CAHAYA SEGEDONG 16
CAHAYA SEGEDONG
16
ZIARAH
Oleh
Ma’ruf Zahran
Jum'at, 2 Mei 2023 sehabis salat Jum'at berangkat dengan motor
vario menuju Desa Sungai Kakap dalam jarak tempuh lebih kurang 25 menit dari
Kota Baru-Ampera. 25 menit itu langsung ke lokasi, walau setelah melewati jalan
Karya Tani (Parit Lintang) depan Polsek Kecamatan Sungai Kakap ada jalan
setapak. Dari jalan setapak menelusuri Parit Abdul Karim, kurang-lebih seratus
meter masuk ke semak-semak kebun kelapa, daun pisang, tumbuhan yang bebas
menjalar sampai rerumputan yang tumbuh dari tanah yang basah.
Kesan yang pertama muncul adalah betapa rendah hati sang Imam Besar
kami, Syekh Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah Karamatullah yang pernah
belajar dari guru-guru besar Mekah, Madinah, Mesir, Yaman, dan seantero dunia,
namun maqam (marqadina: tempat tidur beliau) tidak diketahui orang-orang banyak
(baik oleh mursyidin maupun oleh salikin) tentang Datuk Utama Syekh Abdul Karim
bin Daeng Palewo Rahimahullah Karamatullah guru besar dan orang tua dari Guru
Haji Ismail Mundu bin Syekh Daeng Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah
Karamatullah, keduanya adalah sosok jaringan ulama Kalimantan Barat, Sulawesi
Barat dan Sulawesi Selatan, bahkan murid-murid beliau bertebaran di Mekah,
Madinah, Mesir dan Yaman.
Menyimpan mutiara yang banyak orang lain tidak tahu, termasuk warga
Kalbar umumnya, warga KKR (Kabupaten Kubu Raya) khususnya, terlebih khusus
warga Kecamatan Sungai Kakap. Tentu sewajibnya tahu dan sewajibnya lagi membuat
akses "jalan yang nyaman" menuju mutiara yang awal sudah penulis
sampaikan. Mutiara tersebut adalah maqam waliyullah Syekh Abdul Karim bin Daeng
Palewo Rahimahullah Karamatullah. Tidak banyak yang tahu, bahkan ditanyakan
kepada penduduk tempatan, walau disitu telah tertulis jelas Surau Al-Karimah
(Parit Abdul Karim) disela-sela semak kaki melangkah. Pemandangan yang indah
(dzata bahjah) berisi pepohonan nyiur dengan daun yang melambai, pelepah, dan
buah hijau kelapa yang didalamnya berisi air. Lensa mata kita akan dominan
diisi oleh warna hijau, terasa damai, tenang. Kondisi kesenyapan yang dirasakan
penziarah (Ryan dan Ma'ruf) saat menuju lokasi ziarah, saat berziarah, lalu
saat akan pulang diantar oleh suara burung dan rintik-rintik air hujan.
Telusur Ahadiyah versi Syekh Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah
Karamatullah bersumber dari tanah air kehadiran agama Islam dari rahim
kelahiranNya, Mekah dengan 13 tahun mengajarkan Tauhidiyah Ahadiyah, Madinah
dengan 10 tahun mengajarkan Amaliyah Mu'amalah. Apa yang diajarkan oleh Datuk
Guru Besar Syekh Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah Karamatullah sangat
bersesuaian yang diajarkan oleh putera beliau, Guru Haji Ismail Mundu.
Kedatangan Syekh Daeng Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah Karamatullah
sangat membawa makna keberkahan, kedamaian sehingga masyarakat Desa Sungai
Kakap dan sekitarnya hidup berdampingan dengan damai, walau berbeda suku,
agama, bahasa dan latar belakang kehidupan, profesi dan pendidikan. Makna
Al-Wali Rahimahullah Karamatullah inilah yang belum dimengerti oleh orang-orang
awam. Sekira mereka mengetahui bahwa sesungguhnya telah terkubur jasad mulia
Waliyullah Murabbi Al-Mursyid billah Syekh Daeng Abdul Karim bin Daeng Palewo
Al-Wali Rabbani di Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap-KKR-Kalbar tentu
menjadi pencegah jiwa mereka untuk berbuat maksiat, baik muslim maupun non
muslim. Mengingat Waliyullah Murabbi billah Al-Mursyid ilallah adalah Moyang
kita semua, Datuk kita semua, Maha Guru kita semua, Guru besar Syekh Abdul Karim bin Daeng Palewo Karamatullah. Pembuka wilayah Kecamatan Kakap dan
sekitarnya, sehingga hidup secara berkedamaian, beranak-pinak dan
berkesejahteraan kaum pendatang (muhajirin) dan kaum tempatan (anshar) selama
berabad-abad lamanya.
Ilmu Datuk Syekh Abdul Karim bin Daeng Palewo Rahimahullah
Karamatullah telah sampai kepada Ahad. Bukan kepada diri (dzat) yang muhaddats
atau baharu. Bukan bergembira dengan dzat muhaddats keberhasilan prestasi yang
diraih, tetapi tanyakanlah: siapa yang memberi rasa kegembiraan sebab
keberhasilan. Bukankah kegembiraan dan keberhasilan adalah makhluk?
Allah yang maha hidup secara esa, adakah lagi yang bisa hidup
selain Dia. Dalam menghadiri ceramah atau tulisan ini terdapat tiga yang hidup
yaitu saya sebagai penulis, anda sebagai pembaca dan Tuhan sebagai ketiga yang
sedang dipelajari dalam tulisan ini. Sudah ada tiga Tuhan yang muncul, saya
(Tuhan pertama), anda (Tuhan kedua), Dia (Tuhan ketiga), ketiganya telah merasa
hidup, bukankah ini syirik (persekutuan) Tuhan-Tuhan yang jamak berbilang
(ta'addud), dan keadaan ini sangat bertentangan dengan Ilmu Tauhid.
Begitu dalam kesempatan (moment) belajar atau kuliah, atau dalam
seminar, banyak benar ilmu dan diri (dzat) berilmu yang dihadirkan. Semakin
banyak pembicara inti atau pembicara dari berbagai sumber perspektif sebenarnya
semakin kacau. Tinjauan hakikat sebenarnya, semakin sedikit pembicara
sebenarnya semakin teduh, semakin sendiri, semakin teduh. Pada banyak hal,
dimensi dan esensi syariat bertolak-belakang dengan hakikat. Misalnya, syariat
memandang sekarang, hakikat memandang ke depan.
Boleh dibayangkan betapa semakin jauh terlempar dari pusaran Tauhid
tatkala banyak pembicara yang tidak mentauhidkan Allah. Apalagi yang diseminari
tentang agama, semakin kacau alam pikiran dan alam perasaan peserta seminar
menyimak Pembicara 1,2,3,4, tambah lagi moderator yang ikut memberi komen,
selain komentator dari peserta online dan offline.
Ternyata manusia yang memaksakan diri, Tuhan sendiri tidak pernah
memaksakan diriNya. Perintah Tuhan jangan dianggap beban. Anggapan bahwa
perintah Tuhan adalah beban sungguh itu adalah keadaan jiwa yang belum
mengenalNya, masih ada aku-aku yang lain, aku-aku yang lain harus tunduk kepada
Allah, bukankah aku-aku yang mengaku adalah Allah yang menciptakan. Aku (Allah)
yang telah memberi izin kepada orang-orang yang salat. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar