AL-MUQADDAS 17
AL-MUQADDAS 17
NUR
Oleh
Ma’ruf Zahran
Kata an-nur dalam kitab suci Al-Quran dapat diartikan cahaya,
tetapi bukan cahaya lampu, bukan cahaya bulan, bukan cahaya matahari, bukan
cahaya malaikat. Dia berwujud non materi dengan cara meliputi yang datangnya
cahaya dari yang maha meliputi (Al- Muhith). Maha meliputi dan meliputi dalam
uraian adalah cahaya (nur) dan maha cahaya (An-Nur). An-Nur merupakan cahaya
Allah SWT dan nur adalah cahaya Muhammad Rasulullah SAW. Sebab cahaya Muhammad
Rasulullah adalah syahadat (kesaksian) Rasulullah SAW kepada Rabbul 'alamin,
selanjutnya disebut syahadat Tauhid. Sedangkan syahadat (kesaksian) Allah SWT
kepada kekasihNya, Muhammadur-rasulullah disebut syahadat Rasul. Umat muslim
bersyahadat kepada keduanya (syahadatain) adalah syahadat keesaan karena keduanya tidak terpisah, dari keyakinan syahadatain yang pada hakikatnya satu (wahhada,
yuwahhidu, tauhid). Dalam perkembangan sejarah theologi Islam kemudian tauhid
boleh dikatakan sebagai ilmu dalam struktur pengetahuan Islam yang terdiri
atas:
- Aqidah yang melahirkan ilmu tauhid.
- Syari'ah yang melahirkan ilmu fikih.
- Muamalah yang melahirkan ilmu akhlak.
Nur Muhammad berfungsi untuk menampung seluruh ilmu dan hikmah
ketiga pengetahuan tersebut. Sebab Nur Muhammad SAW adalah perwakilan Tuhan
yaitu Muhammad Rasul sebagai pembawa risalah, dan Muhammad Nabi sebagai pembawa
naba' (berita yang besar). Akibatnya, dari akal pertama (Tuhan) adalah
pengetahuan yang tidak mengenal permulaan, melainkan Dia sendiri adalah maha
permulaan (Al-Mubdi', Al-Badi', Al-Awwal) artinya maha mula dan memulai, maka
Dia berhak untuk mendahulukan daripada yang lain (Al-Muqaddim) dalam perkara
yang teramat agung yaitu pengutusan Nur Muhammad kepada seluruh alam semesta
sampai detik-detik terakhir yang paling penghabisan (Al-Akhir). Dia berhak
untuk mengakhirkan wafat kekasihNya dalam kajian ma'rifat adalah Nur Muhammad
yang diakhirkan Tuhan cahayanya (Al-Muakhkhir) dan Tuhan menerima pengembalian
tersebut dengan baik (Al-Mubdi').
Mempercakapkan kondisi akal, minimal secara garis besar terwujud
pembagiannya kepada tiga eksistensi, eksistensial tersebut adalah:
- Akal pertama (Tuhan) yang bersifat mutlak.
- Akal Nur Muhammad yang bersifat relatif.
- Akal alam semesta yang bersifat relatif.
Tiga tingkatan dalam penulisan tadi menunjukkan terdapat arah
(indikator/qarinah) tiga kualitas akal.
Mata rantai (link) tersebut sebenarnya esa yang berasal dari diri
Tuhan (ego Tuhan), diri Muhammad (ego Muhammad), diri umat (ego umat).
Ketiganya berdiri sendiri tetapi saling berpautan (sistemik) satu dengan yang lain.
Misal dalam hamdalah (keterpujian) telah melihat ketiga unsur diri, Allah,
Muhammad, umat.
Dalam arti saling memuji, Tuhan memuji kepada Muhammad, Muhammad
memuji kepada umat, umat memuji kepada Muhammad, Muhammad memuji kepada Tuhan,
dalam firman Dia sebutkan: Dan untuk Allah keagungan ('izzah), dan untuk
RasulNya dan untuk orang-orang yang beriman (walillahil 'izzah, walirasulihi
walil-mukminin). Dalam Hadits riwayat imam Ahmad disebutkan:
"Addinun-nashihah, qulna liman? Lillahi walirasulihi walil mukminin"
yang artinya: Agama itu nasehat, ditanya untuk siapa? Untuk Allah, RasulNya dan
kaum muslimin.
Ruh yang telah berpisah dengan jasad dinamai mati, ketika mati
sebenarnya telah semakin memantapkan do'a dalam dua keadaan:
- Keadaan orang-orang taqwa ketika wafat didoakan, maka semakin menambah kebaikan padanya, sebab do'a yang dipanjatkan senyawa dengan kebaikan. Do'a menjadi rahmat ilmu dan amal. Ilmu agama berfungsi sebagai landasan untuk take up (terbang) dan sebagai landasan untuk landing (mendarat). Ruh yang berilmu lebih tinggi dari sekedar beramal tanpa ilmu. Berkesesuaian (munasabah) do'a dan ilmu seperti dua saudara kembar. Ilmu adalah cahaya (nur) dan kehidupan Islam (al-'ilmu hayatul Islam). Sebaliknya, kebodohan adalah musuh Islam dan kebodohan merupakan saudara kembar kekafiran. Bagaimana tersampaikan doa, jika ruh menolak karena belum berilmu dan tidak berpengetahuan tentang Allah SWT. Dimanakah dermaga do'a tempat bertolak, dan dimanakah dermaga do'a tempat bertambat bila mata hati buta tanpa ilmu dan telinga hati tersumbat karena ada tutupan kebodohan (wafi 'adzanihim waqra).
- Do'a bahkan dapat menjadi adzab bagi arwah orang-orang dzalim yang dalam keseharian hidup mereka mendustakan ayat-ayat Allah, menghalangi manusia dari jalanNya, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal serta keadaan mereka yang jauh dari jalan petunjuk. Do'a dari orang yang hidup kepada orang-orang dzalim adalah sia-sia, hanya akan semakin menambah parahnya siksa. Dan tiadalah do'a untuk arwah orang-orang yang dzalim lagi kafir kecuali kesesatan untuknya. Carilah keridhaan Allah dengan ilmu, iman, islam dan amal ihsan sendiri selagi masih hidup. Ketika sudah mati, jangan berharap do'a orang yang hidup, kebanyakan dari mereka berdo'a dengan main-main.
Alamat do'a yang jelas serta sesuai dengan si penerima do'a,
sampailah do'a yang dimaksud (maqbul).
Sebaliknya, alamat do'a yang salah dan keliru pula yang menerima,
pastilah do'a tidak sampai alias tertolak (mardud). Jangan salah alamat kepada arwah mana (?)
do'a ditujukan? Arwah yang berkualitas
baik atau buruk? Disini dimensi ruh yang mengerti, bukan dimensi jasad. Sebab
tempatnya pun sudah berbeda. Ruh orang-orang baik (abrar) dikumpulkan di
'Illiyyin, sebuah tempat di atas langit ke tujuh, disamping surga Makwa. Adapun
ruh orang-orang jahat (fujjar) dikumpulkan di Sijjin, sebuah tempat di bawah
bumi ke tujuh, bahkan didasarnya, disampingnya terdapat neraka Jahannam dengan
kawah-kawah berapi yang sangat panas (nara asyaddu harra).
Keadaan ruh yang bercahaya adalah ruh yang mengenal Allah dan
RasulNya, ruh yang bercahaya dapat membaca niat baik dan niat buruk orang lain
berlandaskan ilhamul 'Alim, ruh yang bercahaya bisa menepis kekuatan jahat
dengan ilhamul Qahhar yang Dia berikan, ruh yang bercahaya bisa memenangkan
perang dengan ilhamul Jabbar. Dengan bahasa ilham adalah Allah SWT yang
berkomunikasi dengan ruh yang telah disucikan (ruhul muqaddas). Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar