TAUHIDIYAH AHADIYAH 12

 


TAUHIDIYAH AHADIYAH 12
QIDAM

Ma'ruf Zahran

Qidam menjadi sifat Allah SWT yang tidak bisa diserupakan dengan apapun, Dia yang maha terdahulu bagian yang terhimpun dalam sifat salbiyah Nya Allah SWT. Salbiyah tidak ada satu pun yang sama dengan Nya, berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Asy-Syura ayat 11: "Laisa kamitslihi syai-un wahuwassami'ul bashir" (Tidak ada satupun yang serupa dengan Nya, dan Dia maha mendengar lagi maha melihat).

Makna sifat qidam dapat pula diartikan Dia yang terdahulu dan Dia tidak boleh didahului. Sebab hakikatnya tidak ada yang dapat mendahului Nya berabad-abad lamanya dalam perhitungan tahun cahaya, bukan dalam perhitungan tahun masehi atau perhitungan tahun hijri. Perhitungan tahun miladiyah berdasarkan pada peredaran matahari,  sedangkan perhitungan tahun hijriyah berdasarkan pada peredaran bulan. Perhitungan tahun cahaya berdasarkan pada peredaran bintang (wallahu a'lam). Malah, lebih cepat daripada perhitungan tahun cahaya yang berbasis bintang. Sehingga sifat Nya tidak bisa diukur berdasarkan apapun. Adalah sifat qidamNya tak terhingga tanpa batas. Walaupun 1 hari akhirat bisa diartikan dengan jarak tempuh 50.000 tahun (khamsina alfa sanah) atau menurut ilmuan bahwa perjalanan antar bintang lokal dalam satu grup galaksi menempuh masa empat tahun cahaya yang menempuh jarak 4,9 triliyun kilo meter.

Makna sifat qidam Allah SWT jika diuraikan dalam bentuk pembagian adalah karakter sifat qidam dalam perbuatan Allah SWT di masa alam qadimNya telah: 

1. Dia tetapkan untuk seluruh perbuatan yang baharu (huduts). Lalu, secara hakikat tidak boleh yang huduts mengomentari yang huduts sebab sama-sama jahil. Sungguh sangat tidak boleh dan sangat durhaka jika huduts mengomentari qidam Allah SWT sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Nya.

2. Dia tetapkan untuk seluruh nama yang baharu (huduts). Lalu, secara hakikat tidak boleh yang huduts mengomentari yang huduts sebab nama-nama yang selain Allah adalah jahil. Sungguh sangat tidak boleh atau sangat durhaka jika tidak percaya kepada nama yang telah Dia tetapkan di alam qadimNya, baik berupa nama taat maupun berupa nama maksiyat.

3. Dia yang terdahulu (qidam) telah menetapkan seluruh sifat yang baharu (huduts). Lalu, secara hakikat tidak boleh yang huduts mengomentari sifat-sifat huduts, sebab selain sifat Allah SWT yang qadim adalah sifat huduts yang jahil, kemudian bisakah makhluk huduts yang jahil bertanya kepada makhluk huduts yang jahil, bisakah makhluk huduts menjawab pertanyaan dan menuliskan jawaban. Hakikat dari sifat huduts yang selamanya tidak dapat mengetahui sifat yang qidam dan selamanya tidak bisa menembus alam qadimNya. Alam huduts adalah alam hadats, mempercayai alam huduts (baharu) sama dengan mempercayai hadats (kotoran). Hadats (kotoran) jasmani adalah najis, sementara hadats (kotoran) rohani adalah syirik. Kotoran jasmani wajib dibersihkan dengan thaharah dan kotoran rohani wajib dibersihkan dengan taubah. Berdasarkan firman Tuhan yang maha mulia dalam surah Al-Baqarah ayat 222: " ... Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat (tawwabin) dan mencintai orang-orang yang menyucikan diri (mutathahhirin)."

4. Dia yang bersifat terdahulu (qidam) berdiri sendiri dalam diri qadimNya, maka Dia yang berkalam qadimNya, beramal qadimNya, bernama qadimNya, bersifat qadimNya, berdzat qadimNya. Sungguh naif bila yang huduts mengomentari Al-Quddus (maha suci) yang juga sama dengan mengomentari hakikat qadimNya Allah di dalam sifat qidamNya yang menjelma dalam perbuatan Allah SWT. Sebab, perbuatan yang tampak (syahadah) adalah duplikat sifat qidamNya berdasarkan kaedah: 4.1. Atsru min atsaril af'alullah SWT Al-Qadir Al-Muqtadir (bekas dari bekas perbuatan Allah SWT yang maha kuasa dan maha menguasakan).

Sedang dalam kaedah asmaullah SWT alhusna mewujud namaNya di alam qadimNya lalu memancar secara bertingkat-tingkat sehingga sampai ke alam huduts (baharu). Nama yang muncul karena dimunculkan di alam baharu bersifat jasmaniyah adalah reflika dari alam qadimNya, tiada berhurup, tidak bisa dibaca, tidak bisa ditulis dan dihitung, tetapi dengan anugerah rahmat dari Allah SWT Jalla Jalaluhu Al-Ahad, Al-Hamid, Al-Majid, Al-Qawi, Al-Matin, Al-Muntaqim ternama lah manusia untuk bisa dikenali, untuk bisa diketahui, untuk bisa dibaca, ditulis dan dihitung. Hakikat yang dibaca dan dihitung adalah semata-mata dari namaNya terdahulu, lalu yang tampak dibaca, ditulis dan dihitung adalah tempias, percikan dari namaNya belaka. Nama yang huduts jangan sampai menghijab nama yang qudus, qidam di alam qadimNya. Sebab, segala nama yang terbaca adalah gambaran dari gambar besarNya, Al-Khaliq, Al-Bari, Al-Musawwir dalam hukum yang berkaedah: 4.2. Atsru min atsaril asmaullah SWT al-husna (bekas dari bekas nama Allah SWT yang maha indah).

Demikian pula sifat manusia merupakan pancaran sifat Allah SWT Jalla Jalaluhu Al-Ahad, Al-Hamid yang terpancar cahaya (naurah) secara berjenjang kepada Muhammad SAW lalu kepada alam yang huduts. Sifat jalan turun secara penjenjangan (tanazzuliyyat) dari Allah, Muhammad, Adam dan sifat jalan naik secara penjenjangan (tarqiyyat) jalan mendaki dari Adam, Muhammad, Allah. Mengenali (ma'rifat) jalan datang adalah bentuk jalan orang-orang yang telah meraih kejayaan (farrah) dan mengenali (ma'rifat) jalan pulang adalah orang-orang yang memperoleh kesempurnaan (tammah).

Sifat manusia adalah ketentuan sifat qidam Allah SWT Jalla Jalaluhu Al-Ahad di alam qadimNya. Perbuatan yang tampak hanya menyatakan kebenaran perbuatan qadimNya Allah SWT Jalla Jalaluhu Al-Ahad. Hakikat  nama makhluk yang tampak diucap, didengar adalah bersifat baharu (huduts) dan bersifat tiada ('adam). Hakikat nama yang wujud adalah Allah SWT Jalla Jalaluhu Al-Ahad. Sifat makhluk pun tiada ('adam) dan baharu (huduts). Melainkan dengan rahmat Nya alam ini tegak, berdasarkan surah Yasin (36) ayat 44: "Kecuali rahmat yang besar dari Kami, dan untuk menikmati hidup (di dunia) sampai batas waktu yang Kami tentukan (ajal)."

Mengerti dan memahami sifat huduts makhluk, jangan bergantung kepada huduts makhluk, sebab hakikatnya tiada ('adam). 'Adam (tiada) merupakan sifat mutlak makhluk. Makhluk yang tiada daya mendengar, makhluk yang tiada daya melihat, kecuali Allah SWT titipkan dan anugerahkan sedikit dari sifatNya yang maha mendengar dan Dia titipkan - pinjamkan dari sedikit sifatNya yang maha melihat. Sungguh apa yang dilihat dan melihat adalah pinjaman dariNya atau dampak dari sifatNya yang qidam, salam dan quddus, tersimpul dalam hukum keesaan Tuhan berkaedah: 4.3. Atsru min atsarish-shifatullah SWT al-'ulya (bekas dari bekas-bekas sifat Allah SWT yang maha tinggi). (Wallahu a'lam).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN