kita bisa melihat (bashir) ,lewat telinga Nya kita bisa mendengar (sami'), lewat kalam Nya kita bisa berbicara (kalam), lewat ilmu Nya kita bisa mengetahui ('alim), lewat kuasa Nya kita bisa berdaya - upaya (qudrat), lewat kehendak Nya kita bisa berkeinginan ini - itu (iradat). Betapa Dia maha hayat, ilmu, qudrat, iradat, sama', bashar, kalam. Dia berbeda dengan makhluk Nya (laitsa kamitslihi syai'), Dia tidak serupa, tidak seumpama dengan barang ciptaan yang baharu, fana, Dia tidak bisa dibatasi oleh angka dan aksara, tidak ada pembatasan, pelarangan atau suruhan kepada Nya, disinilah letak kun rahmah dari sifat Allah SWT yang maha suci (subbuh - quddus) dalam satu sifat yang tidak bisa diganggu - gugat, yaitu sifat jaiz. Jaiz sifat yang tidak bisa diterka - terka, tidak bisa diduga - duga, tidak bisa disangka - sangka, tidak bisa disebut - sebut, sebagaimana kalamullah suci Nya, Al Qur'an Al Mubin - A Halim – Al Karim menyatakan : Allah menghapus apa - apa yang Dia kehendaki (taqdir), dan menetapkan (taqdir), dan di sisi Nya ada kitab induk (Ar Ra'du ayat 39).

Apabila kun taqdir telah ditetapkan, kejarlah kun rahmah (kasih sayang) Nya yang maha luas berupa keluasan ampunan (wasi'ah rahmah - wasi'ah maghfirah). Maksudnya, tidak semua taat berpahala, sebagaimana halnya tidak semua maksiyat berdosa. Artinya, taat dan maksiyat adalah kun taqdir, sedangkan pahala dan dosa kun rahmah. Allah SWT hanya membenci atau murka (syakhathi) kepada orang yang mengekali atau berdiam - mendekam dalam syahwat maksiyat yang melahirkan dosa. Kekal dan betah dalam dosa, berputus asa dari kun rahmat Allah SWT, itulah hakikat dosa. Tidak mau beranjak dari kursi dosa dan kesombongan - kesombongan dirinya. Sebagaimana kalamullah  dalam kitab suci Al Qur'an Al Aziz dalam surah Yasin (36) ayat 82 : Jika Dia menghendaki sesuatu, maka Dia berfirman kun (jadilah) - fayakun ( maka jadilah).

Sekarang tinggal kepada manusia lagi, qadarullah manusia hanya yaqin hanya kepada taqdir Allah menjadilah mukmin, mukhlis, muttaqin (taqwa) yang berada dari huruf ta - qa - wa - ya. Huruf ta mengandung makna sifat (karakter) tawadhu' (rendah hati), huruf qa mengandung makna sifat qana'ah (merasa cukup dengan karunia Allah SWT), huruf wa mengandung makna sifat wara' (menghindarkan diri dari hal - hal yang samar hukumnya atau syubuhat, lebih - lebih menghindarkan diri dari yang haram, dan huruf ya ; mengandung makna sifat yaqin (meyakini, mempercayai tanpa keraguan sedikitpun).  Sebaliknya, jika meyakini bahwa rezeki hanya datang dari makhluk, sungguh kafirlah dia kepada Allah SWT yang maha kuasa dan maha memberikan kuasa, yang maha menentukan dan maha memberikan ketentuan (Al Qadir - Al Muqtadir). Sementara orang-orang yang mencari rezeki (karunia dari Allah SWT - fadhlan minallah) dengan cara maksiya, orang tersebut adalah fasiq (berdosa besar). Atau, jika rezeki diyakini datang bersama - sama dengan usaha manusia (kasab), maka orang tersebut adalah musyrik, musyrik telah meyakini ada dua sebab yang memberi bekas pada rezeki, bersumber dari Allah (khaliq) dan bersumber dari manusia atau alam semesta (makhluq). Adapun apabila ragu bahwa Allah SWT yang memberi rezeki, hukumnya ada munafiq, munafiq bisa berbentuk kekhawatiran kepada Allah SWT tidak memberinya rezeki, ada perasaan dan pikiran takut miskin, takut lapar, takut tidak terpandang, takut tidak terhormat. Orang munafiq apabila berdzikir, dzikirnya palsu, apabila taat, taatnya palsu, apabila ibadah, ibadahnya dusta, apabila shadaqah, shadaqahnya pamrih, apabila puasa, puasanya hanya lapar dan haus, apabila berhaji dan berumrah, haji dan umrahnya hanya wisata religi, apabila bersyariat, syariatnya hanya ucapan dan gerakan tubuh kasar (jisim) tanpa pernah sampai kepada Allah SWT.

Orang yang taubat dicintai Allah SWT, dicintai Nabi Muhammad SAW, dicintai kaum muslimin ; jangan larut dalam arus syahwat maksiyat dan dosa, segera bangkit bergegas berlari menuju (ampunan) Allah (fafirru ilallah) dan berserah dirilah kepada Nya, sebagai pencerahan dan harapan mereka yang bertaubat (kembali) kepada Allah SWT setelah berdosa kepada Nya, sebab dosa hanya akan mengotori qalbi dan ruhi. Bawalah qalbi dan ruhi menghadap beradab kepada Nya, firman Tuhan yang mulia penerima taubat (At Tawwab) dalam surah Az Zumar (39) ayat 54 - 56 : Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada Nya (wa aslimu lahu) sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu tidak bisa ditolong.  Dan ikutilah sebaik - baik apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Qur'an) dari Tuhanmu sebelum datang adzab kepadamu secara mendadak ('adzabu baghtah), sedangkan kamu tidak menyadarinya (wa antum la tasy'urun).

Orang yang taubat (kembali) kepada Allah SWT setiap harinya, akan memperoleh - sedikitnya dua keutamaan - diantara puluhan keutamaan (fadhilat) taubat yaitu : keutamaan mendapat kecintaan dari Allah SWT, dan keutamaan mendapat kecerahan (nur) dari Allah SWT.

1. Mahabbatullah.

Baginda agung mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda : At Taib habibullah (orang yang bertaubat adalah kekasih Allah). Allah SWT tarik manusia taubat (taib) ke dalam kecintaan Nya (mahabbatullah) yang abadi, seperti yang telah Allah SWT bayankan dalam surah Al Baqarah ayat 222 :   ...innallaha yuhibbut tawwabin - wa - yuhibbul mutathahhirin (sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat - dan - mencintai orang-orang yang bersuci)

1.1. Ha.

Makna sifat dari huruf ha disini bermakna hilim (santun). Orang yang bertaubat setelah mendapat kecintaan dari Allah SWT menumbuhkan sifat kesantunan, santun dalam perkataan, santun dalam perbuatan, bersih, suci, rapi adalah bagian karakter yang mencakup kesantunan. Santun merupakan sebuah perbuatan di atas adil dan benar. Kalau adil ada takaran eksakta dan sosialitanya, begitupun dengan benar, memiliki kriteria yang dirancang pada kesepakatan benar dan salah, pendekatan yang sangat bersifat kuantitatif. Adalah santun melewati wilayah - wilayah kebaikan adil dan benar. Orang yang adil belum tentu santun (halim), tetapi orang yang santun sudah pasti adil. Orang yang benar belum tentu santun (halim), tetapi orang yang santun sudah pasti benar. Hilim (santun) sangat dekat dengan hikmah (kebijaksanaan).

Taubat menitipkan pesan edukasi (pendidikan) kesantunan. Kesantunan sangat bisa muncul ketika diri tidak lagi terakui adil, tidak terakui benar, tidak memandang diri baik, tidak memandang diri suci, tidak memandang diri tinggi, tidak memandang diri terhormat, termulia, terpandang, terkemuka. Kesantunan mengarahkan diri kepada kepedulian, kemurahan, kasih sayang (berusaha menyenangkan hamba - hamba Allah SWT) tanpa terkecuali.

Lalu, akar taubat mengedukasi santun, santun menitipkan pesan akhlak berupa sifat "mengalah" untuk kemaslahatan yang lebih besar, kemaslahatan yang lebih lama, kemaslahatan yang lebih tinggi, kemaslahatan yang lebih panjang waktu dan areanya. Titipan ketenangan (sakinah) merupakan modal utama untuk meneliti langkah - langkah (khuthuwat) tipuan syaithan. Seperti yang telah Allah SWT peringatkan secara berulang - ulang dalam ayat - ayat Nya sebagai mukjizat : Wahai orang-orang yang beriman, jangan engkau mengikuti langkah - langkah syaithan, barang siapa yang mengikuti langkah - langkah syaithan, sesungguhnya syaithan itu menyuruh kepada keji dan mungkar,  kalau bukan karena keutamaan dari Allah kepadamu dan kasih sayang Nya, maka tidak ada diantara kamu yang suci selamanya, melainkan Allah mensucikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui (An Nur ayat 21).

Mengapa Allah SWT tidak menghukum mereka yang ridha kepada qada' dan qadarNya (taqdir). Taqdir tidak berdampak pada pahala dan dosa, sebab taqdir bersifat menerima kalamullah ; rezeki, jodoh, kesengsaraan dan kebahagiaan, maut. Keempat item taqdir ini telah Allah SWT tetapkan sejak 500 tahun sebelum alam ruh (jamak ; arwah). Berakibat (terdampak) pahala atau dosa, surga atau neraka adalah respon manusia terhadap taqdir, dalam arti menyikapi taqdir rezeki dengan bersyukur atau kufur, menyikapi taqdir jodoh dengan ridha atau marah, menyikapi taqdir kesengsaraan atau kebahagiaan dengan syukur atau kufur, dengan sabar atau memprotes Allah dan memprotes keadaan orang atau barang, merespon kematian dengan cara ridha atau meratap ? Akibat prilaku yang ditimbulkan oleh sebab keempat item taqdir itulah, pahala dan dosa dicatat malaikat. Seperti firman mulia dari Allah SWT Al Qarib Al Mujib tentang bagaimana manusia menyikapi taqdir kebahagiaan (nikmat), hal ini menunjukkan bahwa nikmat berada pada wilayah (ruang) netral (mubah), si syukur berpahala dengan adanya taqdir nikmat (karunia kebaikan) dari Allah, dan si kufur berdosa karena mengingkari Allah SWT lantaran tidak bisa bersyukur atas taqdir nikmat (karunia kebaikan) dari Nya, sebagai yang terurai dalam kalamullah : Dan ingatlah ketika Tuhan mu berseru : Jika kamu bersyukur, niscaya Aku tambah nikmat itu, dan jika kamu kufur, niscaya siksa Ku sangat pedih (Ibrahim ayat 7).

Makna hilim disamping kesantunan juga kelembutan, kelemahan. Hilim bisa mengantar seseorang menjauhi atau menghindari debat. Hilim sebagai nama Allah SWT (Al Halim) bisa mendidik hamba Nya untuk bersabar dalam menunggu putusan Tuhan di akhirat, tanpa harus mendakwa dan memvonis manusia di dunia ; kafir, bid'ah, munafiq, syirik, jahannam dan sebutan jahat lainnya, beriman kepada nama Allah SWT Al Halim telah banyak mengedukasi nabi, wali ke jalan memberi kemaafan dan kelapangan bagi musuh - musuh mereka. Hilim juga mengajarkan untuk mengalah meskipun benar, demi kebaikan agama, dunia dan akhirat. Menjadi makna do'a bagi mereka yang duduk pada maqam hilim, yaitu : Allahumma inni as - alukal 'afwa wal 'afiyah, fiddini wad dun - ya wal akhirah (Duhai Allah, Tuhanku, aku memohon kepada Mu berilah aku kema'afan dan kesempurnaan (dzahir - batin) dalam agama, dunia dan akhirat.

1.2. Ba.

Huruf yang kedua adalah ba, ba bermuatan makna bab, artinya pintu (jamak ; abwab). Ba bermuatan makna barakah (puncak kebaikan yang melimpah), semua kebaikan yang tercurah - ruah merupakan karunia dari Allah SWT yang maha baik (Al Bar). Al Bar memberi kebaikan seluas daratan (barri) dan sedalam lautan (bahri), malah lebih luas dan lebih dalam dari pada daratan dan lautan, sebab Al Bar adalah maha meliputi (Al Muhidh), maha menyaksikan (Asy Syahid), maha mengawal (Al Wakil), maha menolong (Al Wali), maha tinggi (Al 'Ali), maha merawat (Ar Rauf). Memohon kepada Allah SWT At Fattah (maha pembuka), sebagaimana do'a Nabi Nuh alaihiasalam : Allahummaftah bainana wabaina qaumina bil haqqi, wa anta khairul fatihin, artinya : Ya Allah, ya Tuhan kami, bukakan pintu - pintu (hidayah) antara kami dan antara kaum kami dengan kebenaran, dan Engkau sebaik - baik pembuka.

Gurunda mulia dan sekaligus ayahnda penulis (H. Zahran) Allahummghfirlahu, warhamhu, wa 'afihi, wa'fu  'anhu, lahu Al Fatihah - telah menasehati penulis - mengajarkan do'a tentang sembilan pintu - pintu (abwab) keutamaan (fadhilat) dalam untaian munajat : Allahummaftah 'alaina abwabal khair ; Tuhan kami, bukakan kepada kami pintu - pintu :

  1. Abwabal khair (pintu - pintu kebaikan).
  2. Wa - abwabal barakah.
  3. Wa - abwaban ni'mah.
  4. Wa - abwabar rizqi.
  5. Wa - abwabal quwwah.
  6. Wa - abwabas salamah.
  7. Wa - abwabash shihhah.
  8. Wa - abwabal 'afiyah.
  9. Wa - abwabal jannah.

2. Nurullah.

Secara khusus lagi, al arif billah gurunda mulia dan ayahnda tercinta, almarhum rahimahullah ta'ala H. Zahran bin H. Sabran bin H. Abdur Rasyid Langgar (Daha Selatan) al mursyid billah mengajar do'a sebagai mediasi kepada Allah SWT sebagai do'a spesial dari ayahnda tercinta dan gurunda mulia (sungguh berbahagia - barakah - penulis bergurukan dan berayahnda beliau) : Allahummaktubbish shihhata was salamata wal 'afiyata 'alaina, wa 'alaman hadharana wa 'ala 'abidikal hujjaji wal ghuzzat, wal musafirina wal muqimin, wal hadhirina wal ghaibin, fi barrika wa bahrika min ummati Muhammadin shallallahu 'alaihi wa salam ajma'in. Artinya : Ya Allah, ya Tuhan kami, catatlah kami sebagai hamba yang sehat (jasmani dan rohani), keselamatan dan afiyat (kesejahteraan) kepada orang-orang yang telah menghadirkan kami di sini (atas jasa orang tua dan guru - guru kami), dan kepada hamba - hamba Engkau yang sedang mengunjungi dan dikunjungi (dalam ibadah), musafir dan muqim, hadir dan tidak hadir, (dimana saja mereka berada) di daratan Mu, di laut Mu, mereka adalah bagian dari seluruh ummat Muhammad SAW. Betapa agung kandungan do'a yang diajarkan gurunda mulia dan ayahnda tercinta, do'a sejagat yang mengandung shalawat kepada baginda agung Nabi Muhammad SAW. Do'a yang selalu tercatat di sisi Allah SWT dengan rahasia rahmat Nya ; Allahumma shalli wa sallim wa barik 'ala sayyidina Muhammadin SAW ruh - rahmatan 'ammah, fi sirris sari, wa fi jami'il asma - i wash shifati - walhamdulillahi rabbil 'alamin -. Assalamu 'alaika ya sayyidina Muhammad habibullah, sayyidina Ahmad ruhullah, sayyidina Al Mahdi Waliyullah ; inilah shalawat Muhammadiyah, shalawat Ahmadiyah, shalawat Mahdiyah. Allahumma ya Ahad, shalli 'ala sayyidina Ahmad ruhullah, sayyidina Muhammad rasulullah, sayyidina Al Mahdi waliyullah. Semua bacaan salam dan shalawat di atas adalah cahaya (nur) dan pencahayaan (naurah) ; nur Ahmadiyah, nur Muhammadiyah, nur Mahdiyah khalifatullah - waliyullah.

Betapa agungnya cahaya kebaikan, cahaya pemeliharaan, cahaya kemuliaan Allah SWT, di saat ketiadaan diri u untuk menghatur - sembahkan pada Nya kebaikan, kemuliaan, maka kami memanjatkan kebaikan dan kemuliaan sebagaimana (kama) Engkau memuji kebaikan diri Mu sendiri dan sebagaimana (kama) Engkau memuji kemuliaan diri Mu sendiri. Kata "kama" dalam Al Qur'an menunjukkan betapa ketidakmampuan manusia, kecuali bersandar kepada Allah SWT tempat terbit matahari kebaikan (masyriq) dan tempat terbenam matahari kebaikan (maghrib), pencahayaan (naurah) cahaya permulaan (nurul bidayah) dan cahaya penghabisan (nurun nihayah).

Kata "kama" juga digunakan saat ketidakmampuan dengan suara batin dan suara dzahir untuk mengungkapkan terimakasih kepada ayah dan bunda, do'a tersebut adalah : kama rabbayani shaghira (sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil). SurahAl Isra' ayat 24 tersebut di atas merupakan ungkapan betapa tinggi dan mulia Nya kebaikan keduanya, sehingga keduanya (ayah - bunda) disandangkan dengan rabb (kama rabbayani shaghira). Begitu pula dalam banyak do'a ditemukan kata "kama", seperti kalimat ; kama yanbangi lijalali wajhikal karimi wa 'adzimi sulthanik (sebagaimana Engkau menyampaikan pujian sesuai dengan keagungan, kemuliaan wajahMu dan kekuasaan Mu). Atau dalam kalimat ; kama atsnaita 'ala nafsik (sebagaimana Engkau sendiri yang memuji atas diri Mu). Sedang apabila ditinjau dari segi huruf " kama" , ada tiga huruf ; kaf - ma - alif, makna yang tersembunyi dan tersimpan adalah huruf kaf berarti kamal ; kesempurnaan. Huruf  mim berarti maghfirah ; ampunan. Huruf alif mengandung makna Allah SWT. Jika dirangkum ketiga item huruf tersebut dirangkai - ditemukan - keutuhan kalimat ; kesempurnaan ampunan (dari) Allah SWT.

Nurut taubah (cahaya taubat) adalah cahaya di dunia dan di akhirat. Apabila sempurna taubat di dunia sekarang ini, kelak di akhirat taubat berubah menjadi cahaya. Sebab, di akhirat nanti hanya ada bentuk makhluk, makhluk cahaya, putih (abyadh) dan makhluk gelap, hitam (aswad). Berdasarkan berita portal akhirat : Terdapat dalam surah Ali Imran (3) ayat 106 - 107 : Pada hari itu (akhirat) ada wajah putih bercahaya, dan ada pula wajah yang hitam - muram - gelap. Adapun orang-orang yang berwajah hitam - muram ditanyakan kepada mereka : Mengapa kamu kafir setelah beriman ? Karena itu, rasakan adzab sebagai akibat kekafiranmu (tersebut). Dan, adapun kepada orang-orang yang berwajah putih - bersinar - bercahaya ; mereka berada di dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal didalamnya.

Bahkan, cahaya Allah yang diturunkan (nurullah) memenuhi dan meliputi orang-orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, berhijrah, berjihad dengan harta (amwal) dan dengan jiwa (anfus), mereka telah mengantongi tiket ke surga Allah SWT, tiket yang bercap cahaya Allah SWT (nurut taubah - nurullah) dalam nur - pencahayaan (naurah - nuriyah) sebagai berikut  :

2.1. Nurul Bidayah.

Nurul bidayah ; cahaya permulaan yaitu nurul hidayah (cahaya petunjuk), nurut taubah (cahaya taubat), nurul khairiyyah (cahaya kebaikan). Dzikir pada maqam nurul bidayah (cahaya permulaan) ini adalah level syari'at, berupa dzikir dzahirat seluruh anggota tubuh dengan kalimah : Lailaha illallah (tiada tuhan kecuali Allah). Dzikir syari'at dalam rangka membersihkan anggota tubuh (li ishlahil jawarih), pola amaliyah dzikir ini adalah jali (suara keras, nyaring, nyata). Tidak hanya sekedar dinyaringkan, dinyatakan, dikeraskan, tetapi harus mampu membersihkan mulut, mulut yang bercahaya, kalam - kalam yang bercahaya kalimah tauhid (nurul kalami), membersihkan mata, mata yang bercahaya kalimah tauhid (nurul 'aini - nurul bashari) membersihkan telinga, telinga yang bercahaya kalimah tauhid (nurus sam'i).

2.2. Nurul Wasathiyah.

Nurul wasathiyah (cahaya pertengahan) menjadi cap (undangan) untuk bertemu Tuhan nya (liqa - a rabbih) melalui kendaraan hamba (mathiyyatul 'abdi) berupa cahaya pertengahan. Adapun dzikir pada maqam kedua ini adalah dzikir asma, Allah. Sentra (pusat) nya terletak di dalam lubuk hati, lub. Lub dalam kajian ilmu huruf mengandung arti huruf Lam (L) yaitu Lathifah (halus), karena potensi hembusan ruh Ku (ruhullah) yang halus inilah ; surah Shad ayat 72 (wanafakhtu fihi min ruhi), Allah SWT jadikan lub dan ruh bisa liqa'  (berjumpa dengan Allah SWT - ruhullah), kehalusan (lathifah) sebagai pengantar menuju kepada perjumpaan dengan Allah SWT (liqa' Allah) di dalam kehalusan ketuhanan (lathifah rabbaniyah) dan di dalam kehalusan rohani (lathifah ruhiyah) ; jamak dari lathifah adalah lathaif (kehalusan - kehalusan) yang bersifat khafi. Seperti firman Tuhan yang maha terpuji (Al Hamid) : Ar Rahman (maha pengasih) bersemayam di atas Arasy. Bagi Nya pemilik apa - apa yang ada di langit, apa - apa yang ada di bumi, dan diantara keduanya, dan apa - apa yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu (jihar), maka sesungguhnya Dia mengetahui yang rahasia (sir) dan yang sangat tersembunyi (akhfa). Allah, tiada tuhan selain Dia, Dia memiliki nama - nama yang baik (Thaha ayat 5 - 8). Sedang huruf yang kedua dari kata lub adalah ba, ba disini mengandung makna bab (jamak ; abwab). Lantaran taubat berdimensi ruang cahaya dan berdimensi waktu cahaya di akhirat,  terjadilah perubahan dari dimensi pintu - pintu kebaikan (abwabal barakah) menjadi berdimensi cahaya kebaikan (nurul barakah). Maqam pada nurul wasathiyah ini terdapat delapan cahaya Allah SWT yang tersebar pada  :

  1. Nurul barakah.
  2. Nurun ni’mah
  3. Nurur rizqi.
  4. Nurul quwwah.
  5. Nurus salamah.
  6. Nurush shihhah.
  7. Nurul 'afiyah.
  8. Nurul jannah.

Peringkat cahaya kedua ini dengan media dimensi dzikir hati, lantas  sifatnya adalah pola dzikir khafi (tersembunyi). Khafi, khafi secara bahasa adalah tersembunyi, sunyi, sepi dari ucapan dan sepi dari gerakan. Atau, tidak dinampakkan, tidak didzahirkan, tidak dinyaringkan, tidak dinyata - terangkan, tetapi dibatinkan, dzikir yang tidak berdimensi ruang dan tidak berdimensi waktu, bahwa tilawah Al Qur'an kalamullah, dzikrullah, ibadah, tasbih dan sujud dalam ketersembunyian diri yang fana (khafiyah) yang hanya terdengar di dalam jiwa (qalbu), sebagaimana firman Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang : Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat. Dan ingatlah Tuhanmu di dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan jangan kamu termasuk orang-orang yang lalai. Sesungguhnya orang-orang yang berada (sunyi) di sisi Tuhanmu tidak sombong dalam ibadahnya, bertasbih kepada Nya dan bersujud  (Al A'raf ayat 204 - 206).

Adapun cahaya dzikir bersifat khafi dalam makna amaliyah adalah istiqamah dalam mengaktifkan dzikir keesaan perbuatan (tauhidul af 'al); keesaan nama (tauhidul asma'), keesaan sifat (tauhidush shifat), ketiga ranah keesaan tersebut dalam upaya untuk membersihkan hati (li ishlahil qulub) dari riya', sum'ah, 'ujub, takabbur, tamak, hasad (dengki), semua kejahatan hati berakar dari kecintaan kepada perbuatan, nama dan sifat duniawi (hubbud dun - ya). Seperti firman Tuhan yang maha penyayang dalam surah Al Hadid (57) ayat 20 : Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga - bangga, bermegah - megah diantara kamu, berlomba - lomba dalam memperbanyak kekayaan dan keturunan, ibarat tanaman yang menyenangkan para petaninya, kemudian tanaman itu menjadi kuning dan akhirnya hancur.

Perbendaharaan, perbukuan, perpustakaan hati adalah dzikir khafi asma Allah. Allah ingatan terpenting hati, ada kalimatullah Allah di shudur, qalbu, fuad dan lub. Contoh dzikir khafi di qalbu adalah merasa bahwa Allah SWT yang hidup dan maha menghidupkan (Al Yuhyi - Al Muhyi), Allah SWT sendirilah dalam keesaan asmaNya yang maha kaya dan maha mengayakan (Al Ghani - Al Mughni), Allah SWT sendirilah dalam keesaan asmaNya yang maha mulia dan maha memuliakan (Al 'Aziz - Al Mu'izzu), Allah SWT sendirilah dalam keesaan namaNya yang maha memberi dan maha berterimakasih atas pemberian (Al Wahhab - Asy Syakur), Allah SWT sendirilah dalam keesaan asmaNya yang maha mendengar (pinta) dan maha mengabulkan semuanya (As Sami' - Al Mujib), Allah SWT sendirilah dalam keesaan asmaNya yang maha memberikan kesempitan dan maha sabar (Al Qabith - Ash Shabur), Allah SWT sendirilah dalam keesaan asmaNya yang maha memberikan kehinaan (dosa) dan Allah SWT jugalah yang maha menerima taubat (Al Mudzillu - At Tawwab), Allah SWT sendirilah yang memberikan kesesatan, kemudian Allah SWT sendiri pula dalam keesaan asmaNya memberikan petunjuk dan bimbingan (Al Mudhillu - Al Hadi - Ar Rasyid). Lalu dengan terisi semua hati dengan dzikir asmaullah al husna al 'ulya, dimanakah peranan, fungsi dan keakuan manusia, nihil dan kosong.

Dampak kebaikan (hasanah) dzikir asmaullah adalah hati yang tenang (muthmainnah), kebahagiaan dzahir dan batin (sa'adatussalamah), kedamaian (sakinah) sebagai penciri hati yang bersih (qalbun salim) dan hati yang bercahaya adalah :

  1. Hati selalu bertaubat kepada Allah SWT.
  2. Hati yang terpelihara dari hal-hal bisikan yang syubuhat dan haramat (keji dan mungkar), atau hati yang wara'.
  3. Hati yang zuhud (meninggalkan dunia).
  4. Hati yang sabar.
  5. Hati yang syukur.
  6. Hati yang faqir.
  7. Hati yang khauf.
  8. Hati yang raja'.
  9. Hati yang tawakkal.
  10. Hati yang ridha.

Amaliyah hati ini akan memberikan dampak cahaya Allah SWT dan titipan kalam - kalam qudsiyah, ilham - ilham qudsiyah sebagai berikut :

  1. Hati yang taubat menerbitkan cahaya taubat (nurut taubah) ilham qudsiyahnya adalah mahabbatullah.
  2. Hati yang wara' akan menerbitkan cahaya wara' (nurul wara'), ilham qudsiyah adalah asy syauqu ilallah (rindu kepada Allah).
  3. Hati yang zuhud akan menerbitkan cahaya zuhud (nuruz zuhud), ilham qudsiyah adalah khusyu' billah.
  4. Hati yang sabar, akan menerbitkan cahaya sabar (nurus sabar), ilham qudsiyah adalah al unsu billah (berjinak - jinak, bermesra dengan Allah).
  5. Hati yang syukur, akan menerbitkan cahaya syukur (nurusy syukur), ilham qudsiyah adalah alhaya' (malu).
  6. Hati yang faqir, akan menerbitkan cahaya faqir (nurul faqir), ilham qudsiyah adalah al qurbu billah (dekat dengan Allah).
  7. Hati yang khauf (takut kepada Allah), akan menerbitkan cahaya khauf (nurul khauf), ilham qudsiyah adalah as suqur (bergetar).
  8. Hati yang raja' (berharap kepada Allah), akan menerbitkan cahaya raja' (nurur raja'), ilham qudsiyah adalah al wuslah ilallah (tersampai kepada Allah).
  9. Hati yang tawakkal (berwakil kepada Allah), akan menerbitkan cahaya tawakkal (nurut tawakkal), ilham qudsiyah adalah fana fillah (hancur diri di dalam kebesaran Allah).
  10. Hati yang ridha (senang kepada ketentuan Allah), akan menerbitkan cahaya ridha (nurur ridha), ilham qudsiyah adalah baqa'  fillah (kekal bersama Allah SWT).

Demikian sepuluh maqamat, sepuluh cahaya, dan sepuluh ahwal (keadaan batin hati) menurut al arif billah al mursyid ilallah al imam al habib as sayyid Abdullah Alaydrus Al Akbar telah memberikan bayan dan burhan sebanyak sepuluh mutiara jiwa dan mahkota para pencinta (tajul 'arifin - tajul muhibbin). Kelak, cahaya itu akan didapatkan lebih bersinar lagi, lebih berbinar lagi di yaumud din. Seperti firman Nya :  ... Cahaya mereka memancar di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka, mereka mendoa ; Tuhan kami, sempurnakan cahaya kami, dan ampuni kami, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu (At Tahrim ayat 8).

3. Nurun nihayah.

Nurun nihayah artinya adalah cahaya penghabisan, penutup. Cahaya ini hanya satu yaitu cahaya memandang kepada Allah SWT (nurur rukyat Allah - minallah - billah - fillah - ilallah - ma'allah). Puncak tertinggi, puncak kenyataan, puncak keterangan, puncak kejayaan, puncak kemenangan, puncak keberhasilan, puncak kebahagiaan, puncak pencapaian, puncak kesuksesan.

Nurun nihayah inilah yang disebut juga dengan ma'rifaturruh ma'allah ; artinya mengenal ruh dengan Allah SWT. Atau dengan kata lain, nurun nihayah bagi mereka yang benar - benar taubat merupakan hadiah dari Allah SWT berupa undangan menghadap Nya di dunia dan di akhirat, selalu bersama, selalu hadir. Ruh tidak bersekat, tidak berdinding, tidak berbatas dengan Allah SWT, sebab ruh yang berisi cahaya kasih sayang (nur Muhammadiyah SAW - nur Ahmadiyah SAW) inilah yang selalu dishalawati oleh Allah SWT dan para malaikat Nya, duhai orang-orang yang beriman ; hatur - sembahkan salawat atas baginda, dengan salam shalawat yang penuh dengan penyerahan diri (taslima), seperti yang telah termaktub di dalam surah Al Ahzab (33) ayat 56, seperti setiap khutbah jum'at dibacakan para khatib.

Ketika cahaya (nur) penghabisan terletak di dalam ruh, niscaya dzikirnya pun dzikir sirri (rahasia) tertinggi tak terjangkau diketinggian ma'rifaturruh, terdalam tak terselami di kedalaman ma'rifaturruh. Sebab sirullah (rahasia Allah SWT) hanya tersimpan di dalam nurullah (cahaya Allah SWT). Artinya, dzikrullah hamba yang tidak lagi singgah di jasadiyah (jasmani) hamba, tidak singgah lagi di qalbiyah (hati) hamba, tidak singgah lagi di ruhiyah (rohani) hamba. Hamba yang telah diperjalankan  (asra bi 'abdihi). Hancur jasmani, hancur hati, hancur rohani, yang maha hidup - tegak -  teguh berdiri hanya Allah (Al Hayyu - Al Qayyum), Allah SWT telah itsbat (teguh) dalam keesaan perbuatan Nya, itsbat dalam keesaan putusan Nya, itsbat dalam keesaan asmaNya, itsbat dalam keesaan sifat Nya, itsbat dalam keesaan Dzat Nya. Tiadalah lagi manusia bisa mengaku beramal ; aku beramal, tiadalah lagi manusia mampu mengaku taat ; aku taat, amal yang terakui, taat yang terakui, itulah sebenarnya syirik. Ma'rifaturruh sebagai tidak lagi merasa, sebab telah diserahkan kepada pemilik rasa, tidak lagi bernama, sebab telah diserahkan kepada pemilik nama, tidak lagi bersifat, sebab telah diserahkan kepada pemilik sifat, Allah SWT yang tidak terjangkau lagi dalam gagasan pikiran dan tidak lagi terbetik dalam gugusan perasaan. Dia berbeda dengan makhluk Nya (laitsa kamitslihi syai').

Amal taat tidak lagi singgah pada dirinya, maksudnya dia tetap mengerjakan syari'at tetapi syariat yang tidak terakui lagi bahwa "aku yang bersyariat", bukan aku yang berhakikat, bukan aku yang berma'rifat. Merasa sesuatu yang hinggap bersifat baik lalu terakui baik, itulah sebenarnya yang buruk, merasa sesuatu yang hinggap bersifat benar lalu terakui benar, itulah sebenarnya yang salah, tiada diri sendiri yang baik dan tiada diri sendiri yang benar, sumber dan berhak merasa baik adalah Allah SWT (Al Bar), sumber dan berhak merasa benar adalah Allah SWT (Al Haq).

Inilah makna hakiki datang dari Allah SWT dan pulang kepada Allah, kun fayakun - kun raji 'un, sebagaimana firman Tuhan yang maha tinggi menyampaikan dalam surah Yasin (36) ayat 82 - 83 : (Kun - fayakun ; datang. Kun raji 'un ; pulang) : Sesungguhnya hanyalah Dia memerintah ketika berkehendak (iradat) terhadap sesuatu cukup dengan mengata ; kun (jadilah) fayakun (maka jadilah). Pasti maha suci (Allah SWT) yang ditanganNya lah kerajaan  - kerajaan (kekuasaan) tiap - tiap sesuatu, dan kepadaNyalah kembali sesuatu. (Wallahu a'lam).

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN