AL BADRIYAH
Al Badriyah | Bagian 6
Puncak
Telah berkata gurunda imam al musyid billah Ahmad ibnu Athaillah
rahimahullah ta'ala : Diantara tanda seseorang berpegang pada amal adalah
mengurangi harapan kepada Nya, tatkala melakukan dosa."
Pengarang telah mengata bahwa apa - apa yang anda menjadi berpegang
padanya selain Dia, berpegang kepada shalat anda, berpegang kepada puasa anda,
zakat anda, infaq - shadaqah anda,
jihad, haji dan umrah, bersiap - siap lah kecewa ketika takdir musibah menerpa,
karena shalat mu, tidak bisa merubah takdir Nya, bersiap - siap lah menyalahkan Dia, karena dalam
puasamu, engkau pun masih diuji Nya, lalu, apakah Dia menyaksikan shalat ku,
puasa ku, zakat, infaq dan shadaqah ku, lalu, mulai memprotes Dia, atau yang
sangat berbahaya bagi iman adalah mengapa "perbuatan baik" ku tidak dibalas dengan "perbuatan
baik" dari Nya, kemudian, kurang apa selama ini kebaikan ku dengan Tuhan
ku ?
Selama ini, aku adalah imam, aku adalah khatib, aku habiskan malam
dengan shalat (qa - imul layl), aku yang selama siang berpuasa (sha -
imunnahar), aku yang telah hafal 30 juz Al Qur'an (ha - fidzhul Qur'an), ahli
shadaqah, ahli haji dan umrah, kenapa manusia sealim aku masih terkena
penyakit, terkena kesulitan ekonomi yang melilit ? Jika
demikian, percuma selama ini ibadah ku !
Tujuan ibadah karena materi merupakan kekecewaan dalam taat.
Justru, orang taat itulah yang diuji ! Diuji apakah benar atau salah iman, iman
yang sebenarnya, atau iman palsu, iman dusta di hati, beriman hanya di muka
orang banyak, iman hanya di kopiah, iman hanya di jilbab, iman hanya karena
merayakan Idul Fitri, supaya mendapat jatah zakat, atau iman seketika muncul
sewaktu memandang kepada ketibaan Idul Adha, sebab ada jatah pembagian daging
hewan qurban, atau tendensi (kepentingan) duniawi lainnya.
Ternyata, jika tidak karena Nya, rahmat Nya, kemurahan Nya, tidak
lah ada seorang pun diantara kita yang selamat dari adzab neraka Nya, kalau
bukan karena rahmat Nya, maka tidak ada yang suci selamanya. Sebab, seluruh
perbuatan taat merupakan hamba di mata Nya, makhluk Nya, makhluk taat. Lantas,
perbuatan taat yang bertujuan untuk taat, sungguh detik itu juga sang ahli taat
telah terusir dari kasih Nya, rahmat Nya, artinya makhluk telah menuhankan
makhluk. Terhijab (terdinding) sosok taat, dari diri makhluk datang, tiba,
proses taat berlangsung dan taat pun menyembah makhluk yang bernama sosok taat,
sosok taat kemudian berubah bentuk menjadi taat takabbur dan takabbur taat,
sungguh tipuan yang sangat samar !
Taat yang tidak berpondasi ma'rifat kepada Nya, bisa tersalah dalam
menunaikan taat, disini perlu pemaknaan. Memaknai hakikat taat adalah meyakini
dan mengenali sosok diri taat yang tidak kuasa menunaikan taat kecuali ada ijin
kuasa dari Nya, inilah sebuah taat yang berharga. Begitu pula hal shalat, bahwa
diri tidak bisa shalat, kecuali perkenan dari Nya, karena Dia sang pemilik
perbuatan (la fa 'ila illallah), Dia sang pemilik kehidupan (la hayata
illallah) Dia sang pemilik segala yang ada (la maujuda illallah). Artinya,
segala perbuatan dikembalikan kepada pemilik asal - sumber Nya, Al Malik, Al
Quddus, As Salam. Nyata, ketika Dia memberi ijin, tidak ada satupun ijin yang
diberikan Nya tersalah, terhina, terburuk. Maha suci Dia dengan nama Nya yang
maha agung.
Adalah hukum takdir Nya pada saat tiba, tidak bisa terelakkan lagi,
dalam takdir nikmat, bala', taat dan maksiyat, bisa kah manusia menghindar diri
dari tergelincir pada ranah maksiyat, ketika telah ditetapkan ? Apabila kita
berpegang pada amal, semua amal taat apapun, adalah amal yang berpindah dan
berputar disekitar amal itu sendiri, lelah dan letih, tetapi tidak tersampaikan
kepada Nya, bahkan marah kepada Nya tatkala Dia melemparkan rantai - rantai
bala', kecewa taat bagi ahli taat yang belum sampai kepada Allah SWT saat maksiyat,
dosa, nista mendekat dan memeluknya. Dan adalah mereka ahli maksiyat yang telah berputus asa (wa hum
mublisun) dari maha kasih dan maha sayang Nya. Orang yang berpegang kepada amal
dan tidak berpegang kepada Nya sang Jamal - Sang Azal telah menumbuhkan awal
dari benih - benih buruk sangka kepada yang maha baik (Al Bar).
Sangat berbeda sekali bagi mereka yang telah mengenal Nya ('arifin
billah), bahwa Dia selalu dalam keadaan maha dekat tanpa harus didekatkan,
itulah sifat mulia Nya sejak masa Al Qadim, Dia menunjuk pada diri Nya dengan
nama dan sifat Nya, Al Qarib. Bahkan, Dia adalah pemilik nama maha mendengar,
maha dekat (Dia lebih dekat dari pada manusia dengan dirinya sendiri), maha
mengabulkan do'a (sami' - qarib -
mujib).
Selain itu, 'arifin billah telah meyakini sepenuh ma'rifat Nya
bahwa hanya Dia yang menumbuhkan taat dan hanya Dia yang mencabut taat dari
hamba - hamba Nya. Lantaran itulah, si hamba yang ma'rifat kepada Nya, tidaklah
mampu si hamba bergantung kepada amal, kecuali amal sebagai makhluk saja, maka
nalar 'arifin billah adalah tawakkal. Tawakal dalam makna berserah diri kepada
Nya, dan mewakilkan (memberikan kepercayaan) kepada Dia Al Wakil - Al Wali - Al
'Ali - Al Muta'ali dalam taat. Dalam hal tersebut, berujar gurunda mulia al arif
billah, al mursyid al fadhil : Keinginan manusia mengandalkan amal menyebabkan
mereka kosong (ditinggalkan Nya) atau terlempar dari rahmat Nya, sedangkan
kehendak anda bersama Nya menyebabkan anda berada di dalam pelukan rahmat
Nya."
Lebih lanjut gurunda mulia waliyullah tajul 'arifin Ibnu Athaillah
berkata : "Dalam kekosongan (ketiadaan bersama Nya) dapat menyebabkan anda
lemah dari cita - cita rohani." Gurunda mulia waliyullah Ibnu Athaillah
menginginkan pentingnya bersama Nya dalam situasi dan kondisi apapun. Artinya,
kehilangan Dia adalah telah kehilangan segalanya, mendapatkan Nya sama dengan
mendapatkan dunia - akhirat. Selanjutnya, gurunda mulia waliyullah Ibnu
Athaillah berkata : "Arih nafsaka - istirahat kan dirimu - dari kerja
selain Dia, kecuali sangat bermakna apabila seluruh kerja telah menyertakan
Nya."
Maksudnya, rehatkan dirimu dari lelah mengharga diri, mengaku
eksistensi diri yang bermartabat dan terakui ulung, jangan membangun citra
sebagai pemikir untuk kepentingan membangun
dinasti diri dan keluarga. Sungguh, apa yang dituntut Nya kepadamu
hanyalah dalil, bukti terhapusnya atribut diri yang benar atau hilang lenyap,
hancur binasa jiwa, saat itulah do'a - do'a mu diijabah saat telah anda berputus asa dengan makhluk, tidak berharap
hanya kepada Nya, bukan kepada amal.
Pengabulan permintaan ada waktu nya, sang imam besar Ibnu Athaillah
telah berujar : "Dia menjamin ijabah Nya untuk anda menurut pilihan Nya,
bukan menurut pilihan anda untuk jiwa anda, tetapi menurut waktu yang Dia
kehendaki. Tidak terealisasi apa yang telah Dia janjikan, jangan membuat anda
ragu dengan janji Nya, meskipun waktu nya menurut anda telah sampai, agar tidak
merusak pandangan imanmu, dan padamnya cahaya di hati nuranimu. Jika Dia telah
berkenan membuka pintu penghadapan dan pengenalan Nya untuk anda, jangan
khawatir walau amalmu masih sedikit, karena Dia sedang memberikan karunia yang
banyak berupa cinta dan pengenalan."
Demikian berbeda sangat antara yang arif dengan Nya sang Kamal
selalu arif menyandarkan taat kepada Nya dengan tawakkal (berserah diri) tanpa
bergantung kepada amal, tetapi bergantung kepada Nya saja, Al Jalal - Al Jamal,
dan hanya menunai apa yang diperintah oleh Al Malik (sang raja) kepada mamluk
(budak belian - hamba sahaya) yang tidak memiliki apa - apa dan tidak dimiliki
siapa - siapa. Lalu, mereka yang jahil (bodoh) tentang keesaan Al Ahad, selalu
bergantung kepada amal, mereka jadikan
amal sebagai modal dasar (capital) untuk menuntut Tuhan, jadilah Tuhan terdakwa
dan tersandera di mata hamba Nya, yang demikian apakah masih pantas untuk
disebut hamba Nya ? Emosi penulis menanyakan ini, padahal sang maha pengasih
maha penyayang tidak pernah lari dan tidak pernah menjauh dari siapapun. Mari,
dalam literasi kali ini, iman, islam dan ihsan kita harus selalu dibersihkan
dari virus syirik, selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1443 H. (Wallahu
a'lam).
Komentar
Posting Komentar