CAHAYA SEGEDONG 6

 


CAHAYA SEGEDONG 6
MURAQABAH

Oleh
Ma’ruf Zahran

Muraqabah yang berasal dari kata raqab terdiri dari huruf ra, qa, ba. Arti sederhana dari raqab adalah dilihat, disaksikan. Bisa dilihat dan disaksikan bermakna ada talian ikatan kedekatan antara terma raqaba dan qaraba. Qaraba artinya dekat, niscaya berbahagia hamba-hamba yang ditatap, dilihat oleh Allah SWT dengan rahmanNya dan rahimNya yang menyimpan kedekatan (qaraba). Qaraba pula berturunan kata dengan qurban. Ibadah qurban pertanda (qarinah) kedekatan (qaraba) dan karena itu menunjuk kepada pengawasan Tuhan yang maha dekat dan maha mengabulkan (qarib-mujib). Qarib-mujib menjadi nama Allah SWT bagi hamba-hamba yang "awwah", awwah adalah hamba Tuhan yang tidak pernah kritik, tidak pernah protes dan tidak pernah mengadu kesah dan mengadu lelah terhadap taqdir baik dan buruk dariNya (wal qadri khairihi wasyarrihi minallahi subhanahu wa ta'ala). Saat selalu diawasi oleh Allah SWT adalah hamba-hamba yang murni taat (essence of obedience), bukan taat tipuan (pseudo taat). Mukhlis nama orang yang ikhlas (jamak mukhlisin) dalam: "Dan aku tidak diperintah kecuali menyembah Allah sebagai orang-orang yang ikhlas beragama kepadaNya, hunafa (hanif, dalam arti bersih hati, tulus budi), mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus." (Al-Bayyinah:5). Muraqabah berinti pada pusat rasa perasaan (sensitivity) utamanya tumbuh dari irisan hati paling dalam terpenting dan terjaga pesan kebenaranNya yaitu di posisi fuadi manusia.

Ada dua tanda (identitas) hamba-hamba Allah SWT yang dipandangNya dalam muraqabatullah yang qarib-mujib setelah "awwah"   sebagai identitas pertama dalam pembahasan sederhana di atas. Dua, "halim." Halim adalah sifat mulia yang akar tunjang dan sumbu tungku kesantunan dan kemurahan serta kepedulian berasal dari Allah SWT Al-Halim, dan berusul dari Rasulullah Muhammad SAW Rasul sejati, dan menebar cahaya Allah SWT Al-Halim kepada Nabi Ibrahim As, sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar taat lagi penyantun. Awwah dan halim telah menjadi sifat para nabi dan rasul. Muhammad Halim SAW dan ummat beliau, Abdullah halim (hamba Allah sang penyantun). Artinya menjadi syarat bagi hamba-hamba yang ingin meraih derajat waliyullah muraqabah di tingkat haqiqah atau waliyullah autad (kekasih-kekasih Allah tiang-tiang bumi) yang berjumlah 313 auliya Allah, hendaklah menjadi hamba-hamba Allah yang awwah dan halim.

Muraqabah sebagai titik sentral bagi para pejalan yang sedang mencari Tuhan (salikin) dalam upaya mereka berlatih jiwa supaya dipandang Allah SWT Al-Bashir dalam taat-taat para salikin, muridin dan muhibbin. Tidak bisa menjadi waliyullah muraqabah tetapi bodoh. Karena sebab kebodohan (jahil-jahiliyah) akan menyebabkan lalai (ghafil) baik lalai dalam bacaan, gerakan dan tidak hadir hati kepada Allah SWT. Waliyullah muraqabah adalah waliyullah cerdas, cendikia, arif tentang Allah (fathanah 'arif billah). Waliyullah muraqabah bukan wali dusta, karena mustahil wali itu dusta (kadzib). Waliyullah muraqabah adalah kekasih-kekasih Allah dimana mereka menjadi kekasih Allah dan Allah menjadi kekasih mereka.

Auliya Allah SWT bercirikan mereka yang jujur, integritas dan bisa menerangkan diri sendiri dan diri-diri orang bahwa betapa jujur dan terpercaya Allah SWT. Malah waliyullah (jamak: auliya Allah) bisa menenangkan jiwa (sakinah) diri sendiri dan jiwa diri orang lain karena cahaya kejujuran (nurush-shiddiqah) dan kekuatan kejujuran (quwwatush-shiddiqah). Iman yang jujur artinya keyakinan yang tidak ragu, amal yang jujur artinya amal orang-orang yang sabar dan syukur. "Apakah engkau tidak memperhatikan bahwa kapal-kapal yang berlayar di  laut karena nikmat Allah untuk memperlihatkan kepadamu sebagian dari ayat-ayatNya, sungguh di dalam yang demikian jelas sudah terinci ayat-ayatNya bagi orang-orang yang selalu menetapi kesabaran dan selalu menetapi kesyukuran." (Luqman: 31). Muraqabah sikap beragama hamba Allah (abdullah) yang telah melembaga budi pekerti maksudnya bukan berarti menjadi hamba keadaan. Muraqabah atau hamba yang telah merasa diawasi Allah, dimonitor oleh cctv-Nya, senang atau susah sudah bersama Allah SWT (ma'iyyatullah).

Terhadap ayat-ayatNya (tanda-tanda), tanda yang tertulis (kitabiyah) dan tanda yang terbentang ciptaan alam (kauniyah), hendaklah seorang waliyullah (kekasih Allah) selalu mengenaliNya. Pengenalan tersebut ('arif, ma'ruf, ma'rifat) mengantarkan kepada muraqabah atau merasa senantiasa di awasi olehNya, "  ... Dan Tuhanmu tidak lalai terhadap apa-apa yang kamu kerjakan." (An-Naml:93). Muraqabah bila telah merasa dimonitor olehNya dan terus-menerus merasa tidak lepas dalam kehadiran sang maha hadir, selamat orang tersebut sungguh dia telah bersama Allah SWT dalam setiap situasi, kondisi, toleransi, demokrasi. Surah Al-Mujadalah (58) ayat 7 mewartakan dalam firman: "Apakah engkau tidak memperhatikan sesungguhnya Allah (Dia) maha mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Tidak ada satupun keadaan yang tersembunyi dalam pembicaraan rahasia (najwa) tiga orang, kecuali Dia (Allah) yang keempat diantara pembicaraan mereka. Dan tidak adalah yang kelima kecuali Dia yang ke-enam, dan tidak ada yang lebih sedikit dari pada itu dan tidak pula yang lebih banyak kecuali Dia (Allah) bersama mereka dimana saja mereka berada. Kemudian Dia memberitahu kepadamu pada hari qiyamat tentang apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah maha mengetahui tiap-tiap sesuatu." Kondisi malam sebagai lambang qabith (gelap-sempit) dan kondisi siang sebagai lambang basith (terang-lapang) adalah sinyal bahwa Allah SWT sang pengatur (Al-Wakil). Kondisi yang selalu bersilih-ganti beragam kondisi siang dengan kehidupan habitus  siang, dan kondisi malam dengan kehidupan habitus malam. Kaya miskin pun berganti sebagai kedua keadaan yang hanya dibatasi oleh kulit ari, setipis kulit bawang. Kaya tidak selalu menandakan indikator kebahagiaan (sa'adiyyah), kecuali sebagai menandakan bahwa seseorang banyak memiliki sertifikat kehartaan. Demikian pula dengan kemiskinan tidak selalu identik dengan unsur kesengsaraan (saqiyyah), kecuali kemiskinan seseorang menanda sedikit dalam hal sertifikasi proferti. Kaya dan miskin bukan penentu kebahagiaan dan bukan penentu kesengsaraan.

Tentang muraqabah, guru kami pernah mengatakan: "Mulai dari merasa diawasi lalu senantiasa merasa diawasi itulah hamba Allah SWT yang ihsan, orangnya disebut muhsin. Telah dibawa oleh Allah SWT  dalam diri si hamba yang diliputi Allah SWT. Allah SWT yang meliputi diri sendiri, bukan orang lain. Tuhan bukan di atas langit, Tuhan bukan di dalam bumi,  tetapi Tuhan meliputi itu semua dan maha mengawasi (ar-Raqib)." Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

AN NURIYAH

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN