AL USMANIYAH 9


 

AL-USMANIYAH 9
UJIAN

Ma’ruf Zahran

Dalam tinjauan teori dan praktik terdapat tangga-tangga tingkat  beragama Islam. Secara khusus tangga-tangga beragama ada empat, tangga syariah, tangga thariqah, tangga haqiqah, tangga ma'rifah. Secara umum bertangga dua, syariat dan hakikat. Kedua materi ini dalam pembahasan yang biasa dipahami dengan syariat dan thariqat cukup diwakili oleh sebutan syariat (aspek jasmani). Sedangkan pembahasan hakikat dan ma'rifat yang biasa dipahami dan diwakili oleh sebutan hakikat saja (aspek rohani). Syariat berbicara bagian luar jiwa yang terindera mata bisa melihat, telinga bisa mendengar, mulut bisa bicara, lidah bisa merasa, kulit bisa meraba. Sebab syariat bersifat dzahir, niscaya ilmu, amal, hukum keilmuan dan hukum pengamalan pun bersifat dzahiriyah dan jaliyah, sebuah kenyataan yang dihadapi dengan nyata, sebuah pembuktian yang harus dihadapi dengan bukti, sebuah pendalilan yang harus dihadapi dengan dalil, sebuah pendataan yang harus dihadapi dengan data, sebuah penelitian yang harus dihadapi dengan teliti.

Hadapi dengan jaya sempurna, jaya di dunia, sempurna di akhirat. Petuah mengatakan: "Tepuk dada, tanya selera." Artinya, Jama'ah Tauhidiyah Ahadiyah tahu menempatkan kedirian dan keakuan, ilmu padi, padi berisi, bukan padi kosong dari isi. Tetapi, saat dihadapkan dengan hakikat, tidak lah Jama'ah Tauhidiyah Ahadiyah lari dari medan tempur. Mengingat, senjata mana yang akan dimainkan, dunia silat syariat atau dunia silat hakikat. Dibekali dua senjata ini oleh yang mulia Gurunda Syekh Haji Usman bin Melek Al-Muqaddas bertujuan supaya seluruh anaknda murid jaya dalam arti pandai-pandai membawa diri bermasyarakat dalam alam dunia manusia syariat, dan supaya seluruh anaknda  murid sempurna dalam arti pandai-pandai membawa diri bermasyarakat dalam alam akhirat manusia hakikat.

Setelah status pembicaraan tangga syariat, adalah yang kedua status pembicaraan tangga hakikat selaku bagian dalam jiwa, sehingga ilmu, amal, hukum keilmuan dan hukum pengamalan bersifat batinah dan sirriyah. Nama di atas nama, sifat di atas sifat, dan rahasia di atas rahasia (diam). Dua keadaan yang berbeda, syariat bicara, hakikat diam, syariat melihat, hakikat buta, syariat mendengar, hakikat tuli, syariat bergerak, hakikat berhenti, memadukan diantara keduanya telah menanda, menciri insan salik yang baru belajar memadankan perjalanan syariat sebagai kaki jasmani dengan perjalanan hakikat sebagai kaki rohani yang sedang menuju hati dan ruhi yang berma'rifat billah.

Insan kamil memandu dalam rangka memadu syariat dan hakikat sebagai contoh shalat. Shalat pada wilayah perkataan dan perbuatan merupakan aturan-aturan syariat, sementara khusyu' didalam shalat merupakan wilayah hakikat, memadu-padankan wilayah syariat dan hakikat itulah ma'rifat. Ma'rifat artinya tiada diri yang bersyariat dan tiada diri yang berhakikat. Sebab ma'rifat hanya dimiliki oleh Allah SWT dan yang memiliki ma'rifat adalah Allah SWT (rahasia didalam rahasia).

Puasa juga mengandung syariat puasa dan hakikat puasa. Syariat puasa adalah menahan dari makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari, sedangkan hakikat puasa adalah taqwa. Syariat dan hakikat puasa menuju ma'rifat. Puasa bukan untuk diet, bukan untuk sehat dan bukan untuk taqwa. Sebab sehat dan taqwa adalah makhluk. Ma'rifat puasa bertujuan hanya  untuk Allah SWT ketika sudah tidak merasa diri yang bersyariat puasa dan sudah tidak merasa diri yang berhakikat puasa. Puasa datang dari Allah SWT dan puasa kembali kepada Allah SWT.

Zakat, zakat fitrah dan zakat maliyah bertujuan syariat pemberian harta kepada orang yang berhak menerima (mustahiq). Sebab didalam hukum zakat terdapat hukum haul (satu tahun penyimpanan harta), nisab (batas minimal harta yang wajib dikeluarkan zakat),  muzakki, mustahiq, barang-barang yang diwajibkan zakat, qiyas dan ijma'  ulama tentang zakat. Sedang pada lini rohani adalah membersihkan diri yang batin dari syirik (kekotoran batin) yang mengundang tamak, riya',  sombong, pamer, dan penyakit lainnya. Syariat dan hakikat zakat yang ditahqiq akan memunculkan ma'rifat ilallah.

Haji, haji searti dengan ziarah atau mengunjungi. Pembahasan tentang niat, wukuf di Arafah, thawaf, sa'i, tahallul dan tertib berkisar seputar syariat haji. Tetapi sebelum berangkat haji, haji hakikat terlebih dahulu sudah dilatih selama di tanah air, sebelum berhaji, haji dahulu, sebelum berumrah, umrah dahulu. Pasang niat sejak dari sekarang dan jangan surutkan, berwukuflah sekarang dengan hakikat tafakkur sebagai wukuf (perhentian) hati kepada Nya, setiap malam bahwa wukuf kecil ini bisa dijalankan dengan tafakkur wukuf diri, sebelum wukuf di padang Arafah dan wukuf di padang Mahsyar. Begitu juga thawaf perpekan dalam tujuh hari, setiap hari 24 jam adalah kawasan 'amal ibadah dan 'amal jariyah yang selalu berputar tiada henti, demikian juga sa'i yang merupakan rotasi perjalanan rohani datang dan rotasi perjalanan rohani pulang serta menghantam tujuh titik latifah (tujuh titik halus) dalam diri yang mengandung kejahatan lalu menumbuhkan tujuh titik latifah yang mengandung kebaikan sebagai jalan menuruti ibunda Hajar dari Shafa ke Marwah. Tahallul pun demikian juga sebagai pembersih napsu, akal, hati dan iman dalam jiwa. Secara tertib dikerjakan syariat haji menjadi haji yang tamam secara syariat dan menjadi haji yang mabrur secara hakikat. Berpadu-padan lembaga syariat dengan lembaga hakikat yang telah berjalan dengan cepat, cermat, tepat itulah ma'rifatullah billah.

Secara rinci, perjalanan menuju Allah SWT mulai dari jalan syariat, jalan thariqat, jalan hakikat, jalan ma'rifat.  Keempat jalan yang akan ditelusuri wajib berguru. Gurunda yang akan menunjuki, gurunda ibarat imam, ibarat amir, ibarat khalifah, saat sekarang dan nanti, manusia akan berkumpul di bawah bendera imam mereka di padang Mahsyar. Allah SWT berkalam kalamullah: "Ingatlah, pada hari (ketika) Kami panggil setiap ummat dengan pemimpinnya  ..." (Al-Isra':71).

Maksud dan tujuannya, bergurulah secara bersambung dalam sanad dan riwayat, berwasilah sebagai jembatan amaliyah dan ilmiyah, penulis berguru, kemudian guru berguru lagi seterusnya sampai (wushul) kepada Rasulullah SAW sebagai maha imam dari imam-imam terhubung kepada Gurunda Syekh Haji Usman Al-Muqaddas sampai kepada anaknda-anaknda murid  dalam sehimpunan Raudhatul-jannah Jama'ah Tauhidiyah Ahadiyah.

Menjalani dan menelusuri empat jalan (sabil jamak subul) menempuh waktu seumur hidup tanpa pernah khatam, kecuali Allah SWT yang mengkhatamkan dengan husnul-khatimah. Tetapi, selama hidup wajib menjalani jalan syariat, jalan tarikat, jalan hakikat, jalan ma'rifat dengan baik, benar, indah. Kapan berhenti, berhenti saat diberhentikan Allah SWT (wafat). Ibarat sekolah, kenaikan kelas pasti diawali dengan masuk sekolah, proses pembelajaran, ujian proses, ujian akhir, naik/tidak naik kelas, lulus/tidak lulus (coret salah satunya). Sama halnya dengan belajar kaji diri dan belajar ngaji diri di Raudhatul-jannah Jama'ah Tauhidiyah Ahadiyah berta'lim, berta'dib, dan berkhidmat kepada gurunda dan kepada sesama pengkaji merupakan proses yang wajib dilalui. Seperti pepatah mengatakan: Lancar kaji karena diulang. Cinta datang karena sering bertandang. Oleh gurunda sering diingatkan untuk mengulang bacaan, mengulang hapalan, mengulang amalan, baik sendiri maupun berjama'ah sepengkajian.

Jangan disia-siakan masa, masa yang akan datang pasti berlalu, pengalaman yang tidak akan terulang kembali lagi, dengan siapa, apa, dimana, bila mana, kenapa, bagaimana. Sungguh pendapatan dan penghadiran yang tidak terulang selamanya, berupa masa kesempatan waktu hidup sebelum mati, waktu sehat sebelum sakit, waktu muda sebelum tua, waktu kaya sebelum miskin, waktu sempat sebelum sempit.

Siapa yang bersungguh-sungguh dalam berguru, dia akan berilmu (man jadda wa jada), siapa yang menanam, dia yang memetik (may yazra' yahshud). Lain pepatah Arab, lain pepatah Indonesia: Berburu ke padang datar, dapat rusa belang kaki, berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi. Perlu diketahui, di dalam berguru syariat akan mendapat soal ujian syariat dari Allah SWT. Ujian dari Allah SWT Al-Basith dan Al-Qabith, berupa ujian yang menyenangkan (ujian basath) dan ujian yang tidak menyenangkan (ujian qabath), ujian siang, ujian malam.

A. Ujian syariat.

Masa ujian tiba, jangan terkejut, bahwa masa ujian datang sementara sifatnya seperti masa ujian pulang. Artinya, suka sementara duka sementara, kaya sementara miskin sementara, muda sementara tua sementara, sehat sementara sakit sementara menjadi sifat waktu ujian sama dengan kesementaraan menjadi sifat dunia.

Soal ujian bagi orang yang telah duduk di bangku syariat adalah disesuaikan dengan kurikulum syariat, seperti materi syariat, pelajaran syariat, mengaji syariat, mengkaji syariat, syariat ibarat tubuh dzahir beragama Islam. Mata ujian pun bersifat dzahir. Disini lah muncul ujian, berupa aku yang kuasa, kuasa shalat, aku yang upaya, upaya zakat, aku yang bertenaga, tenaga haji. Puas akunya, kepuasan adalah saudara kandung hawa napsu, upaya aku, aku yang telah bermahram dengan hawa napsu, aku yang berdaya, aku yang telah senyawa dengan hawa napsu.

Walau demikian tetap diberi nilai (wallahu a'lam), murid yang telah dinyatakan lulus adalah pengamal maqam syariat yang taat, sejatinya taat, pengamal maqam syariat yang taat, semurninya taat. Artinya pengamal syariat baru mengenal (ma'rifat) bacaan shalat, dan menikmati bacaan shalat karena Allah SWT, secara dzahir dia diterima Rabbi pada pelataran syariat. Kalau dia terhenti menikmati kepuasan bacaan, terhentilah dia di kelas 1 ruang syariat, tanpa pernah berpindah kelas atau naik kelas. Apa yang didapatinya di surga pun sekelas surga syariat (wallahu a'lam).

B. Ujian thariqat.

Thariqat (Indonesia; tarikat). Tarikat ini derajat kedua dalam peringkat beragama ummat Muhammad SAW. Sudah menampilkan perbuatan (fi'liyah) yang mewujud dalam penampilan akhlak yang mulia dan adab yang tinggi. Salik yang telah bersuluk, artinya salik yang sedang berjalan pada cara-cara berjalan seperti perjalanan kenabian (thariqah Muhammadiyah).

Ujian di maqam tarikat adalah para pengamal telah merasa 'alim karena pengamal tarikat sunnah kerasulan dan kenabian, bila meleset adalah penampilan, penampakan dalam perkataan dan perbuatan yang menimbulkan kesombongan di hati  diistilahkan kibir dan kesombongan di raga jasmani (perlakuan) yang disebut takabbur. Sebab ujian tarikat adalah suara yang takabbur dalam huruf-huruf hijaiyah yang dilantunkan, takabbur yang dinampakkan, takabbur dalam perbuatan yang dinampakkan, takabbur dalam pakaian yang dikenakan, takabbur dalam perkataan yang diungkapkan, takabbur dalam ibadah yang ditampilkan, takabbur dalam shalat yang dipamerkan, takabbur dalam zakat yag diumumkan, takabbur dalam haji yang disebutkan. Sebab baik ujian tarikat dan syariat masih pada ujian dzahir.

Pengamal tarikat jika tulus dalam pengamalan, maka Allah SWT berikan anugerah batin yang disebut waridat. Allah SWT tarik jiwanya untuk lebih lagi mengenal Nya di jenjang berikutnya. Tetapi ada juga yang tetap pada maqam tarikat sehingga wafat. Terhenti di jenjang tarikat disebabkan maqam ini sudah terasa ketenangan hati dan berlimpah sudah nikmat dzahir ketika berdzikir, dan nikmat dzahir ketika berkhalwat, serta sedikit nikmat batin. Pengamal telah merasa cukup dengan jalan-jalan ahlut-thariqah, silsilah sanad ahlu thariqah dan amaliyah-amaliyahnya, tanpa sibuk lagi mencari lembaga batin yang lebih tinggi.

Orang yang duduk pada tingkatan ini pun sudah sangat baik, tetapi gurunda mengatakan jangan berhenti sampai di maqam ini. Apa yang dilihat, didengar, keduanya adalah halte atau tempat persinggahan, jangan tinggal di tempat singgah, karena tempat singgah sifatnya sementara, bukan rumah abadi. Lanjutkan perjalanan, perjuangan, pengabdian, pengorbanan musafir, pendakian gunung, penurunan lembah, daratan dan lautan menuju Tuhan masih sangat panjang!

Ujian kesenangan, anak-anak sukses, rumah tangga aman, damai, bahagia (Banjar: ruhui-rahayu), pekerjaan yang mudah, keuntungan yang banyak, rupa-rupa demikian bukan tujuan, tetapi ujian yang telah mengambil rupa kesenangan, keluasan, kemudahan yang bernama ujian basath. Ujian basath sebagai percikan sifat Jamal Allah SWT. Terlena dan terlelap si salik dengan percikan sifat kemurahan Nya, keramahan Nya, kasih sayang Nya, kelemah-lembutan karunia Nya, keindahan layanan Nya, mempesona ahlu thariqah, tiadalah dia naik ke maqam berikutnya, sungguh terhenti studi batin. Kondisi ujian bisa berubah saat Allah SWT menampakkan sifat diri Nya yang memaksa, menyiksa, menyempitkan rezeki, mengancam, kumpulan nama Nya yang banyak itu berasal dari percikan sifat Nya, Al-Jalal.

Ujian tarikat bagi ahlunya yang telah duduk di maqam ini ada dua, thariqah Muhammadiyah dan thariqah Iblisiyah. Sangat samar tipuan Iblis dan Iblisiyah karena medan-medan ujian yang dimainkan, dikamuflase dalam rantai ujian taat di lumbung taat, ujian maksiyat di lumbung maksiyat, ujian nikmat di lumbung nikmat, ujian musibah di lumbung musibah. Bila ahlu thariqah tidak tahan di jalan thariqah, menjadilah dia orang yang meninggalkan tempat mulia setelah dahulu pernah dia tempati. Banyak dahulu ahlush-shalah yang sekarang tidak lagi, banyak ahlul Qur'an yang meninggalkan Al-Qur'an, kemudian Al-Qur'an pun meninggalkannya, banyak dahulu ahlut- tasbih, tahmid, tadzkir, meninggalkan zona-zona dzikrullah. Sibuk dengan jabatan penguasa, pengusaha, telah melupakan, melalaikan dan meninggalkan thariqah Muhammadiyah (jalan-jalan hidup kenabian dan kerasulan).

C. Ujian hakikat.

Hakikat bagian ujian yang berdimensi batin rohani, sehingga halus dan samar ujiannya. Ujian hakikat bentuknya merasa, lulus/gagal ketika: Ujian hakikat adalah ujian merasa diri berupa  lambang-lambang nama-nama kejayaan dan kebaikan, yaitu:

  1. Al-Haq maha benar, merasa diri maha benar.
  2. Ar-Rahman maha pengasih, merasa diri maha pengasih.
  3. Al-Malik maha kuasa, merasa diri maha kuasa.

Dari contoh nama-nama Allah SWT yang baik (asmaullahul-husna), ketika dalam hakikat merasa diri yang benar, merasa diri yang pengasih, merasa diri yang kuasa, adalah Iblis dan Iblisiyah yang berada di dalam kandungan jiwa manusia. Dan sekaligus secara thariqah menjalani thariqah Iblisiyah dan seketika telah menuhankan diri yang berhakikat benar, diri yang berhakikat pengasih, diri yang berhakikat kuasa. Ahlu hakikat yang demikian telah tertipu dalam kehidupan alam hakikat yang dibangun dan dirancangnya sendiri. Artinya, Allah SWT cabut pangkat kewalian tingkat hakikat, seperti Allah SWT telah mengusir Iblis dari surgaNya dengan firman :  " ... Keluar! Kamu (Iblis) bagian dari orang yang terusir dalam kehinaan." (Al-A'raf:13).

Maka lawanlah tipu daya upaya muslihat Iblis dengan tenang, jangan reflek merespon, perlu jeda untuk memahami dengan baik persoalan dan permasalahan sebelum berbuat dan sebelum mengambil tindakan. Berpikiran tenang, berhati sejuk, bernalar panjang, berakal bersih dengan membuat jarak antara diri (napsu), akal (untuk memikirkan dampak), hati (untuk merasakan dampak) dan iman (untuk meyakini Tuhan tempat menyembah dan tempat memohon segala sesuatu). Marah memang puas sementara, bila diturutkan. Tetapi berdampak dan berpengaruh buruk yang sangat lama, bahkan keujung neraka, Allah SWT menyebutkan jalan-jalan marah sebagai pintu pembuka bagi datangnya dosa-dosa lain, dan jalan (sabil) atau cara (thariqah) yang bersifat Iblisiyah dan Syaithaniyah.

Thariqah Iblisiyah menjadi pengantar bagi penyempurnaan haqiqah Iblisiyah yaitu syirik, dengki, dendam, marah dan amal buruk lainnya. Sementara thariqah Nabawiyah atau thariqah Muhammadiyah sebagai mata kuliah pengantar untuk meraih haqiqah Muhammadiyah seperti tauhid, ridha, syukur, sabar dalam menghadapi sesuatu yang mudah atau susah. Sebab, hidup di dunia yang majemuk sangat diperlukan kesabaran dalam menghadapinya. Artinya kesabaran adalah kesanggupan jiwa untuk mengalah, kesanggupan jiwa untuk tidak melawan, kesanggupan jiwa untuk tidak menjawab, kesanggupan jiwa untuk tidak menanggapi, kesanggupan jiwa untuk tidak menyakiti, kesanggupan jiwa untuk tidak mendengki, inilah jalan (sabil), cara (thariqah), pendekatan (manhaj) Nabawiyah Muhammadiyah.

Kesabaran pasti berujung kemenangan dunia dan akhirat. Dalam jamak ayat-ayat Al-Qur'an  banyak diceritakan bahwa orang-orang yang masuk surga adalah akibat kesabaran mereka di dunia, sebab dunia telah Allah SWT jadikan ladang ujian, ladang kesulitan, ladang kepayahan, ladang kemiskinan bagi orang-orang yang beriman, beramal shaleh,  dan bersabar dengan kesabaran yang sempurna (bima shabaru wayulaqqauna fiha tahiyyatan wa salama), artinya: "Mereka akan diberi balasan berupa tempat yang tinggi di dalam surga karena kesabaran mereka, mereka berjumpa dengan Tuhan dalam sambutan penuh penghormatan dan salam." (Al-Furqan:75).

Thariqah Nabawiyah Ash-Shabraniyah adalah thariqah batin shabran jamila (kesabaran sempurna, kesabaran yang indah pada waktunya) ada di diri baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW (dalam ruh) bersifat non material (Nur Muhammad SAW) seperti yang Allah SWT jelaskan dalam arahan Nya: "Dan sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang sangat baik, bagi mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta banyak mengingat Allah." (Al-Ahzab:21).

D. Ujian ma'rifat.

Ma'rifat adalah 'arif yang telah melalui jalan syariat, thariqat dan haqiqat. Ketiga jalan (subul) yang telah dijalaninya dengan ujian, rintangan, jebakan, kesulitan, kepayahan dan dinyatakan lulus pada tiga kelas mutu beragama, barulah dia disebut berma'rifatullah SWT dan berma'rifaturasulullah SAW yang disebut 'arif billah (jamak: 'arifin billah). 'Arif billah hanya terpandang Allah SWT yang Esa dalam perbuatan, terpandang Allah SWT yang Esa dalam nama, terpandang Allah SWT yang Esa dalam sifat, terpandang Allah SWT yang Esa dalam dzat, terpandang Allah SWT yang Esa dalam beribadah, terpandang Allah SWT yang Esa dalam bermu'amalah. Keesaan yang tiada mendua, Pancasila sila pertama adalah pernyataan Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya,  Esa yang menjiwai sila-sila berikutnya: Kemanusiaan yang adil dan beradab berlandaskan keesaan Tuhan, kemahatunggalan  Tuhan, kesatuan dan persatuan bersama Tuhan, diri sendiri yang hina, hancur, punah dan musnah. Hakikat yang sejati maha ada hanyalah dalam keesaan. Kemanusiaan yang berkeadilan dan kemanusiaan yang berkeadaban tidak lain dan tidak bukan adalah keesaan Tuhan Esa itu sendiri, sendiri sejak awal tiada terbaca, kecuali Dia yang memberi bacaan, sendiri sejak awal tiada tertulis, kecuali Dia yang memberi tulisan, sendiri sejak awal tiada bernama, kecuali Dia yang memberi nama, sendiri sejak awal tiada yang memberi sifat, kecuali Dia yang memberi sifat, sendiri sejak awal tiada yang memberi diri (dzat), kecuali Dia yang memberi diri (dzat). Tiada surga kecuali Dia ciptakan dan Dia tiadakan, tiada neraka kecuali Dia ciptakan dan Dia tiadakan.

Ma'rifat yang telah menjadi cahaya sempurna pengenalan adalah ma'rifat yang telah melebur, mencair pada lambung dan lumbung syari'ah, thariqah dan haqiqah. Bukan lagi terpandang pada amaliyah ta'ara atau qauliyah yang berhukum syari'at, bukan lagi pada amaliyah ta'yin atau fi'liyah berhukum syari'at, bukan lagi pada amaliyah qasad atau qalbiyah berhukum syari'ah. Akan tetapi lapisan qasad, ta'yin, ta'ara (tiga istilah thariqah yang penulis tulis), atau rukun qalbiyah, fi'liyah dan qauliyah sudah berhukum ma'rifatullah SWT. Jenjang ma'rifat dan lulus dari ujian ma'rifat adalah tidak tergoyahkan lagi, sebab ma'rifat adalah anugerah pengenalan yang telah Allah SWT campakkan ke dalam wadah hati para wali Nya (auliya Allah SWT), habibi-mahbub, artinya yang mencintai dan dicintai adalah Esa (Tauhidiyah Ahadiyah).

Tingkatan 'arif billah adalah mereka tidak memandang kecuali Esa pandangan, Esa nama, Esa sifat, Esa dzat. Keesaan (Tauhidiyah) yang Esa sejati Esa, Esa mengenal Esa, Esa mengerti Esa, Esa mengetahui Esa, Esa memahami Esa, Esa bernama Esa, Esa berbuat Esa, Esa bersifat Esa, Esa berwujud Esa, Esa berilmu Esa, Esa kuasa Esa, Esa kehendak Esa, Esa melihat Esa, Esa mendengar Esa, Esa berbicara Esa. (Diam) Ahadiyah, (Diam) Tauhidiyah, (Diam) Tauhidiyah Ahadiyah, (Diam) inilah ajaran Datuk Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. (Insya Allah) Jama'ah Tauhidiyah Ahadiyah akan sampai (wushul ilallah SWT) di dibawah asuhan Gurunda Syekh Haji Usman bin Melek Al-Muqaddas ghafarallahu lahu wal muslimin wal muslimat, wal mukminin wal mukminat.

Semoga hamba-hamba di bumi pilihan Nya adalah Waliyullah Al-Mahfudz. Artinya kekasih-kekasih Allah SWT yang dijaga Nya, dipelihara Nya dari dosa, sebelum itu, pernah Allah SWT berikan gelar yang lebih tinggi kepada para NabiNya, gelar Al-Ma'shum dan Dia anugerahkan kepada kekasihNya Nabiyullah Muhammad Rasulullah SAW Al-Ma'shum. Al-Ma'shum artinya kekasih Nya yang terbebas dari dosa dzahir dan dosa batin. Kepada kekasih Nabi Nya, Muhammad Rasulullah SAW telah Dia gelar kehormatan "Al-Ma'shum," sedang kepada yang menjadi ummat dari kekasih Nya, Allah SWT beri gelar kehormatan "Al-Mahfudz." Al-Mahfudz itulah Waliyullah Al-Mahfudz, 'Arif billah Al-Mahfudz sebuah derajat marwah karamah satu tingkat di bawah derajat marwah karamah kenabian dan kerasulan, insya Allah.

Setelah memahami ujian syariat dan tarikat bisa diringkas menjadi ujian syariat, sedang ujian hakikat dan ma'rifat diringkas menjadi ujian hakikat. Terhadap kedua mata uji tersebut wajib dihadapi dengan kesabaran yang tulus (sabran jamil). Sabran pada ujian syariat dan sabran pada ujian hakikat. Untuk memperjelas keduanya, akan diurai secara sederhana:

1. Sabran pada ujian syariat.

Sabran sebagai isim mashdar artinya keadaan  yang selalu sabar disetiap tempat (makan) dan disetiap waktu (zaman). Sabran kedudukan tertinggi pada maqam sabar, sabran jamila inilah yang diminta oleh Nabiyullah Waliyullah Khaidir (Balya ibnu Mulkan) kepada Nabi Musa kalamullah. Ujian syariat berbentuk melawan hawa napsu makan minum di waktu siang, lalu Allah SWT wajibkan syariat puasa. Ujian syariat berbentuk melawan napsu berhubungan dengan lawan jenis, lalu Allah SWT wajibkan syariat nikah. Ujian syariat berbentuk melawan tidur, lalu Allah SWT wajibkan syariat shalat subuh. Ujian syariat melawan cinta kepada harta, lalu Allah SWT wajibkan zakat. Ujian syariat melawan egoisme, lalu Allah SWT wajibkan haji. Untuk menunaikan semua tuntutan syariat harus dengan kesabaran yang selalu dipupuk sehingga membuahkan hasil taat yang tulus. Sabar itu sendiri sudah merupakan jalan taat, apalagi buah dari kesabaran yaitu sampai kepada Allah SWT (al-wushul ilallah SWT), karenanya selalu bersama Allah SWT (ma'iyyatullah SWT).

2. Sabran pada ujian hakikat.

Sabran pada ujian hakikat lebih berat daripada sabran pada ujian syariat. Sebab ujian hakikat bersifat halus tersembunyi dibalik taat, dibalik nikmat. Artinya dosa yang bersetubuh di dalam hakikat pahala tipuan. Dikira khatir rabbani (lintasan ketuhanan), setelah diselidiki dengan arahan Mursyid billah ternyata khatir syaithani (lintasan kejahatan) yang bersumber dari ketaatan Iblis.

Halus, licin, lembut dan memukau, contohnya manusia yang meminta balasan ucapan terimakasih atas kebaikan dan jasa baik yang telah dibuat. Bukankah amal shalihat hanya untuk Allah SWT bukan untuk manusia. Atau telah merasa berbuat baik dengan cara   beramal, padahal amal baik tidak berarti apa-apa di mata Allah SWT saat ditimbang dengan karunia Nya. Tidak santun mengundang rahmat Allah SWT dengan cara merasa telah beriman dan beramal shaleh. Merasa telah beriman dan beramal shaleh adalah ujian hakikat. Arti ujian hakikat adalah marah kalau dihinakan, sebab merasa diri telah mulia, marah kalau dinasehati, sebab merasa diri telah sempurna, marah kalau direndahkan, sebab merasa diri telah tinggi, marah kalau dipinggirkan, sebab merasa diri telah terkemuka, marah kalau dicaci, sebab merasa diri telah suci, marah kalau diri tidak diutamakan, sebab merasa diri telah terkenal. Ujian hakikat ini mengenai orang-orang yang terkenal, terkemuka,  terdepan karena kekayaan, keilmuan, kecantikan, kepangkatan, kekuatan, kekuasaan.  Enam aspek kesombongan inilah yang membuat manusia lalai dari hakikat diri yang faqir, miskin, lalai, lupa, rendah, hina, lemah. Hakikat seluruh sifat-sifat buruk adalah pakaian atau busana insan yang 'adam (tiada), 'ajuz (lemah), maut (mati), jahil (bodoh), karahah (terpaksa, tiada bisa berkehendak), shummun (tuli), 'umyun (buta), bukmun (bisu).

Disinilah pentingnya nasehat gurunda mulia Syekh Haji Usman bin Melek bin Beddu Al-Muqaddas bahwa ibadah taat jangan disinggahkan di tubuh, nanti tubuh akan mengaku taat, jangan disinggahkan ke hati, nanti hati merasa berjasa, jangan disinggahkan di ilmu pengetahuan atau akal, nanti akal merasa pintar, jangan disinggahkan di napsu, nanti napsu minta disanjung. Adab ikhlas merupakan adab yang paling tinggi saat diri telah tiada, kecuali Allah SWT saja yang itsbat (tegak, lurus, nyata, kokoh, kuat, hidup kekal abadi), itsbat pada seluruh perbuatanNya, tiada lagi (nafi) perbuatan makhluk. Itsbat pada seluruh namaNya, tiada lagi (nafi) nama-nama makhluk. Itsbat pada seluruh sifatNya, tiada lagi (nafi) sifat-sifat makhluk. Itsbat pada diriNya (dzatNya), tiada lagi (nafi) diri-diri makhluk, tiada lagi dzat-dzat makhluk. Inilah kemenangan yang besar dan agung didalam mentauhidkan Allah SWT. Assalamu'alaika ya Rasulallah, Alhamdulillah. Wallahu a'lam bish-shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN