CAHAYA SEGEDONG 15

 


CAHAYA SEGEDONG 15
SYUHUD

Oleh
Ma’ruf Zahran

Telah berkata guru kita, Al-Muqaddas bahwa setiap wali Allah SWT memiliki tugas, walau tugasnya bersifat diam. Sebab diamnya adalah dzikir. Proses untuk dapat menyaksikan tajalli Allah pada sesuatu bisa memakan waktu sangat lama, bisa juga sebentar, atau tidak dapat sama sekali. Mereka yang tidak dapat sama sekali adalah meyakini api panas, air basah, angin lembut, tanah liat. Dekat-jauh, kaya-miskin, tinggi-rendah, hina-mulia adalah pandangan (syuhud) nya sehari-hari, bisakah mereka beriman? Pandangan (syuhud) JTA wajib sejalan dengan pilihan pandangan empat sahabat besar dalam memandang tajalli Allah pada sesuatu.

Pilihlah satu diantara empat ini:

1. Aku tidak memandang sebelum sesuatu, kecuali Allah.
2. Aku tidak memandang setelah sesuatu, kecuali Allah.
3. Aku tidak memandang bersama sesuatu, kecuali Allah.
4. Aku tidak memandang didalam sesuatu, kecuali Allah.

Walau ada isyarat hakikat yang empat ini dalam kesaksian memandang (syuhud-musyahadah) bukan berarti Allah bertempat. Allah tidak bertempat, niscaya Allah maha meliputiku dan aku berada dalam liputan Allah. Allah maha menyaksikanku dan aku dalam penyaksian Allah. Allah maha mengetahuiku dan aku dalam pengetahuan Allah. Allah maha menghidupiku dan aku berada dalam kehidupan Allah. Allah maha menguasaiku dan aku berada dalam kekuasaan Allah. Allah maha menghendakiku, dan aku dalam kehendak Allah. Allah maha mendengarku, dan aku berada dalam pendengaran Allah. Allah maha melihatku, dan aku dalam penglihatan Allah. Allah maha berbicara, dan aku berada dalam pembicaraan Allah.

Kondisi yang tidak terpisah lagi berhakikat Allah sudah bersama dengan orang-orang yang sabar, syukur, ridha. Kondisi yang tidak terbelah lagi dengan hakikat bersama Allah bagi orang-orang yang berbuat baik (wallahu ma'al muhsinin). Setelah berani menyatakan Allah bersama orang-orang yang berbuat baik, lalu siapakah yang baik itu sebenarnya? Bukankah yang maha baik adalah Allah dalam seluruh nama, sifat dan perbuatanNya Al-Bar. Kemudian masih bisakah yang lain merasa baik atau diketahui sebagai baik? Jika ada dua yang baik, berartinya ada dua Tuhan yang baik. Seharusnya bahwa menyakini hanya Allah SWT yang baik dan sekaligus meniadakan yang lain sebagai konsekuensi sebuah pengakuan la ilaha illallah. Dalam konteks ini sesungguhnya kalimah la ilaha illallah dapat diartikan sesuai dengan namaNya maha baik adalah tidak ada Tuhan (yang maha baik) kecuali Allah. Bila ada manusia mengaku baik artinya ada dua yang baik, mungkinkah Tuhan bersekutu dengan hamba. Tetapi Allah yang baik harus dinyatakan dalam namaNya yang maha nyata dari segala yang nyata (Al-Mubin).

Jika ada dua Tuhan, maka pasti hancurlah alam semesta ini. Baik, benar indah, kuat adalah nama dan sifat Allah SWT. Nama dan sifat Allah sangat mustahil dimiliki manusia, tetapi Allah maha meliputi, maha mengetahui, maha melindungi. Wajib senantiasa diimani bahwa Allah maha baik (al-Bar) sering terhijab oleh kebaikan alam semesta yang datang dari manusia, malaikat, jin, hewan dan tumbuhan. Sebab terhijab (terdinding) manusia dari Allah, akibatnya ada manusia yang menyembah manusia dan telah telah meyakini bahwa manusia bisa memberi berkah. Ada manusia yang menyembah malaikat, ada manusia yang menyembah jin, ada manusia yang meyakini binatang tertentu bisa mendatangkan rahmat dan berkat dalam hidup mereka. Agama mereka yang meyakini kebaikan bersumber dari hewan disebut agama totem. Agama totem meyakini sapi sebagai Tuhan atau jelmaan Tuhan, meyakini kucing sebagai jelmaan malaikat. Dalam hal ini, kebaikan sapi dan kucing telah menghijab Allah SWT yang maha esa (Al-Ahad). Seperti kita kenal di India ada kuil tikus, kuil kucing.

Munculnya agama totem yang sekarang ini muncul  cukup menggejala adalah sikap beragama yang berlebihan (israf). Sebab cinta yang berlebihan kepada makhluk mengakibatkan manusia menyembah apa yang menjadi objek kecintaannya. Kemudian dirinya menjadi hamba pelayan bagi yang dicintainya, sedang mereka tidak sadar (wahum la yasy'urun). Orang yang masih mencintai berhala-berhala makhluk dan menyimpan nama-nama makhluk di dalam hatinya, sungguh sekarang dia telah terpenjara oleh wujud makhluk yang menguasai diri. Hakikat orang yang masih dikuasai makhluk merupakan hakikat diri yang belum lepas dari penjara alam dunia, belum merdeka sepenuhnya.

Gejala yang tampak hari ini adalah banyak manusia membangun kuil-kuil tempat ibadah Tuhan mereka, mereka menyatakan Tuhan bertempat dan Tuhan berkedudukan. Bagi orang awam istilah kuil, pura, gereja, masjid adalah nama sebuah tempat untuk menyembah Tuhan. Sebab Tuhan bertempat, dampak ikutannya adalah rumah Tuhan harus selalu diperbaiki dan diramaikan supaya Tuhan senang. Lalu kapan Tuhan senang dan kapan Tuhan susah? Kapan Tuhan ada di sini dan kapan Tuhan ada di sana? Pengaruh kejiwaan pada manusia adalah berkewajiban membuat Allah SWT senang, sejak kapan Allah SWT minta disenangkan, sejak kapan Allah minta dimenangkan, sejak kapan Allah berbahagia karena banyak umat yang menyembahNya, dan sejak kapan Allah sengsara karena banyak umat yang melanggar laranganNya. Paham beragama seperti ini telah menyamakan Tuhan dengan persepsi manusia yang disebut antropomorfisme atau mujassimah. Agama yang selalu menuntut penganutnya selalu berbuat baik, bukanlah agama fitrah. Sebab manusia dengan segala sifat yang beragam telah diakui melalui cahaya gerbang penyerahan diri total yaitu diri muslim. Menjadi muslim, supaya kamu tidak dituntut agama! Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN