JALAN LURUS


 JALAN LURUS

Oleh

Ma'ruf Zahran

Ada anggapan membelokkan jalan tipuan syariat ke dalam kelompok yang mengatakan kelompok benar dan kelompok salah. Kelompok bila berderivikasi benar pasti sedikit-banyak, atau kurang-lebih mengandung salah. Salah dapat diartikan bengkok atau tidak lurus. Bersedikit-berbanyak, berkurang-berlebih dalam beragama adalah sesuatu yang dapat menyimpang, simpangan kanan atau simpangan kiri. Jalan lurus (shirathal mustaqim) berarti tidak ke simpang timur, barat, selatan, utara. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Khairul umuri ausathuha," Artinya: Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan." Jalan tengah merupakan gambaran garis tengah (the middle part) adalah Islam, Islam bukan Yahudi dan Islam bukan Nasrani, melainkan hanifah, samhah. Hanifah artinya condong kepada kebenaran, kebenaran selalu memposisikan dirinya sebagai neraca yang setimbang, seimbang dan adil (justice) dalam setiap keadaan. Posisi stabil merupakan rupa gambaran wujud para nabi (anbiya') dan para wali (auliya'). Roda bisa berputar saat roda penggerak tengahnya berfungsi baik yang dapat menarik gerbong kereta listrik, menarik mobil dan motor. Hanya bergantung kepada Allah SWT saja, segala urusan bukan urusan makhluk, Ash-Shaffat ayat 96: "Dan Allah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu kerjakan."

Jalan lurus maksudnya tidak pernah bengkok keesaanNya, tetapi Esa (Al-Ahad). The one person (Al-Ahad, Al-Wahid). Bukan dua personal (mutsanna), bukan juga majemuk (jamak). Seperti firman Tuhan yang maha suci: "Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Quran kepada hamba-Nya (Muhammad) dan engkau selamanya tidak akan pernah menemukan didalam Al-Quran sebuah kebengkokan." (Al-Kahfi:1). Lurus beribadah kepada Allah SWT jangan pernah ada keraguan sedikitpun. Dalam beribadah jangan ada yang selain Allah. Allah saja yang ada, Allah yang maha meliputi, Allah yang maha memenuhi, di dalam shalat atau di luar shalat. Hakikat jalan lurus bukan berarti kurang yang selalu diartikan buruk atau sedikit yang diartikan lemah. Hakikatnya bukan banyak yang berkonotasi baik dan kuat, melainkan lurus atau tidak. Artinya penting meluruskan tauhid keesaan sebagai pondasi atau landasan tempat amal berpijak. Jika tempat berpijak amal adalah pijakan yang salah, maka salah pula amal, banyak atau sedikit.

Pijakan amal ibadah adalah tauhid keesaan (tauhidiyah ahadiyah) yang mengarus- utamakan istbatullah (keteguhan Allah) dan menafikan makhluk. Tidak ada makhluk yang teguh, tidak ada makhluk yang kuat, tidak ada makhluk yang hayat, tidak ada makhluk yang tegak. Sungguh yang teguh, kuat, hayat, tegak hanya Allah SWT sendiri yang Al-Ahad (the one). Dia yang maha mengetahui (Al-'Alim) alam ghaib dan alam nyata ('alimul ghaibi wasy- syahadah).

Jalan lurus juga dimaksudkan fitrah manusia yang menyelaraskan, menyesuaikan empat pasukan kerja dalam jiwa. Maksud empat pasukan yang terus-menerus bekerja dan bergerak adalah napsu, akal, iman dan hati. Menyelaraskan keempat pasukan jiwa inilah yang disebut fitrah, apabila timpang salah-satunya akan mendatangkan fitnah. Iman tanpa napsu bukan insan kamil fitrah namanya, tapi malaikat. Napsu tanpa iman sama dengan raga tanpa rasa adalah syaitan. Manusia fitrah ciptaan Tuhan adalah sesempurna makhluk sebab ada titipan potensi napsu sebagai energi yang menghasilkan gerak, ada titipan potensi akal sebagai energi yang menghasilkan pikir, ada titipan potensi iman sebagai energi yang menghasilkan ketenangan, dan potensi hati sebagai yang berfungi menimbang (qulub yang artinya berbolak- balik). Mensyukuri keempat pemberian Tuhan yang berupa gerakan dan sesungguhnya gerakan tersebut hanya dari Allah SWT semata-mata yang justru Dia sebagai pusat gerakan. Harus tersampaikan pada jalan lurus bahwa sebagaimana titik awal datang dan dititik itulah akhir pulang. Untuk bisa kembali kesemula titik awal, syaratnya jangan pernah mengakui amal, supaya mudah saat kembali (wa-annahum ilaihi raji'un), dan sungguh hanya kepada Tuhannya mereka adalah orang-orang yang (berhasil) kembali. Untuk berhasil menjadi orang-orang yang kembali (raji'un) jangan sempat terakui amal seperti syahadatku, shalatku, puasaku, zakatku, shadaqahku, hajiku, umrahku, manusia demikian belum sampai kepada perlindungan dari Tuhan manusia (qul-'adzu birabbin-nas), raja manusia (malikin-nas), sesembahan manusia (ilahin-nas). Menyeru kepada tiga pangkat nama ketuhanan, rabbin-nas, malikin-nas, ilahin- nas untuk meminta kepada satu permohonan. Berlindung (kepada Allah) dari kejahatan bisikan syaitan khannas yang membisikkan (was-was) ke dalam dada manusia, dari bangsa jin dan manusia.

Datang dan pulang adalah sama, sebab esa esensiNya. DariNya datang dan kepadaNya pulang. Nya disini adalah Allah dan Rasul. Allah dan Rasul tidak terpisah, siapa yang memisahkan Allah dan Rasul bukan lagi jalan lurus, tetapi jalan yang putus. Memisahkan kekasih dengan kekasih, memisahkan sayang dengan kesayanganNya.

Jalan lurus (shirathal mustaqim) adalah esa pangkalan tempat berangkat dan esa pula pelabuhan tempat bersandar. Bukan jauh-jauh mencari ke Mesir, Bagdad, Mekah, Madinah, Palestina. Al-Quran di dalam diri yang tenang, ketenangan menjadi pusat ilmu. Al-Hadits di dalam diri yang tenang, ketenangan menjadi pusat ilmu. Ketergesa-gesaan merupakan jalan dari syaitan (al-'ajalatu minasy-syaitan). Suara panggilan yang memanggil bersumber dari dalam diri yang esa, dan suara panggilan yang dipanggil bersumber dari dalam diri yang esa pula. Dia yang berkuasa bertanya dan Dia pula yang berkuasa menjawab. Dia mengetahui yang rahasia dan Dia pula yang diketahui. SatuNya perkataan, satuNya perbuatan, satuNya perhatian adalah saat sudah tidak lagi mendua dalam beramal, tidak mendua dalam ibadah, tidak mendua dalam kajian. Jalan lurus adalah jalan wahdaniyat (keesaan) dalam ilmu, hayat, qudrat, iradat, sama', bashar, kalam. Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (guru sekumpul) Martapura mewasiatkan jangan singgahkan amal ibadah ke dalam hati, nanti hati mengaku telah beramal ibadah. Jangan tempatkan ilmu di otak pikiran, nanti terakui diri 'adam yang berpikir. Jangan tempatkan nadi kehidupan di napas, nanti terakui napas yang hidup, terakui napas yang hidup adalah kehidupan napsu (unsur hawa anasir angin). Jangan terverifikasi diri yang kuasa, nanti darah yang merasa menjadi tuhan kuasa, tuhan kuasa gerak. Kecuali selalu meyakini datang dan pulang amal dari dan kepada Allah SWT. Diri yang hakikatnya tidak tahu (jahlu), mustahil bisa tahu ('alim), illa billah, kecuali dengan Allah. Artinya si insan jahlu bisa tahu karena bi 'ilmillah, dengan ilmu Allah. Ternyata dengan ilmu seseorang manusia yang lemah (al-insanu dha'ifa) bisa mengerti, bisa mengetahui bi'ilmillah, dengan firman: "Dia (Allah) selalu mengajarkan kepada manusia ('allamal-insana) apa-apa yang tidak diketahuinya." (Al- Alaq:5). Guna untuk selalu tahu, selalu paham, selalulah bersama dengan Allah (ma'iyyatullah). Ilmullah adalah pengetahuan Allah SWT yang perbendaharaan ilmuNya tidak pernah habis. Barang siapa berpegang kuat kepada tali ilmu Allah SWT, sungguh Dia tidak pernah lupa dan tidak pernah mengantuk apalagi tidur, si insanu jahlu terikut ke dalam ilmullah SWT. Berdasarkan firman: "Allah menjadi penolong (wali) orang-orang yang beriman ... " (Al-Baqarah:257).

Ajaran Islam jalan lurus bahwa kehidupan milik Allah SWT semata. Harus tersampaikan pada jalan lurus shirathal mustaqim yang mengharuskan ma'rifatullah secara utuh esa dan menyeluruh esa. Bukan ilmu pengetahuan yang terhenti pada bayang-bayang hijab. Adapun shirathal mustaqim dalam bidang ilmullah adalah Dia (Allah) yang berhak memberikan ilmu dzahir dan ilmu batin terhadap siapa yang Dia kehendaki tanpa suatu sebab dan akibat. Pemberian dari Tuhan yang diyakini secara langsung (fadhlan minallah wa rahmah wa ni'mah) dalam rangka supaya tidak ada yang merasa berjasa (idlal) dalam anugerahNya. Shirathal mustaqim pada bidang hayat adalah setiap saat menyaksikan (musyahadah) hayatullah SWT. Hayat Allah SWT dalam pengaturan dariNya terhadap hayat sehingga alam semesta termasuk manusia bernapas, bergerak, berketurunan, tumbuh-kembang, meninggi dan meluas sampai batas waktu yang Aku (Allah) tentukan (ila ajalin musamma). Pergerakan (mobilisasi) sebagai ciri makhluk hidup merupakan bukti wujud nyata bahwa Dia (Allah) Al- Hayyu maha hidup, Al-Qayyum maha berdiri sendiri. Oleh sebab itu, orang-orang yang mengamalkan, merasakan, menghayati kehadiran yang selalu maha hadir Al-Hayyu dan Al- Qayyum bernilai hidup mulia, wafat mulia dan dibangunkan pada hari Qiyamat dalam keadaan karamah (kemuliaan) berkat kemuliaan kekasihNya, bihabibi Muhammad SAW, berkat cahaya kekasihNya, binnuri Muhammad SAW, berkat kebenaran kekasihNya, bihaqqi Muhammad SAW, berkat pangkat kekasihNya, bijahi Muhammad SAW, berkat petunjuk kekasihNya, bihadi Muhammad SAW, berkat kemuliaan kekasihNya, bihurmati Muhammad SAW.

Shirathal mustaqim dalam sifatNya, sifatMu, sifatKu pada seluruh derivatif kata ganti (isim dhamir) persona ketiga (Dia-Nya), persona kedua (Kamu-Mu) dan persona pertama (Aku-Ku) adalah bahwa sungguh hanya milikNya. Milik siapa kerajaan pada setiap hari, kerajaan kepunyaan Allah Al-Wahid Al-Qahhar. Melainkan orang-orang yang ingkar selalu berpaling setiap kali diperingatkan dengan ayat-ayat Kami. Mereka memperolok-olok utusan Kami (para nabi dan para wali) serta menjadikan mereka bahan gurauan. Itulah mereka yang kafir (ingkar) terhadap ayat-ayat dan ingkar terhadap perjumpaan dengan Tuhannya. Dan pasti dihapus pahala amalan mereka, maka Kami (Allah) tidak akan menegakkan timbangan untuk mereka, tempat kembali mereka adalah neraka Jahannam. Jahannam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang yang ingkar. Demikianlah gambaran wali syaitan atau wali thaghut (berhala dan pemberhalaan makhluk). "... Dan adapun orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya." (Al-Baqarah:257).

Tauhid keesaan menyatakan satu, satu yang tidak bisa disebut. Apa yang bisa disebut sebagai angka satu adalah sebuah istilah perbuatan-perkataan, penamaan dan penyifatan serta kedirian yang terdapat dalam katalog lengkap perpustakaan, referensi, maraji' wa mashadir Nabi Muhammad SAW. Apa yang dapat disebut baik adalah nama, kebaikan adalah sifat dan berbuat baik adalah perbuatan. Af'al, asma' dan shifat adalah Rasulullah SAW. Sebab Allah SWT jalla wa akram tidak pernah bisa didefinisikan dalam forum ilmiah apapun di dunia dan di akhirat. Rasa hormat sebuah do'a atau permintaan hamba ditutup dengan "subhanarabbika rabbil 'izzati 'amma yashifun," (segala puji Tuhanmu, Tuhan yang maha tinggi dari apa-apa yang mereka sifatkan). Penyifatan kepada Allah SWT artinya telah mengurung Dia dalam kawasan pagar pemikiran manusia yang lemah. Membatasi nama Allah SWT Al-'Adzim, maha agung dengan batasan pengertian manusia yang dangkal dan terbatas merupakan pendurhakaan pada namaNya Al-'Adzim. Nama Al-'Adzim jangan dibatasi dengan pengertian maha agung dalam alam pikiran manusia.

Sabbaha, yusabbihu, tasbih untuk Allah SWT adalah memaha-sucikan Allah SWT dari lintasan rekayasa pengertian tentang Dia (Allah), Aku (Allah), Engkau (Allah). Sabbaha juga berarti menjauhkan Allah SWT dari sifat-sifat yang sama dengan manusia dalam ilmu tauhid disebut mujassimah. Mujassimah bahwa Allah SWT memiliki tangan seperti tangan manusia, memiliki kaki seperti kaki manusia. Menyamakan atau bisa mempersepsikan kebesaran Tuhan, mempersepsikan keesaan Tuhan. Kemungkinan dari persepsi manusia tentang Tuhan, muncul lagi persepsi-persepsi yang banyak tentang Tuhan. Tuhan tidak dapat dipersepsi, melainkan diimani. Diimani dalam arti jangan memikirkan Dzat Allah SWT, jangan memikirkan pencipta (khaliq). Sebab pencipta bukan masuk pada wilayah pemikiran makhluk yang lemah. Melainkan pikirkanlah ciptaanNya, memikirkan ciptaan disini adalah memikirkan manusia yang paling mulia untuk dicontoh, memikirkan manusia yang paling penting untuk dikaji, Muhammad Rasulullah SAW secara dzahir dan batin. Artinya ada wilayah yang dilarang untuk dipikir yaitu Allah SWT dan ada wilayah yang diperintah untuk dipikir yaitu Rasulullah SAW. Siapa yang memisahkan keduanya sama dengan menceraikan agama setelah agama ini utuh (fatafarraqu dinahum).

Argumentasi (dalil) dan bukti (bayyinat) adanya Allah SWT dapat dibuktikan dengan fakta kehadiran utusanNya (Muhammad Rasulullah SAW). Bukti teragung (ayatul 'udzma), bukti terbesar (ayatul kubra) adalah diutusnya Nabi Muhammad Rasulullah SAW secara dzahir dan batin, setelah Nur Muhammad tercipta lebih dahulu dari pada Nabi Adam As. Bahkan, ruh alam semesta berasal dari Nur Muhammad Rasulullah SAW tiupan pertama dari Rab. Sungguh naskah isi Al-Quran adalah Dia (Allah) memperkenalkan kekasihNya untuk dikenali, disayangi, dicintai selalu, sampai kecintaan ummat kepada kekasihNya sama dengan kecintaan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, sang kekasih, inilah derajat para wali. Sebagaimana firman Tuhan dalam surah Ali Imran ayat 31: "Katakan (Muhammad) jika engkau ingin dicintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad). Niscaya Allah akan mencintaimu, dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah maha pengampun maha penyayang."

Utusan yang membawa berita (naba') disebut nabi. Nabi Muhammad SAW dengan Nur Muhammad menjadi tumpahan kasih sayang Allah SWT yang bersinar terang terdampak pada alam semesta ini. Mendzahirkan alam yang batin (meta) ternyata, tertampak dalam ucapan beserta gerakan setiap detik pada alam besar (makro) dan alam kecil (mikro) adalah pada diri Muhammad Rasulullah SAW.. Sunnah Allah SWT kalau bisa diibaratkan seperti garis-garis besar haluan beragama, sedangkan sunnah Rasulullah SAW bisa diibaratkan seperti garis-garis rinci haluan beragama. Rasulullah SAW menjadi juru bicara Allah SWT kepada alam semesta, dan Rasulullah SAW pula menjadi juru bicara alam semesta kepada Allah SWT. Fungsi utusan pembawa risalah (rasul) yang membacakan, mengajarkan ayat-ayat Al-Quran dan hikmah (sunnah) serta menyucikan jiwa ummat.

Bersama dengan sang utusan Rasulullah SAW menemui Allah SWT, sebab hanya inilah satu-satunya washilah menuju Allah SWT. Berdasarkan firman Tuhan: "Katakan (Muhammad), wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah untuk kamu semua. (Tuhan) yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan selain Dia. (Tuhan) yang menghidupkan dan kematian, maka berimanlah kepada Allah dan RasulNya, (RasulNya) adalah nabi yang ummi, (nabi yang ummi) beriman kepada Allah dan kepada kalimat- kalimatNya. Ikutilah dia (Muhammad), agar kamu mendapat petunjuk." (Al-A'raf:158).

Dengan Rasulullah (birasulillah) hajat-hajat kepada Allah SWT semua terkabul. Birasulillah mata yang buta ('umyun) bisa memandang (bashar). Birasulillah telinga yang tuli (summun) bisa mendengar (sama'). Birasulillah lisan yang bisu (bukmun) bisa berbicara (kalam). Sewaktu sama', bashar dan kalam adalah Rasulullah SAW yang ada di dalam diri telah dimampukan Tuhan dengan nur Muhammad (binnuri Muhammad) sebagai hakikat dua kalimah syahadat yang hakikatNya adalah esa syahadat. Adam (jasad) hancur (fana) ke dalam Muhammad, Muhammad hancur (fana) ke dalam Aku Allah (Anallah), Engkau Allah (Antallah), Dia Allah (Huwallah). HakikatNya esa, esa hakikatNya.

Ketiga persona tersebut milik Allah dan yang ada hanya Allah saja (la maujud illallah). Tetapi segala yang wujud dan dapat dipikirkan bukan Allah SWT, sebab Allah tidak berkedudukan dipikiran, Allah bukan objek yang dapat dijangkau pikiran. Melainkan disuruh mencariNya, setelah dicari maka tidak bisa dijelaskan. Mencari Dia (Allah SWT) harus dengan cara-cara Rasulullah SAW (bisunnati rasulillah SAW). Telah dijelaskan secara panjang lebar di dalam sirah nabawi tentang cara Nabi Muhammad SAW mencari Tuhan. Berawal dari kegelisahan beliau memandang kebiasaan jahili Arab Mekkah. Sampai Rasulullah SAW menerima wahyu dan menyucikan jiwa mereka dengan Nur Muhammad SAW. Dahulunya mereka telah berada dalam kegelapan dan kesesatan yang nyata. Surah Al-Jumuah ayat 2 telah menjelaskan: "Dia (Allah) yang telah membangkitkan (mengutus) dari golonganmu sendiri (manusia) seorang rasul, membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan jiwa mereka (dari syirik), mengajarkan kitab Al-Quran dan hikmah (sunnah). Dan dahulu adalah mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata (syirik)."

Islam agama yang selamat telah membuka jalan lurus sehingga dapat menyampaikan kepada Tuhan bahwa jalan datang (tanazzuliyah) dan jalan pulang (tarqiyyah) adalah sama (the middle part). Sebagai ayat yang berada pada pertengahan surah Al-Baqarah sudah berbicara tentang posisi agama Islam sebagai ajaran keseimbangan (wasathiyah). Wasathiyah semakna dengan karamiyah (kemuliaan) dan jawadiyah (kemurahan-pemurah) yang senyawa dengan kata Al-Judi wal Karami (Allah SWT). Allah SWT berfirman: "Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam) ummat pertengahan. Agar kamu menjadi saksi atas manusia, dan rasul menjadi saksi atas dirimu ... " (Al-Baqarah:143). Maksudnya agama Islam merupakan agama fitrah yang selaras dengan keempat potensi rohani seperti napsu, akal, iman dan hati. Ujian potensi dan aktualisasi yang berpasangan seperti kaya-miskin, 'alim-jahil, tinggi-rendah, jauh-dekat, mahal-murah, banyak-sedikit, benar-salah merupakan nama dan sifat dunia adalah negeri perantauan dan benua untuk berkelana sekejap saja. Sekejap saja tetapi penuh dengan ujian, akan tetapi harus selalu diingat shirathal mustaqim (jalan lurus). Ingatlah jalan pulang seperti saat engkau melintasi jalan datang. Rambu-rambunya, peta, skema, alamat dan tanda-tandanya. Tanda-tanda kenabian pada Rasulullah SAW sangat terletak pada akhlak atau budi pekerti yang tinggi. Sangat kentara pada contoh tauladan kebaikan (uswah-hasanah).

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN