PASCA LEBARAN

 

PASCA LEBARAN

Narasumber : Ma'ruf Zahran

Skema Idul Fitri dirancang dalam program rehabilitasi hamba Nya yang terletak di ujung Ramadhan dan di mula Syawal berbentuk medan - medan taubat yang sangat erat berkait nama Nya At Tawwab (maha selalu menerima taubat), Al Ghaffar (maha selalu mengampuni), dan selama bulan Ramadhan kita memohon dengan nama Nya Al 'Afuwwu (maha pemaaf).

Kedua bulan tersebut memiliki makna terpenting dalam rangkaian ibadah. Mengingat Ramadhan sangat mendominasi hubungan vertikal hamba kepada Nya, sedang makna penting Syawal sarat hubungan horizontal sesama manusia. Dua rangkaian amal taat tersebut berjalan secara simultan tak terpisahkan. Adalah Ramadhan telah menitip pesan tersebut, harmonisasi keduanya untuk menggapai fitri (kesucian) sebuah asa atau harapan. Sesungguhnya, pra kondisi capaian kefitrian tersebut telah dimantapkan dalam niat integritas sejak berada di bulan Rajab dan Sya'ban lewat formula do'a.

Formulasi bacaan do'a sebuah wujud berdimensi immanent (jasadiyah) tetapi isinya telah Tuhan titipkan kekuatan yang berdimensi transendent (ruhiyah). Do'a ibarat proposal yang berisyarat memohon kepada Sang Al Mujib, yaitu : "Tuhan kami, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikan umur kami di bulan Ramadhan." Ideal keberkahan Tuhan di kedua bulan (Rajab dan Sya'ban), lebih bertambah royal keberkahan Nya di bulan Ramadhan dan pasca Ramadhan (Syawal). Artinya, apabila insan Ramadhan telah memenuhi kriteria yang diinginkan oleh ranah kemuliaan Ramadhan, pastilah Ramadhan sebagai titipan pesan Tuhan akan memberi harga pada multi efek sebelas bulan yang akan datang sebagai indikator kelulusan alumni Ramadhan.

Secara tersurat, ordo Ahlussunnah wal Jama'ah meyakini bahwa Ramadhan merupakan ajang latihan jasmani dan rohani, pesantren, madrasah dan universitas sejak dahulu kala. Edukasi (tarbiyah) Ramadhan mesti mampu  melahirkan alumni berupa sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Jangan sampai kepergian Ramadhan yang selama sebulan melakukan latih kekang diri (tirakat), kemudian memasuki Syawal seakan terbebas dari kekang diri, kebebasan tanpa arah, bahkan lebih bejat lagi. Sama artinya telah gagal menuju cita - cita mulia Ramadhan.

Gagal paham sekiranya insan hanya terhenti pada variabel ibadah Ramadhan. Usai Ramadhan insan kembali ke "selera asal." Bermuncul watak - watak bejat yang selama ini tertutup oleh kemuliaan Ramadhan, atau menganggap bulan suci sebagai waktu istirahat untuk berbuat dosa, tetapi telah dijadikan bulan mendulang pahala. Kecuali itu, ibadah Ramadhannya belum bisa merubah watak jahat. Manusia yang demikian telah tertipu dengan amalnya, mereka hanya menyembah Ramadhan, bukan menyembah Tuhan.

Adalah ibadah harus memberi pengaruh (atsar) positif bagi dunia kemanusiaan yang berkeadaban dan berkemajuan, indikator berupa membangun kerja sama untuk kemaslahatan (mushlihun). Oleh karena itu, musuh puasa adalah kerakusan yang membuat seseorang bisa berlaku dzalim kepada sesamanya tanpa merasa bersalah. Disini letak urgensi puasa ; mendidik, mengekang hawa napsu untuk tunduk kepada Tuhan, Al Jalal. Tanpa itu, puasa yang gagal meraih predikat taqwa, hanya semakin memperbesar syahwat politik, syahwat berkuasa, berpunya dan sifat - sifat kehewanan lainnya. Merasa diri memiliki sifat benar, baik, pintar, pemurah, pengasih, penyayang adalah berlawanan dengan sifat Jamal Nya. Bukan manusia yang benar, tetapi kebenaran milik Nya (Al Haq), Dia yang baik (Al Bar), Dia yang pintar (Al 'Alim), Dia yang pemurah (Al Karim), Dia yang pengasih (Ar Rahman), Dia yang penyayang (Ar Rahim).

Pasca lebaran akan semakin besar ujian Tuhan bagi hamba Nya yang diuji, untuk menentukan penilaian dan penetapan berhasil atau gagal puasanya. Ujian datang justru pasca Ramadhan dalam arti bacaan - bacaan dan do'a akan diuji untuk melihat kesesuaian antara bacaan dengan perbuatan saat kita tidak lagi berpuasa wajib. Saat  Ramadhan kita giat tadarrus,  bagaimana pasca Ramadhan ? Saat Ramadhan kita tekun qiamullail, bagaimana pasca Ramadhan ? Saat Ramadhan kita rajin dzikir, bagaimana pasca Ramadhan ? Saat Ramadhan kita sungguh - sungguh mendirikan shalat maktubah dan shalat sunnah, bagaimana pasca Ramadhan ? Dalam hal ini, adalah gurunda mulia telah berujar : "Manusia tidak terlepas dari napas - napas takdir dari Nya, bagaimana pun kuat upaya manusia tidaklah bisa merubah takdir ketetapan Nya, dalam takdir rezeki, jodoh, kebahagiaan atau kesengsaraan dan maut. Dan pasti hidup ini berjalan di atas medan - medan perjuangan jiwa (mayadinunnufus), yaitu medan taat, maksiyat, nikmat, bala." (Waliyullah al arif billah fadhil kabir imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdillah bin Ahmad bin Isya bin Husain ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala 'anhu,  wafat : Kairo, Mesir, 709 H).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

AN NURIYAH

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN