AL BADRIYAH
Al Badriyah | Bagian 7
Hijrah
Telah berkata gurunda mulia al 'arif billah al mursyid ilallah al
imam fadhil kabir Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala :
"Jangan engkau berpindah dari satu alam ke alam lain, seperti keledai yang
pusing berjalan. Pada hakekatnya tiada bergerak, dimana tempat dia berangkat
disitulah tempat dia berlabuh. Tetapi, berpindahlah dari alam ke pencipta alam.
Dan, sungguh, hanya kepada Mulah tempat berakhir."
Jangan amalmu (ibadah - taatmu) berkisar pada mesin kisaran yang
dikelilingi keledai, artinya, amal taat
mu hanya dari motivasi dunia kebendaan dan berakhir pada tujuan kebendaan pula,
tiadalah engkau keluar dari motif - motif dunia tolol !
Sebab, apapun yang datang nya kebaikan bukan dari Nya dan tidak kembali
kepada Nya merupakan sebuah kebinasaan, ketololan dan keburukan alam. Sesungguhnya
sesuatu yang tidak bersama dengan Nya adalah kehinaan. Memang, engkau mendapatkan
cita - cita dunia mu, tetapi engkau telah kehilangan Nya. Lalu, apakah yang
sudah engkau dapatkan ketika engkau telah kehilangan Diri Nya. Atau, ketika
engkau beribadah tetapi engkau tidak sampai kepada Nya ? Ibadah telah menjadi
hijab, maksudnya dalam shalat telah menghadirkan kesan - kesan lahiriyah
seperti ingatan sehari - hari, percakapan - percakapan sebelum shalat, masalah
- masalah pekerjaan muncul di dalam medan - medan shalat. Sewaktu qiyam ingat
motor, sewaktu ruku' ingat tugas - tugas kuliah, sewaktu sujud ingat janji -
janji yang harus ditepati, dan
seterusnya, inilah rakaian shalat yang gagal menghadirkan dan menghadiri hadhrat Nya yang diagungkan - dimuliakan.
Begitu pula taat dan maksiyat. Taat yang berasal dari diri engkau
yang lemah, akan memunculkan kesombongan taat. Seterusnya, taat yang muncul
dari diri yang sombong adalah syirik karena telah membesarkan diri yang kuasa.
Mengitsbatkan diri dan menafikan Dia Sang Kamal - Sang Jamal. Bukan besarnya
taat dari perbuatan hamba, tetapi besarnya anugerah taat dari Nya sehingga
hamba bisa taat dan kembali si hamba taat kepada Nya. Dan, bukan besarnya
maksiyat atau besarnya dosa sehingga si hamba pendosa tidak mau taubat (kembali
ke pangkuan ampunan Nya). Ketahuilah, bahwa ampunan Nya lebih besar dan lebih
luas dari pada dosa hamba Nya, tidaklah pupus harapan, tetapi hadir asa dalam
lilitan dosa - dosa. Dia maha pengasih - penyayang - pemaaf - pengampun yang
sedia Dia meliputi, memenuhi alam semesta, jelas sudah ayat - ayat (tanda - tanda)
tajalli Nya pada alam semesta. Lalu, tidak cukupkah bagimu bagi Dia maha
menyaksikan (Asy Syahid), Dia maha
meliputi (Al Muhidh), Dia maha menghidupkan (Al Muhyi), Dia maha mematikan (Al
Mumit), Dia maha melindungi (Al Wali), Dia maha terpercaya (Al Wakil), Dia maha
jujur (Al Amin).
Lalu, Dia maha berbuat, tiadalah lagi kuasa berbuat selain kuasa
Nya (la qadiran illallah), tiadalah yang
maha berkehendak, kecuali kehendak Nya semata (la muridan illallah), tiadalah
yang maha hidup kecuali Dia yang maha hidup (la hayyan illallah), tiadalah yang
maha berilmu kecuali Dia maha berilmu
(la 'aliman illallah), tiadalah yang maha mendengar kecuali Dia maha
mendengar (la sami'an illallah), tiadalah yang maha melihat kecuali Dia maha
melihat (la bashiran illallah), tiadalah yang maha berbicara kecuali Dia yang
maha berbicara (la mutakalliman illallah). Demikian hal orang yang telah tidak
terpisah lagi dari Nya (jam 'ul jama'), artinya, Dia telah hadir lebih dahulu
sebelum benda - benda alam ini hadir, Dia maha hadir terlebih dahulu, sebelum
wujud sesuatu yang ada di alam diadakan oleh Nya, sang Azal.
Tiadalah diri sendiri lagi, bahwa apa yang datang, datang dari Nya,
apa yang pulang, pulang dari Nya. Dengan pemahaman demikian, hijrah yang
sebenarnya adalah berpindah dari makhluk kepada Al Khaliq (sang Pencipta),
bukan hijrah, bukan perpindahan atau pergeseran dari alam makhluk kepada alam
makhluk, atau perpindahan dari alam makhluk kepada Nya tapi ada Nya bersama
niat makhluk, seperti hijrah karena Nya, berniat pula ingin menambah pundi -
pundi kekayaan, supaya tenang, nyaman serta mendapat kepercayaan ummat. Niat
yang telah tercampur merupakan syirik samar (syirik khafi).
Sebaliknya, niat yang tidak tercampur (murni) merupakan tauhid yang
sebenarnya, tauhid yang sebenarnya adalah tidak ada niat sebelum amal, kecuali
ikhlas karena Nya (niat qablal 'amal), niat ikhlas karena Nya saat amal
dijalankan (niat 'indal 'amal), niat ikhlas karena Nya setelah (pasca) amal
(niat ba'dal 'amal). Amal - amal itu bisa diterima Nya apabila telah
"naik" ke hadhirat Nya. "Manakah yang lebih baik, amal taat yang
engkau persembahkan kepada Nya (wirid), atau kah amal taat sebagai anugerah
dari Nya (warid). Bukan kah wirid mu itu juga adalah anugerah Nya. Maka, jangan
berhenti untuk berwirid - berdzikir walau dzikir mu masih lalai dalam mengingat
Nya, ada saatnya nanti dimana Dia merasakan kehadiran engkau dalam dzikir Nya,
lalu engkau berada dalam tarikan cinta Nya, kemudian engkau disebut Nya sebagai
hamba Nya yang selalu mengingat Nya (dzakir). Kebaikan - kebaikan tersebut akan
didapat bagi mereka yang mendawamkan dzikrullah." Demikian kira - kira
nasehat gurunda mulia. (Wallahu a’lam).
Komentar
Posting Komentar