TAFAKKUR MALAM - ALLAH/MUHAMMAD/UMMAT

 TAFAKKUR MALAM

ALLAH/MUHAMMAD/UMMAT

Oleh
Ma’ruf Zahran

Salat: Dialog Tuhan dengan Hamba. Berbicara tentang salat sangat spesial, sebab salat bisa memberikan nasehat baik di dalam salat itu sendiri (munajat) dan nasehat baik di luar salat (musafahat). Seakan diri yang berkata kepada diri, hakikatNya adalah firman Tuhan yang beragam, tetapi esa juga. Bisa mengambil corak batin dalam banyak ayat. Ayat yang dimaksud boleh jadi ayat-ayat yang tertulis (kitabiyah) dan ayat-ayat yang tercipta (kauniyah). Seperti antara lain dalam surah Al-Hadid (57) ayat 16 sebagai seruan berdasar kesadaran (dialog) taubat dariNya, kondisi kejiwaan yang pernah dialami seorang waliyullah yang bernama Fudhail bin  Iyath: "Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk segera khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang telah sesat tetapi menerima kitab sebelum itu,  kemudian mereka menjalani masa yang panjang (di dunia) sehingga hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang fasik." Hati mereka yang kering (qasat qulubuhum) akan basah kembali diumpamakan seperti bumi yang mati, lalu disiram air hujan. Sebab sungguh Allah SWT sajalah yang maha menghidupkan.

Bacaan-bacaan salat merupakan simbol percakapan dengan sang Al-Khaliq. Sebagaimana firman Tuhan dalam surah Al-Ankabut (29) ayat 45: "Bacalah apa yang telah diwahyukan Allah kepadamu (Muhammad) tentang Al-Quran, dan dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar  ..." Ayat ini mengandung isyarat bacalah selalu ayat-ayat atau bacaan salat di luar salatmu. Membacanya diluar salat telah mampu menghindarkan dirimu dari semua perbuatan jahat. Mengingat salat itulah setinggi-tinggi ingat (dzikir). "  ... dan dzikrullah (salat) lebih besar keutamaannya (dari pada ibadah yang lain). Dan Allah maha mengetahui apa-apa yang kamu usahakan."

Kumpulan doa, rintihan rintik hati, rasa syukur, rasa sabar, rasa ridha, rasa tawakkal, salawat, semua terkumpul dalam bacaan salat. Doa beriringan dengan duduk diantara dua sujud (duduk iftirasy): "Rabbighfirli  ... Warhamni  ... Wajburni  ... Warfa'ni  .... Warzuqni  ...  Wahdini  ...  Wa'afini  ... Wa'fu 'anni (Ampuni aku  ... Sayangi aku  ... Tutup aibku   ...  Angkat derajatku  ...  Beri aku rezeki   ...  Beri aku petunjuk  ... Sehatkan aku  ...  Maafkan aku). Sedang gerakan-gerakan salat merupakan simbol perbuatan ketundukan.

Kalam atau dialog menempati posisi penting dalam kajian keislaman, sebuah lapangan tersendiri yang bisa disorot dari dialog jasmani (diri yang luar) dan dialog rohani (diri yang dalam). Perbincangan secara dialogis ini bisa dikelompokan dalam dialog sesama diri yang luar, misal lisan berdialog dengan  kaki, dalam arti saling berterimakasih, tangan berdialog dengan kaki. Penggambaran tersebut misal ditemukan pada surah Yasin (36) ayat 65: "Pada hari ini telah Kami kunci mati mulutmu, tangan mereka yang berbicara, dan kaki mereka yang menyaksikan terhadap apa yang mereka kerjakan." Ini menandakan bahwa pada tangan manusia ada potensi berbicara, begitu pula dengan kaki. Potensi bicara artinya potensi mendengar dan didengar, sedang potensi menyaksikan lebih lengkap dan sempurna. Artinya potensi menyaksikan adalah dilihat dengan mata, didengar dengan telinga, diucapkan dengan lisan, dipikirkan dengan pikiran, dirasakan dengan perasaan. Dialog dalam diri penting, selain mengaktifkan fungsi-fungsi pada seluruh struktur anatomi tubuh manusia yang saling berhubungan satu lain, dan dalam rangka mensyukuri nikmat penciptaan (nikmat ijad), nikmat penghadiran, nikmat agama, dan nikmat penyempurnaan ciptaan (nikmat imdad).

Mengingat bacaan salat dan mengingat gerakan salat itulah dzikir syariat. Bila salat dianggap sebagai dialog, lalu adakah dua wujud yang berdialog? Ada subjek dan ada objek? Ada subjek yang menyembah dan ada objek yang disembah. Untuk memperkenalkan diriNya, Dia yang ada, Dia yang hayat, Dia yang mengetahui, Dia ciptakan manusia. Namun, apakah manusia sudah mengetahuiNya?

Manusia berilmu adalah ilmu yang diberikan dariNya yang disebut ilmullah untuk mengenal bahwa hanya Dia yang berilmu. Aku (Allah) dan Dia (Allah) adalah esa. Esa adalah Aku hakikatnya adalah Allah, dan tidak ada aku-aku yang lain lagi. Jika ada aku-aku yang lain itulah aku-aku dusta atau berhala. Aku-aku dusta bisa menjelma dalam bentuk benda, aku-aku palsu bisa mewujud dalam bentuk nama alam dan sifat alam. Sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya Aku adalah Allah." (Thaha:14). Dia Allah SWT yang memberi kuasa kepada alam untuk menyembahNya, kuasa menyembah adalah Dia, karena kekuasaanNya bersifat meliputi kebenaran kehendak (wama qadarullaha haqqa qadrihi). Sesudah qudratNya, iradatNya juga adalah Dia juga, sesungguhnya Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki (innallaha yaf'alu ma yurid).

Keberadaan manusia yang selalu mengakui diri sendiri yang hidup adalah telah kafir atau musyrik. Kafir dalam arti meniadakan Allah SWT yang maha hidup (Al-Hayat) lalu mengganti Allah SWT Al-Hayat dengan diri si makhluk Al-Hayat, tipologi ini seperti Fir'aun. Apalagi saat ini, manusia hidup di abad digital yang segalanya serba mudah, "seakan-akan manusia tidak perlu lagi dengan Allah." Dengan pendidikan tinggi yang raihnya, manusia telah merasa berilmu.

Keberadaan manusia yang senantiasa mengaku diri yang berilmu kalau tidak kafir, musyrik. Sebab percaya kepada diri yang berilmu akan menyebabkan diri sombong, diri sombong adalah diri Azazil, Azazil merupakan bangsa jin yang kafir. Dan mengaku diri berilmu bisa menyebabkan pelakunya musyrik. Sebab tidak mungkin (hukum mustahil) ada dua keberadaan (eksistensi) yang berilmu. Perbuatan orang yang mengaku berilmu disamping kanan atau disamping kiri ada Allah SWT yang berilmu, disebut syirik, orangnya disebut musyrik. Harus disampaikan bahwa yang hayat adalah Allah, dan ilmu adalah ilmuNya, sesuai dengan makna "utul 'ilma," artinya orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.

Dialog hauqalah harus bisa meresap sehingga mengantar ke hadirat Allah SWT sebuah pengangkatan amal-amal ke hadiratNya sebagai kunci bacaan untuk membuka pintu-pintu langit.  "Lahaula wala quwwata illa billah," artinya: tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah. Maksudnya ada dua, terdapat maksud perintah dan maksud larangan. Maksud perintah adalah murnikan tauhid kepada keesaan Allah, "kami datang memenuhi panggilanMu ya Allah, kami datang memenuhi panggilanMu" (labbaikallahumma labbaik) dan maksud larangan adalah jangan engkau persekutukan Allah Al-Ahad Al-Hayat dengan sesuatu apapun, "kami datang memenuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu" (labbaika la syarikalak). Lalu setelah engkau (Muhammad) menunaikan yang diperintahNya dan menjauhi yang dilarangNya berkat kehadiran dan kelahiran (bibarkati maulidin-nabi Muhammad SAW), segerakan memuji kepada Tuhanmu saja, "sesungguhnya segala puji dan karunia adalah milikMu" (innal-hamda wan ni'mata lakawal mulka), setelah memujiNya kembali sekali lagi diperingatkan berupa larangan mempersekutukanNya, " tidak sekutu bagiMu" (la syarikalak).

Disinilah makna dialog hayat dalam kandungan salat sebagai penguraian makna "lahaula wala quwwata illa billah" adalah la hayata illa billah, artinya tiada yang hidup kecuali dengan Allah, kecuali dengan Allah (illa billah). La hayata illa bihayatillah artinya tiada kehidupan kecuali dengan kehidupan Allah. Makna dialog ilmu pengetahuan dalam tiga bidang ilmu, prosedur bacaan (rukun qauli), prosedur gerakan (rukun fi'li), prosedur hati (rukun qalbi) adalah milik Allah SWT. La haula wala quwwata illa billah disini bermakna "la 'ilmu wala 'alima illa billah artinya tiada ilmu dan tiada yang berilmu kecuali dengan Allah. Hayat dengan Allah, ilmu dengan Allah. Setinggi-tinggi dzikir adalah dzikir mengenal Allah (dzikir ma'rifatullah), setinggi-tinggi pikir adalah pikir mengenal Allah (fikir ma'rifatullah), setinggi-tinggi kajian adalah kajian ma'rifatullah terlebih di akhir zaman sekarang ini.

Keberadaan manusia yang merasa diri berkuasa adalah diri yang terancam kafir dan syirik. Terancam kafir karena saat manusia telah merasa bahwa diri yang berkuasa, dia mendurhakai Allah Al-Qudrat. Kafir artinya meniadakan Allah SWT dan memunculkan diri yang pada hakikatnya tiada ('adam). Sementara syirik adalah mempersekutukan Allah dan menganggap Dia telah berkongsi atau berbagi andil dengan makhlukNya dalam hal menciptakan, kemudian Dia berkongsi (syirkah) dalam menjadikan rasa aman dari ketakutan dan Dia berkongsi (syirkah) dalam memberikan makan kepada makhluk untuk menghilangkan rasa lapar. Orang-orang musyrik (mempersekutukan Allah) sangat jauh berbeda dengan orang-orang muwahhid (menggesakan Allah) dalam perkataan dan perbuatan. Orang yang muwahhid (jamak:  muwahidun) tidak mengaku bisa beramal, sebab amal adalah milik Allah SWT yang tidak boleh terakui dan diakui oleh satupun makhluk.

Mengapa tidak boleh ada pengakuan telah beramal, telah beribadah, telah bersaleh, karena amal, ibadah dan saleh itu adalah titipan dimana manusia menjadi pengamal "seakan-akan" menguasai (mustakhlafina fihi), sebagai yang telah Tuhan urai dalam surah Al-Hadid (57) ayat 7. "Berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya serta infakkanlah (di jalan Allah) dengan rezeki dariNya serta menjadikan engkau sebagai pemegang harta (amanah). Mereka orang-orang yang beriman dan berinfak mendapat pahala yang besar."

Orang-orang yang beriman kepada Rasulullah SAW adalah dengan rasa hormat menyatakan rendah hati kepada pemimpin (sayyidina-maulana Muhammad SAW) atas keluh-kesah mereka tentang dunia dan akhirat mereka. Sebab orang-orang yang beriman mengenali, mengerti, memahami, bahwa adab kesopanan mewajibkan berterimakasih kepada gurunda mulia, Rasulullah SAW. Rasulullah SAW dalam kapasitas  perbuatan yang baik (af'alul husna), nama yang baik (asma'ul husna), sifat yang baik (shifatul husna), diri pribadi yang baik (dzatul husna) adalah pada diri totalitas Rasulullah SAW sebagai contoh tauladan yang baik (uswah hasanah). Dalam arti mencontohkan af'al Allah SWT yang maha baik, mencontohkan nama Allah SWT yang maha baik, mencontohkan sifat Allah SWT yang maha baik. Dalam bimbingan dan restu dari Allah SWT telah menjadikan utusanNya contoh kebaikan di seluruh lini kehidupan dalam firman: "Sungguh benar pada diri Rasulullah terdapat contoh tauladan yang baik, bagi mereka yang mengharap perjumpaan dengan Allah dan hari akhir, serta banyak mengingat Allah." (Al-Ahzab:21). Oleh sebab itu, bersalawat artinya menyambung hubungan-hubungan tersebut. Hubungan tripartit (tiga unsur) yaitu Allah-Muhammad-Adam sebagai jalan datang yang artinya jalan turun, tanazzuliyah (tanazzalul malaikatu warruh). Sedang jalan pulang atau tarqiyyah (kalla idza balaghatit-taraqiya wa qila man ... raq) adalah Adam-Muhammad-Allah.

Penting menyambung ketiga relasi dimaksud dengan salawat. Fungsi salawat adalah sambungan kasih (shalli), sambungan sayang (shalli), menyambung hubungan cinta (shalli), menyambung hubungan cinta Allah dengan Muhammad dan umat adalah salawat. Betapa agung dan mulia salawat sehingga Allah SWT menyatakan dalam surah Al-Ahzab (33) ayat 56: "Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bersalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah atasnya dengan salam-salawat yang penuh hormat." Posisi tengah (shirathal-mustaqim) adalah Rasulullah SAW sebagai utusan atau penyampai yang benar (balaghul-mubin) dari Allah kepada umat, dari umat kepada Allah. Wallahu a'lam.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN