AL BADRIYAH
Al Badriyah | Bagian 5Orang Cerdas
Narasumber : Ma'ruf Zahran
Telah berkata gurunda mulia waliyullah al mursyid ilallah imam
Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman Ibnu Athaillah As Sakandari
rahimahullah ta'ala 'anhu : "Kelakuan orang bodoh adalah sewaktu bangun
tidur di waktu pagi adalah memikirkan apa yang akan dilakukannya di hari itu,
sementara orang yang cerdas akan menyerahkan diri kepada Nya dan ridha atas
ketetapan Nya di hari itu. Orang yang bodoh akan bekerja untuk dunianya,
sementara orang yang cerdas akan bekerja untuk
bekal akhiratnya. Orang yang bodoh akan memamerkan amalnya, orang yang
cerdas, cerdas dalam menyembunyikan amalnya. Orang yang bodoh akan selalu
berbohong, dan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan yang pertama, begitu
seterusnya, berbohong akan membuahkan dosa. Sementara orang yang cerdas akan
selalu jujur, kejujuran akan mengantar kepada kebaikan, dan sesungguhnya
kebaikan akan mengantar kepada surga."
Demikian gurunda mulia waliyullah Ibnu Athaillah dalam tambang - tambang hakikat sebuah
nasehat menjadi mahkota para para pengenal (tajul 'arifin) dalam meniti dunia
yang tolol ini. Begitu pula sang Jamil pemilik masa Azal telah menuturkan bahwa
dunia secara dzahir merupakan tipuan. Berhati - hati lah dengan tipuan samar
dan hasrat syahwat diri yang halus dan yang tersembunyi dalam rantai - rantai
ujian taat, maksiyat, nikmat dan bala'. Berupa ambisi - ambisi syahwat ingin menjadi
terkenal, atau ingin menjadi setingkat lebih tinggi dari orang lain, sungguh
ini contoh nyata dari kerendahan jiwa dan kekotoran hati, hati yang kotor
karena hati kosong dari dzikrullah asmaullah al husna.
Orang cerdas memiliki tipologi berpikir dan bekerja untuk masa
depan yang lebih lama, abadi, dan kekal mutu kebaikan dan kebahagiaan. Untuk
bisa meraih keuntungan di akhir kehidupan duniawi, salah satu caranya adalah
"menunda kesenangan." Menunda kesenangan artinya berpikir mutu. Mutu
yang tinggi nilainya terdapat pada efesien waktu, ruang, tenaga yang berdaya
guna. Artinya ; waktunya berguna, umurnya berguna, ilmunya berguna,
pekerjaannya berguna, rumahnya berguna, pikirannya berguna, tenaganya berguna,
itulah yang dikehendaki Tuhan, Dia menyebutnya waktu - waktu ; detik demi detik
yang diberkahi, umur yang diberkahi, keluarga yang diberkahi, ilmu yang
diberkahi, pikiran yang diberkahi, perasaan yang diberkahi, keberkahan -
keberkahan hanyalah dari Nya, dan kepada Nya
kembali keberkahan Nya. Seperti yang telah Dia tuliskan pada kalamullah
sang Sejati dalam surah Al Muluk ayat 1 - 2 : "Keberkahan (berlimpah
kebaikan) yang di tangan Nya kerajaan - kerajaan, dan Dia berkuasa atas
tiap-tiap sesuatu. Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu
; siapa yang paling baik amalnya diantara kamu, dan Dia maha perkasa maha
pengampun."
Baiklah, di bawah ini akan diurai penciri orang-orang yang cerdas
dan penciri orang-orang yang bodoh secara diametral ; orang-orang yang cerdas
berpikir jangka panjang, orang-orang bodoh berpikir jangka pendek atau tidak
mau berpikir. Orang-orang cerdas mau menunda kesenangan sementara untuk
kesenangan yang kekal, orang - orang bodoh mau
mengorbankan kesenangan yang kekal dengan meraup kesenangan yang
sementara. Orang-orang cerdas mau mengikuti aturan, orang-orang bodoh menerjang
aturan. Orang-orang cerdas adalah jujur, orang-orang bodoh adalah bohong.
Orang-orang cerdas mencari dunia untuk akhirat, orang-orang bodoh mencari dunia
untuk dunia. Orang-orang cerdas menghabiskan waktu untuk sesuatu yang berguna,
orang-orang bodoh menghabiskan waktu untuk sesuatu yang percuma. Orang-orang
cerdas selalu menanggapi masalah dengan sabar, karena dia paham akibat baik
dari sabar, orang-orang bodoh selalu menanggapi masalah dengan marah, karena
dia tidak paham akibat buruk dari marah. Orang-orang cerdas selalu menerima
nikmat dengan syukur, orang-orang bodoh menerima nikmat dengan kufur.
Sebenarnya banyak lagi penciri dari keduanya, istilah 'alimun
lawannya adalah istilah jahilun. 'Alim dan jahil tidak pernah bisa bersatu.
'Alim mengantar kepada tauhid, tauhid mengantar kepada surga, sebaliknya jahil
mengantar kepada syirik, syirik mengantar kepada neraka. Setinggi - tinggi
'alim adalah "melihat" Allah SWT, setinggi - tinggi jahil adalah
bodoh dalam arti tidak mengenal Nya, atau "buta" tentang Nya. Telah
berkata gurunda mulia sahabat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah : "Andai kata
kebodohan berbentuk manusia, sudah kupenggal batang lehernya." Dapat
dipahami bahwa kebodohan adalah musuh ummat Islam, karena ilmu adalah kehidupan
Islam (Al 'ilmu hayatul Islam), sedangkan bodoh (kebodohan) adalah kematian
Islam (Al jahlu mautul Islam), ilmu adalah cahaya (Al 'ilmu nur), sedangkan kebodohan adalah
kegelapan (Al jahlu dzulum). Ilmu dapat menegakkan Islam dan Iman, kebodohan
dapat meruntuhkan Islam dan Iman.
Orang yang bodoh percaya kepada kemampuan dirinya, padahal dirinya
sangat lemah, lebih kuat burung yang bisa terbang di udara tanpa mesin
otomotif, ikan bisa menyelam di laut tanpa mesin otomotif. Manusia punya otak,
otak itu pun ada batas penggunaannya, saat datang kadaluwarsa otak pun sudah
menurun daya kerjanya. Sebab, kehidupan
otak akan berakhir dengan kematian. Hakikat adanya kehadiran adalah kehilangan,
datang adalah pulang, pulang adalah datang, hidup adalah untuk mati, mati
adalah untuk hidup. Berbahagialah orang-orang yang cerdas memahami makna hidup
dan makna mati.
Orang cerdas adalah orang yang selalu mengingat kematian sebagai
ujung kehidupan dunia, dan kematian sebagai muara kehidupan akhirat atau
kematian adalah awal kehidupan akhirat. Artinya, orang cerdas tidak tertipu
oleh kesenangan hidup sementara, bahwa setelah kesementaran hidup, kesenangan
hidup di dunia fana, akan ada pertanggungjawaban tentang hidup yang sebentar
untuk mendapat balasan dalam kesenangan atau kesengsaraan abadi (surga atau
neraka), orang yang terkecoh dengan tawaran - tawaran kesenangan semu dan palsu
ini adalah orang yang pendek pikiran dan lemah akal (safih jamak : sufaha').
Artinya, orang yang lemah akalnya akan memperembutkan "bangkai -
bangkai" duniawi, kenapa diistilahkan bangkai, karena akhir dari unsur -
unsur duniawi adalah bangkai, seperti sisa motor adalah bangkai motor, sisa
mobil adalah bangkai mobil, sisa makanan adalah basi, sisa rumah menjadi tanah,
sisa raga jasmani adalah mayit (bangkai). Mereka yang cerdas adalah cemerlang
di awal dan cemerlang di akhir, atau ketika bicara di awal telah terang
benderang akibat di akhir, bicara
tentang dunia sekarang, telah tergambar tempat di akhirat yang akan datang.
Telah berkata gurunda mulia waliyullah al arif billah imam Ahmad bin Muhammad
bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdillah bin Ahmad bin Isa bin Husain ibnu
Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala : "man asyraqat bidayatuhu -
asyraqat nihayatuhu." Artinya :
Siapa yang cemerlang di awalnya - cemerlang di akhirnya. Dengan kata lain,
husnu di awal - husnu di akhir, nurul awwal - nurul akhir. Maka, berjalan lah
di muka bumi ini layaknya sebagai hamba bukan sebagai orang kaya, berjalan lah
di muka bumi ini layak nya sebagai musafirin, bukan sebagai muqimin, berjalan
lah di muka bumi lebih hina dari pada binatang melata, jangan berjalan di muka
bumi seperti raja, berjalan lah di muka bumi layaknya orang seperti orang yang
tidak berhajat, bukan seperti pejabat, karena pejabat pasti banyak berhajat,
berjalan lah di muka bumi dengan wajah yang cerah, karena wajah yang cerah
pertanda engkau selalu ridha dengan apapun keputusan dari Nya, wajah muram
pertanda hatimu muram dengan keputusan Nya, bergembiralah karena Dia selalu
menggembirakanmu, kegembiraan mu bukan karena banyak nya harta, bukan karena
pangkat dan jabatan, tetapi kegembiraan mu karena Dia telah sudi memberikan
hidayah ma'rifat Nya. Tugasmu adalah melulu memuji Nya, menunaikan perintah dan
meninggalkan larangan, sehingga engkau lupa untuk meminta kepada Nya. Bagian
orang yang selalu memuji Nya, akan dianugerahkan dari Nya pemberian lebih baik
dari bagian orang yang selalu meminta, tetapi malas memuji Nya.
Gurunda mulia telah berpesan : "Pikirkan lah apa yang engkau
persembahkan kepada Nya, jangan engkau memikirkan apa yang akan Dia berikan
kepadamu. Sebab, pemberian Nya kepada mu pasti baik, sedangkan pemberian mu
kepada Nya belum tentu baik. Tidak lah Dia memerintahkan sesuatu sebagai
kemuliaan Nya, dan sebagai beban kewajiban padamu, kecuali Dia berniat memasukkan mu ke dalam
rahmat dan surga Nya, dan tidaklah Dia melarang sesuatu karena Dia takut
terhina, kecuali alasan bagi Nya untuk menghindarkan mu dari siksa Nya yang
pedih. Dia tidak mengambil manfaat dari suruhan Nya dan Dia tidak terhina oleh
maksiyat hamba Nya, Dia tidak menjadi mulia karena disanjung hamba Nya, sebab
maha mulia telah menjadi sifat Nya, Dia tetap dalam keadaan maha mulia, walau
tidak ada yang memuliakan Nya, Dia tidak terhina jika Dia dihina."
Adalah orang cerdas yang memahami posisi nya, cerdas sangat dekat
kepada adil, sebab adil memiliki makna ; "meletakkan sesuatu pada
tempatnya.", sedangkan orang jahil (bodoh) sangat dekat kepada dzalim,
sebab dzalim memiliki makna ; "meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya." Gurunda mulia waliyullah Ibnu Athaillah As Sakandari
rahimahullah ta'ala berpesan : "Cukup lah kebodohan seseorang apabila dia
telah menceritakan semua yang dilihatnya dan mengisahkan semua yang dialaminya."
Nasehat ini memuat indikator bahwa kebodohan identik dengan pandir (omong
kosong), debat kusir.
Selanjutnya, beliau juga menasehati : "Dan setengah dari
kecerdasan adalah meninggalkan perkataan dan perbuatan yang sia - sia,
setengahnya lagi adalah banyak mengingat kematian dan sempurna kan dengan
mempersiapkan amal terbaik untuk menghadap Nya kelak dalam keridhaan Nya. Sebab
bukanlah dinamakan harapan jika cita - cita tanpa perjuangan (amal), cita -
cita (niat) tanpa amal sama dengan lamunan, dan tiadalah lamunan melainkan sia
- sia." Sebaliknya, gurunda mulia waliyullah Ibnu Athaillah berujar lagi :
"Setengah dari kebodohan adalah perkataan dan perbuatan yang tidak ada
gunanya, setengahnya lagi adalah melupakan kematian (negeri akhirat), dan
sempurna sudah kebodohan itu jika dia lalai mempersiapkan kebahagiaan untuk
negeri - negeri akhirat yang berkekalan, atau meyakini adanya eksistensi
akhirat tetapi lalai untuk beramal shalihat, sungguh dia terkena tipu
muslihat."
Orang cerdas selalu menjaga diri untuk tidak tercebur ke dalam
limbah - limbah nistanya dosa, oleh yang demikian, orang cerdas mengambil
duniawi hanya apa yang menjadi bagiannya yang halal, bagian untuk nya yang
haram tidak diambil. Artinya, orang
cerdas telah mencukupkan dirinya dengan yang halal, sebab gurunda mulia
waliyullah Ibnu Athaillah telah berujar : "Rezeki yang halal wajib
disyukuri, rezeki yang haram, haram untuk disyukuri." Disini betapa
pentingnya memakan, meminum dan memakai rezeki yang halal, karena makanan dan
minuman akan menjadi darah dan daging yang didalamnya terdapat mata untuk
melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk bicara, hati untuk memahami,
tangan untuk bekerja, kaki untuk berjalan. Makanan dari sumber pendapatan yang
halal atau haram berdampak langsung terhadap iman dan adab.
Kemudian, orang cerdas mencari amal yang Dia ridha, tidak peduli
walau amal itu kecil, ringan, mudah, sebentar tapi bernilai besar, berat, dan
kekal di sisi Nya, seperti investasi shadaqah jariyah yang berguna, ilmu
jariyah yang bermanfaat, anak shaleh jariyah yang selalu mendoakan, inilah
kerja (amal) yang telah terputus karena wafat, tetapi harga saham dan
keuntungan (deviden) tetap dinamis (bergerak terus). Ciptakan lapangan kerja
sebagai amal jariyah, dirikan pendidikan, perguruan, pengajian, pengkajian
sebagai amal jariyah, didik anak yang shaleh - shalehah, alim - alimah yang
setiap kali sang anak berguna bagi keagamaan, kemanusiaan setiap kali pula sang
ayah dan bunda serta guru yang mendidik dan mengajarnya mendapatkan tambahan
kredit pahala yang terus bertambah. Sungguh sangat luas wilayah karunia Nya,
sungguh tidak terbendung kawasan rahmat Nya, sungguh tidak terhingga pahala di
sisi Nya, sungguh tidak terbatas daerah ampunan Nya.
Tanda orang cerdas lainnya adalah selalu mengoreksi kesalahan diri,
bahkan dia tidak segan - segan untuk meminta nasehat kepada orang yang
derajatnya lebih rendah dari nya, dia meminta nasehat kepada anak kecil,
meminta nasehat kepada para pemuda dengan bermohon ditunjukkan aib dan cela
dirinya, sehingga dia mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang mencela
nya, terkadang nasehat itu datang dari musuh dan jarang nasehat itu datang dari
sahabat, sebab sahabat untuk mencintaimu, sedangkan musuh dipersiapkan untuk
berupaya meneliti dan menemukan kekuranganmu, lantas berterima kasih lah kepada
musuh, lantaran telah menasehati mu supaya engkau tidak terjatuh ke lembah
terdalam dari kedalaman neraka Jahannam.
Orang cerdas juga tidak pernah berhenti dalam belajar, siklus
kehidupan nya berangkat dari pendidikan ke pendidikan, dari pengajaran ke
pengajaran, dari pengajian ke pengajian, dari perguruan ke perguruan, dari
pengkajian ke pengkajian, berputar di sekitar komunitas pembelar yang menjadi
sebab turun Nya (Dia) yang maha pengasih, maha penyayang sang Jamil berupa
rahmat Nya, ampunan dan ridha yang Dia
curahkan kepada hamba yang ditunjuki Nya berada di kebun - kebun surga Nya,
dikelilingi malaikat penuh seisi bumi dan berjenjang hingga ke langit, disebut
nama mereka di hadhirat Nya yang agung (Tuhan pemilik arasy yang mulia - Rabbul
arsyil karim), dan disampaikan pengkhabaran kajian mereka kepada Nabi Muhammad
SAW, sang kekasih - penyayang - perindu Nabi dengan ummatnya dan ummat dengan
Nabinya, ibarat gayung bersambut.
Lalu, orang cerdas juga tawadhu', tawadhu' adalah sikap batin yang
tidak menyimpulkan (tidak memverifikasi) diri tawadhu'. Tawadhu' muncul dari
hati yang bersih teraplikasi pada sikap tulus menerima, menerima kelebihan dan
kekurangan orang lain, menerima kekayaan dan kemiskinan orang lain tanpa pernah
memarahinya. Sebab marah itu muncul dari anggapan bahwa diri sempurna, ucapan
ahli neraka telah Dia tampakkan sejak di dunia ini, bahwa diri saya tidak
sebodoh diri mu, bahwa diri saya tidak semiskin diri mu, bahwa diri saya tidak
semalas diri mu. Orang yang telah menyimpulkan bahwa dirinya lebih mulia, lebih
tinggi dari pada orang lain, itulah hakikat Iblis yang sebenarnya.
Memverifikasi berkas diri ahli dzikir, ahli ibadah, ahli shadaqah, ahli hikmah
adalah pengikut Iblis yang disebut thariqah Iblisiyah yang selalu dia ajarkan
yang berkedok kajian - kajian keilmuan dan keagamaan. Terjerat dalam ranah
Iblisiyah akan ikut membangun kekuatan Dajjal di penghujung masa sekarang ini.
Konsepsi Dajjalisme menuhankan kebendaan (materialisme), menuhankan modal (kapitalisme),
menuhankan negara sama rata, sama kaya, sama rasa (komunisme), menuhankan kesenangan jasmani (hedonisme),
menjauhkan agama dari ruang publik (sekularisme), menuhankan bukti, data
empiris dan kekuatan argumentasi logika (rasionalisme), semua isme - isme besar
dunia itu telah bertolak - pangkal kepada paham anti Tuhan (atheisme).
Orang cerdas juga tidak kikir (bakhil), karena titipan kecerdasan
harus dibagikan kepada ummat, ada amanah ilmu bagi orang yang berilmu, amanah
ilmu tidak sembarangan Dia berikan, selain orang yang berilmu beragama ini
jumlahnya sedikit (langka), akan lebih langka lagi saat di penghujung waktu,
Dia telah banyak mewafatkan ahli waris ilmu Nya tanpa ada gantinya, wafatnya
seorang 'alim seperti padamnya cahaya ilmu Nya dan tangisan malaikat Nya,
langit Nya, bumi Nya.
Tanda terpenting dari orang cerdas adalah tidak pernah percaya
kepada suara batin hawa napsu, sungguh hawa napsu merupakan musuh utama yang
ada di dalam diri. Menundukkan hawa napsu pintar yang setiap hari bergelut
dengan logika kepintaran hampir - hampir tidak mampu menjaga jarak antara
antara kepintaran dengan ambisi - ambisi penyerta seperti ingin selalu menjadi
pembicara utama, serta keengganan untuk menjadi pendengar setia, suka menilai
orang lain dengan kepintaran dirinya, sehingga orang lain tidak setimbang dan
tidak selevel dengan dirinya, meyakini kebenaran dari dirinya dan dari teori
yang dia kutip. Apabila hal ini yang terjadi, sungguh ilmuan yang belum
mengenal dirinya dan belum mengenal Tuhannya. Orang cerdas dalam pandangan
Islam bukan yang banyak titelnya, bukan yang banyak bacaannya, bukan yang
banyak karya-karya nya, bukan yang banyak hasil penelitian nya, bukan yang
banyak mengajarnya, bukan yang banyak
pengabdian masyarakat nya. Tetapi, orang cerdas adalah mereka yang banyak
mengingat kematian dan alam - alam akhirat. Untuk setiap detik berbenah diri,
dengan amal memudahkan dan menjadi jembatan bagi kebahagiaan orang lain,
istiqamah dalam amal kebaikan walau sedikit, karena mencontoh Dia yang gemar
berbuat baik, seperti kalamullah karim dalam kitab mulia Al Qur'an Al Furqan
dalam surah Al Qasas ayat 77 : "Dan carilah apa - apa yang telah di
datangkan Allah kepada mu tentang (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan
lupakan nasibmu di dunia, dan berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik
kepada mu, dan jangan lah berbuat kerusakan (kejahatan) di bumi, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
Selanjutnya, orang cerdas itu mereka yang telah merasakan senasib -
sepenanggungan di dalam wadah satu bumi, satu langit, satu rasa, satu jiwa,
satu napas yaitu bersama - sama sedang menjalani takdir Tuhan. Kesadaran dalam
kesatuan bertuhan merupakan dambaan bagi para pencinta Nya, orang cerdas tidak
membedakan kaya - miskin, raja - jelata, muda - tua, tetapi selalu menilik
kekurangan diri sendiri, bukan menonjok kekurangan orang lain apalagi
membongkarnya. Semoga Dia memberikan cahaya rahmat, dan semakin bertambah
nikmat kepada ruh gurunda mulia
waliyullah al arif billah al mursyid ilallah Ibnu Athaillah, beliau berkata :
"Jangan engkau menuntut kepada Nya untuk diperlihatkan keistimewaan dirimu
(khushushiyyat), tetapi memintalah kepada Nya supaya Dia membukakan kepada mu
tentang aib - aibmu, dengan demikian engkau bisa memperbaiki diri."
(Wallahu a’lam).
Komentar
Posting Komentar