CAHAYA SEGEDONG 14

 


CAHAYA SEGEDONG 14
MA'RIFAT

Oleh
Ma’ruf Zahran

Telah dinyatakan oleh Gurunda Syekh Haji Usman bin Melek bin Beddu Al-Muqaddas bahwa "salik atau murid yang telah diberi anugerah mengenal Allahuahad, akan menjadi pemimpin di muka bumi, minimal pemain dan bukan penonton di dunia panggung-sandiwara ini."  Beberapa telusur ayat-ayat Al-Quran yang kemudian telah membenarkan pernyataan guru bahwa orang-orang yang telah mengenal Ahad akan mendapat amanah dari  Allahuahad menjadi diri pemimpin, pengatur, pelatih,  pembimbing, pengarah, minimal sebagai diri pemain dan bukan sebagai diri penonton. Hal kepemimpinan sebagai janji Allahuahad termaktub pada kitab Zabur dan direka-ulang kembali oleh kitab Al-Quran yang hakikatnya sejati Al-Quran lebih dahulu daripada Taurat, Zabur dan Injil. Hal tersebut tajalli pada redaksi surah Al-Anbiya' (21) ayat 105: "Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur, setelah tertulis di dalam Adz-Dzikru (Al-Quran yang berada di Lauh Mahfudz), bahwa seluruh bumi pasti diwarisi oleh hamba-hambaKu yang saleh." Berdasarkan ayat di atas dan berdasarkan  kenyataan sejarah adalah keadaan pembukaan wilayah baru selalu dirintis, dibuka, ditanami tanah-tanahnya, dihujani buminya, disuburkan tanamannya oleh tangan-tangan ramah para nabi dan tangan-tangan sabar para wali.

Tangga beragama bertingkat-tingkat, ibarat turun dari langit ketujuh lalu menuju bumi seperti ayahnda Adam dan bunda Hawa. Walau mereka berdua sudah berada di surga Makwa disamping Sidratul-muntaha atau Sidratul-muntaha disisinya terdapat surga Makwa, disitulah Muhammad memandang Jibril dalam bentuknya yang asli pada area ufuk yang tinggi. Sudah bebas mereka di surga, sebab makan-minum serba boleh, kecuali satu. Terlebih buah khuldi jangan dimakan, sehingga pohon khuldi pun jangan didekati. Artinya jangan melakukan larangan sampai mendekati area larangan pun jangan, "siapa bermain di sekitar sumur, dikhawatirkan dia tercebur."

Hakikatnya, tidak ada satupun perbuatan hamba yang terjadi di muka bumi, baik di darat maupun di laut, dalam kegelapan malam dan dalam kecerahan siang, dalam buah, dalam biji pun dalam pengetahuan dan perbuatan Allah SWT. Adam, Hawa dan surga pun diliputi oleh perbuatanNya dengan ilmuNya yang maha luas. Sewaktu manusia berpendirian bahwa diri sendiri yang berbuat, pantas dia mengaku diri yang telah berbuat baik, diri yang salat, diri yang zakat, diri yang berpuasa, diri yang berhaji. Artinya telah kafir meniadakan Allah dan tidak berani (takut) menyaksikan bahwa Allahuahad yang berbuat berdasarkan firman: "Dan Allah yang menciptakanmu dan apa-apa yang kamu lakukan." (Ash-Shaffat:96).

Sumber ma'rifat diambil dari dua sumber yaitu Al-Quran dan Al-Hadits. Banyak ayat-ayat ma'rifat dalam firman Tuhan dan dalam sabda utusan. Adapun uraian ulama' dan auliya Allah SWT semuanya bersumber dari asal yang sama, sumber asli keduanya. Ma'rifatullah yang bersumber dari Ahad, dengan Ahad dan kembali lagi ke Ahad. Sebagai contoh sahabat Bilal bin Rabah dari Afrika yang dibinasakan oleh Penguasa, Pembesar, Petinggi, Pengusaha kota Mekah yaitu Umayyah bin Khalaf. Apa yang diucapkan oleh Bilal hanyalah kata Ahad, Ahad, Ahad, Ahad, Ahad, tetapi sangat agung, mulia, besar, tinggi, kuat dan luas meliputi. Agung karena Ahad pemilik kekuasaan (raja) yang jelas tidak terbatas (Al-Malikul haqqul mubin). Mulia karena Ahad tidak pernah terhina dan tidak pernah berbuat hina, Ahad adalah pemilik kemurahan, Ahad tempat meminta (ahadus-samad). Ahad maha besar (Al-Kabir) dalam arti Ahad yang maha tidak terhingga.

Gurunda Al-Muqaddas sudah menyampaikan pada Ahadiyah (keesaan) dalam seluruh tingkatan ma'rifatullah. Awal, tengah, akhir adalah sama, perjalanan menuju Ahadiyah dalam semua wadah serapan. Ada serapan JTA pada kesatuan tubuh jasmani dan badan rohani yang dipadukan titik alifNya semata hanya ALLAH yang ada, ALLAH maha pembela. PembelaanNya dalam nama An-Nashir (maha pembela). Tingkatan dasar ini harus meyakinkan bahwa ruh Muhammad yang ada pada jiwa sebatang-kara JTA jangan ragu lagi, Allah maha pembela. Seiring perjalanan (sulukiyah) JTA, JTA akan terus senantiasa memahami dan merasai getaran hati dengan asma-asmaNya yang lain. Sebab hati yang bersih (qalbun salim) ibarat gedung perpustakaan langit dan bumi sebagai wadah (prasarana) untuk menampung sarana namaNya yang berjumlah 99 nama yang mu'tabarah dan masih banyak lagi namaNya yang tersembunyi dalam diri Allahuahad.

JTA jangan terhenti (stagnansi) pada pandangan dzahir saat memandang langit adalah langit saja. JTA jangan terhenti saat memandang gunung adalah gunung saja. Saat memandang laut adalah laut saja. Langit telah bersyahadat (menyaksikan) kepada Allah sebagai Tuhan gunung dan telah bersyahadat (menyaksikan) kepada nur Muhammad sebagai utusan Tuhan berupa ruh alam semesta.

Artinya langit, gunung dan laut saling memandang dan saling merasakan betapa kuat tatapan kewibawaan Tuhan Pencipta, saling memandang dan merasakan betapa hebat kasih-sayang Rasulullah SAW sang maha guru. Keteraturan diantara mereka sebagai titisan sedikit dari cahaya (nur) Muhammad pada langit, gunung dan laut. Allah SWT telah titipkan kepada nur Muhammad berupa percikan tajalli dalam transfer (shibrah) atau celupan tajalli namaNya Al-Qawi (maha kuat) sehingga gunung menjadi kuat. Hakikatnya gunung itu mati (maut), lemah ('ajuz). Firman Tuhan sudah membuktikan bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk memikirkan "siapa yang disebalik penciptaan langit dan bumi?" Man khalaqassamawati wal ardha?

Sebaran ayat dalam surah Al-Qasas (28) banyak membicarakan tentang kedurhakaan penguasa yaitu Fir'aun dalam selamanya berstatus  thagha, tagha artinya kesombongan karena kuasa. Al-Qasas juga banyak mengisahkan Qarun dalam status dunia-akhirat sebagai bagha, bagha artinya kesombongan karena kaya. Surah Al-Ankabut (29) dalam sebaran ayat-ayatnya banyak menunjukkan kekafiran orang-orang Mekah dan juga perilaku orang munafik dalam beragama.

Sedang sebaran ayat pada surah Ar-Rum (30) banyak bersuara secara lisan dan tulisan tentang cara-cara beragama yang tulus. Urutan ketiga surah ini bila diamati dengan seksama akan menghasilkan ilmu ma'rifatullah berbasis Qurani ditingkat surah masing-masing. Sebab setiap surah mengandung inti surah dan mengandung lautan rasa (bahrul zauqi) ma'rifatullah bagi yang telah disampaikan pada ma'rifatullah. Namun sulit untuk dikisahkan kembali, setelah "memeluknya." Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN