CAHAYA SEGEDONG 12

 


CAHAYA SEGEDONG 12
KALIMAH HAUQALAH

Oleh
Ma’ruf Zahran

Tingkatan tujuh petala langit adalah makhluk yang menggambarkan makhluk ketinggian, tingkatan tujuh petala bumi adalah makhluk yang menggambarkan makhluk kerendahan, keduanya bukan Tuhan, tetapi langit dan bumi merupakan ayat-ayat Tuhan. Langit-bumi, malam-siang adalah ayat-ayat Allah bagi ulul-albab. Surga dan neraka adalah ayat-ayat Tuhan berdasarkan: "Sesungguh ini semua (surga dan neraka) adalah ayat-ayat peringatan untuk siapa yang ingin meraih kepada jalan Tuhannya. Dan apa yang engkau kehendaki tidak akan tercapai, kecuali yang dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah senantiasa sebagai yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Dia memasukkan siapa saja yang dikehendakiNya ke dalam rahmatNya, dan orang-orang dzalim disediakan bagi mereka adzab yang pedih." (Al-Insan:29-31).

Hakikat kalimat hauqalah adalah haq Allah pada qudratNya dan iradatNya berkuasa, yang telah Dia titipkan kepada diri secara jaya di dunia kepada manusia di dunia dan secara sempurna di akhirat sebagai diri yang mendapat amanah pemimpin (khalifatullah). Memimpinlah dan berkuasalah dengan kekuasaan yang dititipkan olehKu dengan sebaik-baiknya, sebab suatu saat kekuasaanKu akan Aku tarik dan Aku kembalikan kepada diriKu, Ahad.

Sewaktu dititipi sesuatu jangan pernah merasa memiliki, dititipi jabatan jangan merasa pejabat. Namun merasalah tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki siapa-siapa, rasakanlah sebatang kara yaitu sebagai hamba yang sedang dititipi jabatan. Sebab hakikat jabatan bukan manusia yang minta, jabatan bukan diminta dan bukan ditolak, akan tetapi jabatan adalah amanah dengan manusia pilihan yang menyandang sebagai mandataris Allah di muka bumi (khalifatullah fil ardhi).

Sebagaimana nabi dilantik, walipun ditunjuk, sehingga baik nabi maupun wali  berstatus tetap sebagai makhluk yang tidak boleh sombong kepada khalik. Melainkan nabi dan wali wajib menjalankan amanat kenabian dan amanat kewalian dari Allah SWT. La haula wala quwwata jangan terhenti disini yang artinya Tuhan tiada (kafir/atheis), tiada daya dan tiada kekuatan adalah ucapan meniadakan makhluk dan meniadakan khalik. Maksudnya pada titik ini, seseorang menyatakan kosong, kosong yang bila tidak diisi adalah kosong yang tidak berguna, sama dengan tidak ada Tuhan (la ilaha).

Kata "meniadakan diri" adalah kata yang belum sempurna. Lalu diri sekarang ada (wujud) karena siapa? Wujud diri ini kata benda, bendanya apa? Wujud diri ini dahulu dimana, sekarang dimana dan yang akan datang dimana? Sebatang-kara itukah diri? Tidak mengakui dan tidak diakui? "Ketiadaan hamba" atau la haula wala quwwata adalah kajian yang belum usai. Baru separuh, hamba tiada, alam tiada, diri tiada, lalu siapa yang ada?

... ... ... illa billah  ... ... ..

 kecuali Allah.

ALLAH

Wallahu a'lam.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN