CAHAYA SEGEDONG 9
CAHAYA SEGEDONG 9
ESA SIFAT PADA AHADIYAH
Oleh
Ma'ruf Zahran
Gurunda Syekh Haji Usman Melek al-Muqaddas berujar bahwa kata
sesifat (esa sifat) bukan perkataan syariat. Sebab hukum akal pasti terkait
antara pembahasan subjek-objek, aktif-pasif. Unsur yang berbeda dalam hukum
akal adalah mustahil untuk didekatkan, apalagi disama-ratakan. Hukum akal
mengajarkan tidak ada pasien jika tidak ada dokter, disebut pasien karena ada
dokter, disebut guru sebab ada murid. Lantaran ada yang menyebut guru sehingga
terbit guru. Hukum akal ini tidak berguna bagi Ahad.
Wujud yang berbeda tidak bisa sewujud, nama yang berbeda tidak bisa
senama, sifat yang berbeda tidak bisa sesifat, orang-orang yang berpendapat
seperti ini belum sempurna. Pendapat yang mengambil bagian terkecil dan
terendah dalam akal. Sebab pertama, orang ini disebut sufaha' artinya kurang
akalnya dalam menelusuri sebab jalan datang darimana sifat. Gagal pula dalam
mengerti kemana sifat akan pulang. Kedua, sufaha' ini tidak yakin bahwa Tuhan
terlebih dahulu telah memasukkan sifatNya ke alam semesta yaitu sifat tujuh yang
mendapat kajian sifat ma'ani menuju sifat maknawiyah yang turun secara
berproses.
Kata sifat berasal dari bahasa Arab yang tidak asing lagi di
telinga bangsa Indonesia sebagai bahasa serapan. Allah SWT dalam sebutan Rab
(Tuhan) adalah wujud keesaan pangkat jabatan penguasa arasy yang agung (rabbul
'arsyil 'adzim), Tuhan penguasa arasy yang mulia (rabbul 'arsyil karim). Arasy
dalam posisinya sebagai makhluk saja telah Allah SWT sifati dengan agung dan
mulia, bagaimana dengan diriNya? Tentu maha agung dan maha mulia sehingga tidak
terbatas. Allah SWT dalam sebutan Ahad adalah masih dalam ruang lingkup asmaNya
(nama). Al-Ahad yang sebenarnya setelah dikenalkan oleh diriNya sendiri
merupakan Ahad yang tidak berbilang lagi dan tidak bisa dinamai lagi, walau dengan
sebutan Ahad. Huwa, Allah, Ahad adalah Dia yang maha jaya, Dia yang maha
sempurna, Dia yang maha Esa, Dia yang maha tak terhingga. Dia yang
pada posisinya dzatul-ahad tidak bisa digambarkan sebab tanpa bayangan, tanpa
wujud dzahir dan wujud batin, dalam firman Tuhan: "Katakan (Muhammad) Dia
Allah Ahad." (Al-Ikhlas:1). Siapakah Ahad itu, Ahad ingin diketahui, Ahad
yang mengenalkan DIRI. Sesungguhnya telah diumumkan olehNya bahwa Aku ahad, Aku
samad, Aku lamyalid-wa-lamyulad, Aku wa-lam yakullahu kufuwan Ahad. Hanya ada
Aku yang Ahad, jika masih ada aku-aku yang lain, ada kamu yang lain, ada kami,
ada banyak sebutan yang menjamak, bukan Ahad. Ahad itu bukan nama, tidak
bernama tetapi ADA, tidak dinamai dan tidak menamai.
Esa sifat pada Ahadiyah hanya satu yaitu wujud, sifat wujud masuk
ke dalam kajian sifat nafsiyah (diri sifat yang tidak berbagi-bagi), selain
wujudul-haqqi adalah 'adam. 'Adam artinya tiada, kalau pun ada sebatas wujud
majazi yang hakikatnya adalah fana (hancur). Dia berikan kepada daya tampung
atau wadah kepada Nur Muhammad dalam tujuh sifat atau sifat tujuh yaitu dari
tujuh sifat ma'ani kepada tujuh sifat maknawiyah, jadi berjumlah 14 sifat.
Sedang 6 sifat itulah esa sifat yang tidak dibagikanNya. Satu sifat nafsiyah
(diri) yaitu wujud. Lima sifat salbiyah (tidak serupa dengan makhluk) qidam
(dahulu), baqa' (kekal), mukhalafatuhu lil hawadits (berbeda dengan makhluk
yang baharu), qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri), wahdaniyyah (esa).
Ahadiyah (keesaan) pada tingkat nama (asma) adalah ahad asmaNya
esa. Esa (ahad) dalam arti Ahad yang tidak dapat dinamai dan tidak dapat
menamai. Ahad utuh dengan Ahad yang dengan diri Ahad (sebatang kara) dari
dahulu Ahad, sekarang Ahad dan yang akan datang Ahad. Ahad adalah kesempurnaan
dalam kesendirian (ahad), kebenaran dalam kesendirian (ahad), kesucian dalam
kesendirian (ahad), ketinggian dalam keesaan (ahad), kemuliaan dalam
kesendirian (ahad). Dalam firman Tuhan: "Qulhuwallahu ahad" (Katakan,
Dia Allah esa). "Allahussamad" (Allah tempat meminta). Lam yalid wa
lam yulad (SelamaNya Ahad tidak beranak, dan selamaNya Ahad tidak
diperanakkan).
Maksud lam yalid adalah Ahad tidak beranak artinya Ahad bukan yang
dapat dibagi. Betapa agung nama Ahad sehingga Dia hanya dengan Ahad saja. Nama
yang bisa diketahui dan bisa disebut berada pada martabat Ahmadiyah atau
martabat Wahdah, bukan pada martabat Ahadiyah. Martabat Ahmadiyah adalah
martabat wahdah atau martabat Muhammad ruhi bisa disebut abul
arwah (bapak ruh) sebagai sayyidul 'alamin (tuan alam semesta)
sedang Allah adalah rabbul 'alamin (tuhan alam semesta). Muhammad Rasulullah
abul arwah adalah sayyidus-sadat (tuan dari segala tuan), sayyidul
awwalin-sayyidul akhirin.
Turunan (breakdown) dari martabat Wahdah (bukan martabat Ahadiyah)
sehingga tersebut Ahmad-Ruhullah. Turun ke martabat Wahidiyah atau martabat
Muhammadiyah sehingga tersebut Muhammad-Rasulullah. Muhammad-Rasullah
dibreakdown ke martabat arwah. Martabat arwah sudah berdiri ruh-ruh cikal-bakal
alam dunia dan cikal-bakal alam akhirat, kemudian diwujudkan dalam alam ide
yang diwujudkan dengan perumpamaan akal (martabat mitsal, jamak amtsal) yaitu
alam di bawah ruh seperti fuadi, qalbi, shuduri, sirri yang berdimensi alam
hakikat yang batin. Lalu ke alam jasad yang dzahir yaitu alam jisim (jamak
ajsam) sebagai alam syariat yang dzahir. Martabat alam di atas tadi (Wahdah,
Wahidiyah, Arwah, Amtsal, Ajsam) ditampung oleh wadah jasmani dan rohani yang
padu dan menyatu pada satu diri yaitu Muhammad 'abdi (Muhammad bin Abdullah)
dan Muhammad ruhi (Muhammad Rasulullah).
Muhammad-Muhammad inilah yang terus-menerus berinteraksi dengan
Muhammad-Muhammad yang lain dalam transaksi perekonomian, perdagangan,
pertanian, perkebunan, pertambangan, pendidikan dan sebagainya. Lalu
Muhammad dengan Muhammad saling menyebut nama di dunia pergaulan sehari-hari.
Sesama Muhammad mereka saling menyempurnakan, sesama Muhammad adalah mereka
sama-sama memainkan peran.
Penjelasan Ahadiyah Ahad di dalam "walam yulad" yang
artinya tidak diperanakkan adalah Ahadiyah dzat adalah Diri Ahad yang tidak
bisa dilihat, Ahadiyah af'al yang tidak bisa diahwal, ahwal jamak
dari hal (keadaan ruang dan waktu), tidak diketahui darimana datangNya dan
tidak diketahui kemana pulangNya, tidak diketahui kapan ketibaanNya dan tidak
diketahui kapan keberangkatanNya.
Ahadiyah Ahad dalam nama berarti bukan Ahad yang dilahirkan dari
sebutan-sebutan makhluk tentang aksara namaNya yang menjadi bacaan. Ahad tidak
bisa diketahui sebab Ahad bukan pengetahuan. Ahad tidak bisa disebut karena
Ahad bukan penyebutan. Ahad tidak bisa ditulis sebab Ahad bukan penulisan.
Walam yulad juga berarti Ahad tidak dilahirkan dari aksara bacaan, dari
struktur pengetahuan, dari aksen penyebutan, dari huruf penulisan. Ahad tidak
melahirkan dan tidak dilahirkan (lamyalid wa lamyulad). Ahadiyah Ahad
(keesaan-esa) atau Ahad Ahadiyah (esa-keesaan) dalam sifat bermakna Ahad bukan
sifat, sehingga tidak bisa menyifati dan tidak bisa disifati. Sifat dalam
tingkat martabat Ahadiyah adalah esa dengan keesaan sifat. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar