AZZAHRANIYAH 11
AZZAHRANIYAH 11
BANGSAL
Ma’ruf Zahran
Bangsal merupakan istilah yang berkonotasi tempat kerja, bagi orang
Banjar khusus 'bubuhan pandai besi" adalah tempat kerja untuk menghasilkan
produk berupa alat-alat dari besi seperti parang, pedang, keris, tombak, pisau
dan sejenisnya. Pada masa kerajaan Majapahit, mereka digelar dengan sebutan
kehormatan, sebagai Empu.
Bagi penulis yang sesekali menemani ayahnda dan gurunda H. Zahran,
kadang kesempatan di sela-sela kerja di bangsal, ayahnda pun sering menyulap bangsal
menjadi ruang belajar. Ada pengalaman yang menarik saat penulis bersama ayahnda
di bangsal sewaktu kajian tentang Nabi Musa alaihissalam dengan Nabi Khaidir
waliyullah alaihissalam.
Penulis baru tersadar,
Zahran adalah sosok yang unik dalam arti berbeda dengan tukang besi
lainnya, bangsal pun telah dia jadikan majelis taklim kajian berbagai tema;
fiqih, tasawuf, kalam, tafsir, hadits untuk mendidik penulis, oleh kebanyakan
tukang besi area bangsal dijadikan ajang pertemuan untuk membicarakan apa saja
sesama kolega Banjarian . Zahran individu yang telah membaktikan diri pada
agama dan pengajaran, keduanya telah menjadi ciri Zahran.
Peminatan Zahran pada ilmu agama sangat luar biasa, sebab di mata
Zahran ilmu agama yang mengajarkan tata cara shalat yang benar, puasa yang
benar, zakat yang benar, haji dan umrah yang benar. Ilmu adalah kehidupan
Islam, sabda Nabi Muhammad SAW : "Al-'Ilmu hayatul Islam." Ilmu
agama merupakan kunci surga, ilmu agama membuat jaya di dunia, sempurna di
akhirat (jaya sempurna).
Qisasul anbiya' wal auliya Allah SWT pun tidak luput dalam
pembicaraan beliau di rumah, di bangsal, di surau, di pasar. Hampir tidak ada
waktu yang beliau hadirkan kecuali ilmu. Dimasa dan angkatannya, Zahran sangat
menonjol (Latin: Primus). Menonjol di sini beliau sebagai insan pembelajar, siap mengajar-siap diajar.
Memori bangsal bagi penulis merupakan bagian yang tak terpisah
dari kepingan-kepingan pahat kehidupan
penulis, momen indah yang tidak dirasakan oleh anak-anak seusia penulis kecil
waktu itu, sederhana tetapi bermuatan kurikulum merdeka belajar dan belajar
merdeka, intinya ilmu dan kejujuran. Kejujuran sebagai ayah Zahran, gurunda
mulia yang tidak ada rahasia dan ketertutupan ilmu. Barakallah saat hidup Zahran, dan barakallah saat wafat, dan
barakallah saat di alam Barzakh, barakallah saat dibangkitkan, barakallah saat
di padang Mahsyar dan barakallah saat memasuki surga Allah SWT dengan rahmat
dan ridhaNya tanpa hisab.
Kami memang tidak kemana-mana, zona bangsal. Tetapi imajinasi kami
berdua melampaui ukuran dunia dan akhirat. Mulia pembicaraan karena
membicarakan Nya, sang maha pemilik dunia-akhirat. Dalam pandangan malaikat
pemanggul arasy (hamalatul arsyi), bangsal tempat pekerja besi sang Zahran
telah bercahaya dengan nurullah SWT dan nurunnabi Muhammad Rasulullah SAW. Sepotong
kisah berdua yang membuat hari ini hati penulis terasa tersayat-sayat rindu
dengan ayahnda dan gurunda barakallah, warhamhu, wa adkhilhul jannah, jannatul
Firdausi nuzula, khalidina fiha, la yabghuna 'anha hiwala (baca: Al-Kahfi:
108).
Memori bangsal tidak berlangsung lama, sebab sejak 1985 ayahnda
sudah berubah profesi menjadi pedagang. Di tahun itu (1985-1987) aku masih
studi Madrasah Tsanawiyah Negeri Pemangkat, good bye bangsal. Majelis taklim
berpindah di pasar tempat ayahnda berjualan, di surau dan di rumah. Tahun 1988 -
1990 aku lanjut studi PGAN Pontianak, bermajelis pun berubah di Jl. M. Yamin
Gang Sinar Usaha Pontianak, gubuk kuliah untuk pejuang ilmu. Bahkan,
bermalam-malam kajian berlangsung dalam kesenyapan alam sekitar. Tahun 1988 - 1990 Kota Baru banyak ditumbuhi
pakis.
Tahun 1990 - 1995 aku kuliah di IAIN, ayahnda pun sering
mengunjungi rumah ilmu tersebut, malam-malam yang penuh dengan kaji ilmu dan
kaji hakikat dunia, umur, shalat, puasa, dan topik kajian yang berganti-ganti.
Momen indah ilmu dengan ayahnda sang tuan guru telah membuat malam-malamku
semakin berarti, dan pagi hari adalah momen kuliah juga berada pada lingkar
ilmu akademik. Memperpadukan malam dan siang telah menjadikan Ma'ruf remaja
yang semakin haus dengan ilmu Nya, Al-'Alim.
Zahran tak bisa terpisah dengan penulis, inilah jika kukenang
semakin rindu, tetapi raga telah memisahkan, semoga dipertemukan kembali di
altar ilmu penuh cahaya murni dan di bawah rindang serta cucuran embun mutiara
yang lembut dan basah di taman bunga surga Tuhan SWT. Sama seperti dulu lagi,
tenggelam dalam lautan cinta hikmah yang tinggi di sisi Nya. Zahran sungguh
mulia hidupmu, wafatmu sehingga Zahran bertemu dengan Diri Nya sang Jamil yang
dahulu sering kita bicarakan dalam
kajian Wahdah, terimakasih ayahku.
Kenangan ilmu inilah yang paling dahsyat sampai telah mengaliri air
di bola mataku yang tidak semua anak sekarang bisa merasakan getaran ilmu
seperti medan-medan magnetik yang saling tarik-menarik yang tersalurkan pada
hati ayahnda dan ananda. Inilah kenangan bangsal, pasar, rumah, surau sebagai
ruang-ruang pembelajaran generasi. Adalah Zahran telah tunai tugas sebagai
penyampai dan tugas-tugas kewalian di masyarakat. Surga menantimu ayahnda ku,
H. Zahran yang sangat 'alim. (Wallahu a'lam).
Komentar
Posting Komentar