AL-'ALIM
AL-'ALIM
Oleh
Ma’ruf
Zahran
Al-'Alim secara bahasa artinya maha mengetahui. PengetahuanNya
yang meliputi seluruh yang tidak tampak (sir) maupun yang tampak (ya'lamu
sirrakum wa jahrakum). PengetahuanNya tentang sesuatu tidak bertahap-tahap,
tidak berproses seperti pengetahuan manusia dan siklus alam. KeesaanNya telah
meliputi pengetahuanNya, di luar Dia maha mengetahui, di dalam Dia maha
mengetahui. Masalah yang besar Dia maha mengetahui, masalah yang kecil sampai
kepada perinciannya pun Dia maha mengetahui.
Al-'Alim menandakan hanya Dia yang cerdas, selain Dia adalah jahil atau
bodoh. Tidak bisa diingkari bahwa Dia sang alim telah melampaui kecerdasan
siapapun. Sebab Dia sudah tahu, sebelum ada yang tahu, Dia sudah paham sebelum
ada yang paham, Dia sudah mengerti sebelum ada yang mengerti. Dia adalah awal
dalam ilmu tanpa ada yang mengawali keilmuanNya, dahulu, sekarang dan yang akan
datang. Dia adalah akhir segalanya tanpa ada yang mampu mengakhiri derajat
kecerdasan ilmuNya, Dia adalah haqqul 'alim mubin, kebenaran ilmu yang sangat
nyata. Buktinya, alam semesta merupakan kreasi maha karya dariNya al-'Alim.
Al-'Alim tidak pernah luput dari kelupaan. Keluputan dan kelupaan
adalah sifat kekurangan yang tidak mungkin dimiliki oleh al-'Alim. Keluputan
dan kelupaan menjadi sifat dasar manusia, manusia adalah tempat salah dan lupa
(al-insanu mahallul khatha' wan-nisyan). Berangkat dari pemahaman dasar seperti
ini, bisakah manusia mengaku tahu ('alim)? Al-'Alim membuka kegelapan
pemahaman, sebab dari pemahaman akan timbul perencanaan. Pemahaman berbasis di
akal, dan perenungan berbasis di hati. Keduanya harus disatu-padukan,
dipaut-ikatkan. Penyatu, pemadu, pepaut dan peikat keduanya adalah ruh. Ruh
bisa diartikan kasih-sayang, ruh dapat pula dimaknai dengan pelepasan dari
kunjungan jasad, ruh juga artinya kumpulan karena wujud dan sumbernya dari sang
esa. Dari pandangan kesaksian esa (ahad) kepada seluruh wujud yang digerakkan
(ruh) dalam kaedah ushuliyah tashawufiyah disebutkan "syuhudul wahdah fil
kasrah." Atau sebaliknya, dari memandang kenyataan makhluk yang banyak,
majazi (ruh, jamak arwah) ke dalam diriNya yang maha ada hakiki, dalam kaedah
ushuliyah tashawufiyah disebutkan "syuhudul kasrah fil wahdah."
Pemahaman mengantar kepada perenungan, perenungan mengantar kepada
pengamalan, pengamalan mengantar kepada keikhlasan, keikhlasan mengantar kepada
Nuri Muhammad SAW, Nuri Muhammad SAW mengantar kepada Allah SWT al-'Alim.
Al-'Alim telah membuka sekat-sekat
tutupan bumi dan sekat-sekat tutupan langit. Al-'Alim selalu menyertai
kajian-kajian saat membahas hakikat diriNya, hakikat perbuatanNya, hakikat
namaNya, dan hakikat sifatNya yang tinggi.
Hubungan yang langsung dengan mudah adalah dari sumber nuri
Muhammadin SAW kepada Tuhan pemilikNya. Perkenalan adalah perkenalan yang
sangat dekat tidak jauh dengan diriNya, yaitu Adam yang lebur, tenggelam,
terbenam-karam ke dalam nuri Muhammadin SAW, nuri Muhammadin SAW lebur kembali
kepada sang pemilik tunggal, Allahu akbar.
Saat ruh sudah menghadap Tuhannya, Allah yang maha mulia itulah
perjumpaan (liqa') yang tidak berperantara lagi, sudah esa. Ilmu yang tidak
berperantara lagi (liqa'), sudah esa. Taat yang tidak berperantara lagi
(liqa'), sudah esa. Selama jasad (materi) masih terkurung pada wajah oval alam
mayapada ini, masih tetap berperantara baik dan buruk, baru dan lama, jauh dan
dekat, basah dan kering. Saat berpadu-padan ruh dan Tuhan, ternyata terbuka
rahasia selubung syariat yang dzahir. Niscaya ketika itu, memandang tidak lagi membutuhkan mata, mendengar tidak lagi
membutuhkan telinga.
K.H. Muhammad Bakhit bin K.H. Ahmad Mughni mengatakan dalam kitab
beliau bahwa al-'Alim adalah nama Allah yang ke-20. Al-'Alim, al-'Alim yang
maha mengetahui aspek-aspek dzahir dan setiap perinciannya yang besar dan yang
kecil, serta al-'Alim yang maha mengetahui aspek-aspek yang batin beserta
setiap perinciannya yang besar dan yang kecil. Bagi orang-orang yang beriman
kepada nama Allah SWT al-'Alim disebut 'abdul 'alim yang artinya hamba dari
Tuhan yang maha mengetahui. Adapun hamba dari Tuhan yang maha memiliki beberapa
tugas:
1. Tugas
pertama.
Ikhlas, berlaku ikhlas adalah tugas pertama bagi hamba Allah yang
meyakini bahwa Dia adalah satu-satunya al-'Alim (the knowledge) al-Ahad (the
one), al-Wahid (the person), al-Wajid
(the present). Meneladani nama Allah SWT al-'Alim menyebabkan pengaruh
pada amal ibadah dan amal ijtima'iyah (sosial kemasyarakatan) semata-mata
bertujuan hanya mencari ridha (kesenangan, kerelaan) dari Allah SWT al-'Alim,
bukan mencari ridha (kesenangan, kerelaan) dari manusia, bukan meminta puji atau
mencari ridha (kerelaan) manusia (tamalluq). Tamalluq hanya bisa dibenarkan
kepada dua manusia berjasa yaitu kedua orang tua dan guru. Mengabdi
(berkhidmat) kepada orang tua dengan sebab beliau kita terlahir ke muka bumi.
Mengabdi (berkhidmat) kepada guru dengan sebab beliau kita dapat belajar ilmu
ma'rifat. Telah memberi perumpamaan K.H. Mas'udi tentang ibarat kedua orang tua
dan guru. Orang tua menyediakan lemari, sedang isi indahnya lemari dan seluruh
emas, perak, permata dan intan mutiara yang tersimpan dalam lemari, adalah guru
yang mengisinya berupa ilmu, iman, islam, ihsan, hikmah, hilm, ma'rifat,
musyahadah, muraqabah, mahabbatullah.
Maksudnya adalah seorang anak wajib selalu mendekati, merapati
kedua orang tuanya, sebab doa orang tua kepada anaknya seperti doa nabi kepada
umatnya, supaya keberkahan Allah tercurah kepada anaknya dengan demikian Dia
al-'Alim juga ridha. Murid juga dituntut untuk selalu bersama dengan gurunya,
merapati dan bergaul bersahabat dengan sang guru siang dan malam. Bila orang
tua dengan anak adalah silsilah nasab, sedang guru dengan murid adalah silsilah
sanad. Ketika orang tua dan guru telah
dipelihara (khidmat) dan dicintai (mahabbat), niscaya turun rahmat dan
rahasia-rahasia ilmu dari al-'Alim.
2. Tugas
kedua.
Tugas kedua ini bahwa 'abdul 'alim sibuk dengan ilmu, sibuk
membaca, menulis, mengajar, belajar, membimbing bahkan dirinya telah menjadi
akar, batang, buah, daun, ranting, cabang, pokok ilmu pengetahuan. Dimanapun
dia berada sudah menunjukkan kesibukannya seperti rumah baca, taman siswa , buku yang terbuka, perpustakaan
yang hidup, literasi pena yang berjalan, ensiklopedia yang bicara dan
perbuatannya adalah gudang ilmu. Tulisan-tulisannya mengandung ilmu, perhatiannya
adalah perhatian ilmu, sepanjang jalan yang ditempuh bersama ilmu yang tak
terpisahkan antara dirinya dengan ilmu.
Dalam fiqih akhir zaman mengkhabarkan bahwa pada hari ini sungguh
ilmu sangat banyak dan sangat mudah untuk didapat, namun mereka mengabaikan
tugas-tugas ilmu. Artinya, keikhlasan sudah sangat payah untuk diraih, pengaruh
dunia materi dan pengaruh dunia diri sangat mudah datang seketika (baghtah),
seperti air bah yang sulit diduga datangnya.
Ilmu seharusnya setujuan dengan sang pemberiNya, al-'Alim.
Maksudnya apabila yang telah tercurah dalam rahmat ilmuNya, maka terdapat
kewajiban untuk menyampaikan ilmu tersebut, penyebar-luasan ilmu menjadi ciri
ulama akhirat. Ulama akhirat tidak pernah meminta upah atau bayaran dari seruan
dakwah yang mereka sampaikan. Ulama akhirat
tidak ada target-target rupiah, mereka berdakwah hanya menyeru umat ke
jalan Allah SWT. Meskipun diri dan keluarganya dalam kekurangan. Apa yang
mereka dapatkan adalah hidayah ilmu pengetahuan yang datang dan kembali dari
sisi Allah SWT, "rahmatan min ladunna 'ilma," (sebagai kasih-sayang
dari sisi Kami sebagai ilmu).
Jadi ilmu sebagai alat untuk mengenal Allah SWT al-'Alim, ilmu
sebagai nur (cahaya yang menerangi) kegelapan (dzulumat). Dua jalan yang
ditapaki 'abdul 'alim adalah: Pertama berupa akhlak mulia yaitu ikhlas dalam belajar ilmu, ikhlas dalam
mengajar ilmu, ikhlas dalam mengamalkan ilmu, ikhlas dalam mendakwahkan ilmu,
ikhlas dalam menyokong ilmu, ikhlas dalam mencintai ilmu, tanpa berharap upah
dari manusia, kecuali berharap kepada kemurahan dan kasih-sayang Allah saja. Kedua,
bergelut dengan ilmu Allah al-'Alim, baik sebagai pengajar, pembelajar,
pendengar, pencinta, peminat, penyokong ilmu yang mendatangkan perasaan
tawadhu' (rendah hati). Wallahu a'lamu bish-shawab.
Komentar
Posting Komentar