TAFAKKUR MALAM - 'AINIYAH
TAFAKKUR
MALAM
'AINIYAH
Oleh
Ma’ruf
Zahran
'Ain secara bahasa adalah mata, mata yang dipahami pemahaman secara
dzahir, dzahir subjek yang memandang dan dzahir objek yang dipandang. Logika
yang dibangun kemudian yang ditegakkan oleh 'ain adalah logika yang
bertitik-tumpu pada logika materi. Kaum yang berpandangan 'ainiyah adalah kaum
materialisme dan eksistensialisme yang selalu menuntut pembuktian secara nyata.
Secara nyata disini artinya sebuah kebenaran logika yang bisa dilihat mata, dan
bisa didengar telinga.
Pandangan jalan kanan membawa ke surga, pandangan jalan kiri
membawa ke neraka, pandangan jalan tengah membawa kepada Allah. Ketiga
pandangan ini saling bertolak-belakang karena perbedaan fokus pandang
(paradigma) dan perbedaan pemahaman pada wilayah masing-masing. Baik perbedaan
pada sumber pandangan, perbedaan pada subjek yang memandang dan objek yang
dipandang, maupun dampak dari hasil pandangan. Bila pandangan jalan kiri yang
dominan artinya seseorang melakukan pandangan dengan lensa 'ainiyah. 'Ainiyah
artinya memandang kepada yang dzahir adalah dzahir, pandangan materi adalah
materi subjek yang memandang dan materi objek yang dipandang. Wilayah pandangan
ini hanya dunia melulu sebagai contoh pandangan orang-orang yang ingkar kepada
Allah SWT dan ingkar Rasulullah SAW. Dominasi jasad (jasmani) sangat kuat
sehingga mereka sama seperti hewan ternak (kal an'am), bahkan mereka lebih
sesat (bal hum adhal), mereka itulah orang-orang yang lalai. Secara jasmani
mereka sempurna, artinya mata mereka sehat (jasmani), tetapi mata mereka tidak
'afiyat (rohani).
Mata yang sehat adalah berfungsinya seluruh organ-organ mata. Adapun mata yang 'afiyat adalah mata yang membuat ketiga fungsi pandangan secara utuh-menyeluruh, secara sepadan dan serasi yaitu pandangan sehat mata agama, dunia dan akhirat ('afiyata fid-din, wad-dun-ya wal akhirah) walana fiha shalah, walahayata, walamauta, walanusyura (dan kami benar-benar di dalam 'afiyat kedamaian, benar-benar 'afiyat dalam kehidupan, benar-benar 'afiyat dalam kematian, benar-benar 'afiyat dalam kebangkitan dari alam barzakh menuju padang mahsyar).
Pandangan dengan alat 'ain atau mata dzahir adalah lebih banyak
menipu dengan cara menutup dan bahkan menghapus dua pandangan penting. Dua
pandangan penting yang hilang itu adalah pandangan 'afiyah fid-din, ' dan
pandangan 'afiyah fil 'akhirah. Apabila terkumpul ketiga pandangan 'afiyah ini
dapat disebut pandangan yang sempurna ditingkat syamilah. 'Ainiyah sederajat
tingkat kedudukannya dengan 'udzuniyah dan lisaniyah. Ketiga arti kata tersebut
selalu merujuk kepada kebendaan (materi) yaitu 'ain artinya mata, udzun artinya
telinga, dan lisan artinya lidah.
Penghuni surga adalah orang yang tidak menggunakan 'ainiyah tetapi
bashirah. Pandangan bashirah adalah pandangan batin yang bertumpu pada hati
(qalbu). Surga dan neraka tidak mampu diimani dengan 'ain, sebab 'ain tidak
bisa menyaksikan keduanya (tidak bisa syahadat dan tidak bisa musyahadat).
Begitu juga malaikat, hari akhirat dan taqdir tidak mampu dilihat dengan 'ain,
tidak bisa di dengar dengan udzun, dan tidak bisa diperbincangkan dengan lisan.
Meminjam mata, telinga dan lidah hanya alat atau media alam kenyataan untuk
melihat dan bukti melihat, untuk mendengar dan bukti mendengar, untuk berbicara
dan bukti bicara. Ketiga alat bantu dengar (hearing), lihat (looking), bicara
(talking) sangat biologis.
Wilayah hukum, ranah syari'ah berbicara tentang yang dzahir, nyata.
Bisa diselidiki, bisa ditanya, bisa dibuktikan dan bisa diargumentasikan. Mulut
dikunci, mata ditutup dan telinga disumbat saat mereka mendengar ayat Allah SWT
adalah metafora Al-Quran tentang perbuatan
orang-orang yang ingkar.
Hidayah yang turun wajib disambut dengan penglihatan mata hati, dan
wajib disambut dengan pendengaran telinga hati. Telah jamak tamsil yang
dihadirkan Tuhan tentang kebinasaan ummat-ummat terdahulu. Dalam firman Tuhan
yang mulia: "Dan tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka, betapa banyak
ummat-ummat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, kini mereka sendiri
berjalan di tempat negeri kebinasaan. Sungguh yang demikian itu terdapat
ayat-ayat (tanda-tanda) kebesaran Allah. Apakah kamu belum pernah mendengar?
Dan apakah kamu tidak pernah melihat bahwa Kami mengarak awan ke bumi yang
tandus, lalu Kami turunkan air hujan niscaya tumbuh subur tanaman dan hewan,
darinya mereka makan. Belum jugakah mereka melihat?"
Orang-orang yang mengandalkan 'ain dan udzun itulah yang gagal
melihat ayat-ayat Tuhan dan gagal mendengar ayat-ayat Tuhan. Mereka yang gagal
mendengar ayat-ayatNya di dunia akan tuli di akhirat, mereka yang gagal melihat
ayat-ayatNya di dunia akan buta di akhirat. Isi neraka adalah mereka yang buta
dan tuli.
Sebab untuk bisa melihat ayat Allah SWT tidak cukup hanya
berpatokan pada mata 'ainiyah dan mata bashirah, tetapi juga harus dengan mata
nadzirah. Mata 'ainiyah bertumpu pada jasadiyah yang bersifat jahriyyah,
umumnya pandangan orang awam. Mata bashirah bertumpu pada ilmiyah dan qalbiyah
yang bersifat khafiyah, khususnya pandangan orang-orang yang berilmu (ulul
abshar). Mata nadzirah berbasis pada ruhiyah yang bersifat sarirah, khusus dan
lebih khusus lagi pandangan para nabi dan pandangan para wali. Bisa
memandangNya saat sudah tidak bisa lagi memandangNya.
Artinya memandang ayat-ayat Allah SWT bukan lagi dengan kekuatan
'ainiyah dan bukan lagi dengan kekuatan bashirah. Demikian pula mendengarNya
bukan dengan kekuatan udzuniyah atau sam 'iyyah. Berdasarkan firman Tuhan bahwa
orang-orang memiliki 'ain tetapi tidak bisa melihat dengan rasa, dan memiliki
udzun tetapi tidak bisa mendengar dengan rasa, adalah kualitas paling rendah di
muka bumi dan lebih rendah daripada hewan, sebagaimana telah dikalamkan pada surah Al-A'raf
(7) ayat 179: "Dan sungguh akan Kami isi neraka Jahannam dari kebanyakan
golongan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk
memahami, mereka memiliki mata tetapi tidak memiliki, mereka memiliki telinga
tetapi tidak mendengar. Mereka itulah hewan ternak bahkan lebih sesat lagi,
mereka itulah orang-orang yang lalai." Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar