MAKTABAH SIRRIYAH 14

    

MAKTABAH SIRRIYAH 14
MA'RIFAT PERTENGAHAN
(AL-JAM'U)

Oleh
Ma’ruf Zahran

Al-Wustha atau pertengahan mengandung arah posisi istilah tingkat antara permulaan dan penghabisan. Dalam mempercakapkan ma'rifatullah al-wustha atau al-washatiyyah adalah antara ma'rifat bidayah yang berpolarisasi diri yang sudah dekat kepada Allah SWT dengan ma'rifat nihayah yang sudah tidak terpolarisasi. Adapun ditingkat ma'rifat pertengahan seorang arif billah sudah bersama Allah SWT, tidak lagi sekedar sangat dekat.

Para arif billah banyak terhenti pada sebab pertengahan, karena memandang kehebatan takbir, tasbih, tahmid, tahlil. Derajat ma'rifat pertengahan (washatiyyah) bereksistensi pada wahdaniyyah asma dan sifat rububiyyah. Tataran (tahap) pengenalan pada asma (nama), sifat (karakter), dzat (diri/ego) Tuhan. Terbitnya ma'rifat ini tersebab karena keseringan "berdua." Maksudku "berdua" disini adalah telah bersama Allah-Muhammad, Muhammad-Allah, sampai-sampai terkadang akan sangat sulit membedakan keduanya. Ma'rifatullah al-wustha telah mengambil corak al-jam'u.

Corak al-jam'u adalah menghimpun Allah dalam sifat ma'ani ke dalam sifat ma'nawiyah Muhammad, yaitu ma'ani hayat milik Allah. Hayat  yang menjadi milik Allah kemudian dihidupkan pada diri insan kamil-mukammil Muhammad yang disebut hayyun. Sifat hayyun sebagai nama sifat ma'nawiyah yang artinya penyifatan yang datang dari Allah SWT turun kepada ruhul a'la, ruhul karim Muhammad. Muhammad yang terdampak sifat ma'ani Allah Al-Hayat, berakibat menjadi Muhammad Hayyun  (Muhammad yang diberi kehidupan). Sehingga hidup diri insan (adam) yang sedang hidup adalah hakikat diri Muhammad dalam kapasitas hakikat wujud Muhammad dan ma'rifat diri Muhammad dalam kapasitas nur. Dalam kajian tingkat ma'rifat kedua ini, bila akan wafat hakikat wujud dan hakikat nur Muhammad mulai dikurangi dalam diri. Kenalilah itu!!! Wahai sahabat yang sudah duduk pada ma'rifatullah!!!

Insan kamil-mukammil (sempurna-disempurnakan)  adalah proses turun dari maha sumber kesempurnaan yang tidak ada satupun sebutan yang pantas untuk kesempurnaan puji untukNya, Al-Ahad. Al-Ahad adalah ALLAH yang menjadi nama dan sifat pada ruh pertama (sayyidi abati, sayyidi Rasullulah) adalah ayahnda rohani Ahmad  Ruhullah, Kalamullah, Rasulullah shahibul ayati was-suwar menitipkan kepada Ruh batin alam (batin insan). Titipan yang bernama sifat ilmu yang masih dalam sifat ma'ani.  Dari ruh batin insan kepada dzahir insan, kenyataannya pada otak dan ubun-ubun (portallube). Ubun-ubun (portallube) sebagai pertimbangan akal yang terakhir untuk melakukan sesuatu, seperti jujur atau korupsi?

Al-Jam'u sebagai jalan para arifin billah pertengahan, maksudnya: Muhammad bisa berkalam-kalam dengan Tuhannya. Dua keberadaan yang berbeda, tapi saling melapangkan dan meninggikan (Al-Mujadalah:11). Pada ma'rifat posisi pertengahan artinya Muhammad masih bisa mengomentari Allah, sebab sifat bisa mengomentari Allah adalah sifat makhluk. Artinya masih ada dua sifat,   Muhammad mengomentari Allah. Namun sudah keadaan bersama, ma'iyyatullah. Sehingga fungsi Muhammad adalah:

  1. Muhammad membayankan (menjelaskan) tentang Allah.
  2. Muhammad memburhankan (menerangkan) tentang Allah.
  3. Muhammad mengirfankan (mengenalkan) tentang Allah.

Lagi-lagi pengulangan pembahasan empat nama utama Rububiyyah (Jalal, Jamal, Kamal, Qahhar) penting untuk membayankan nama Allah  SWT adalah Muhammad insan kamil-mukammil sebagai mubayyin (sang penjelas). Sehingga salawat Tauhidiyah Ahadiyah diantaranya adalah: Shallallahu 'ala Muhammadin sirrullah (salawat/senantiasa keterhubungan kami kepada Muhammad rahasia Allah). Muhammad rahasia Allah inilah sehingga Muhammad diberi mandat sebagai mubayyin (sang penjelas tentang Allah) dalam asma Muhammad mengandung asma Allah Al-Kafi. Salam hangat dan salawat hormat kepada Muhammad sebagai representasi (perwakilan yang sah) tentang wujud Allah (shallallahu 'ala Muhammadin wujudullah). Allah SWT yang maha nyata (Adz-Dzahir) pada wujud Muhammad Dzahir. Muhammad sudah menjadi kenyataan Allah (madzharullah). Idzhar (nyata, jelas, terang), bukan lagi ikhfa' (samar). Idzhar bukan lagi dengung (ghunnah), idzhar bukan lagi tersembunyi (iqlab). Semua hukum bacaan menunjuk kepada kejelasan Muhammad, Muhammad menjadi pengurai (mufassir) tentang Allah Al-Jalali wal-ikram.

Artinya yang maha batin menggerakkan yang dzahir dari kenyataan sang maha batin. Sampai kepada pemahaman bahwa kenyataan yang batin dan kenyataan yang dzahir adalah kenyataan Tuhan yang maha esa. Kenyataan dzahir adalah Muhammad bin Abdullah, sedang kenyataan batin adalah Muhammad Nurullah. Sama juga istilah yang sering kali disebut bahwa hakikat senantiasa mendahului syariat. Syariat adalah sifat Muhammad bin Abdullah sebagai haqqullah (Muhammad sebagai kebenaran Allah). Apabila disebut Muhammad Ruhullah dalam kapasitas sayyidi Rasulullah selaku sirrullah (rahasia Allah). Makna Ahad adalah hakikat batin di dalam kebenaran batin rahasia Allah (Muhammad fi haqqi sirrullah). Sedang rahasia Allah yang terdapat pada diri Muhammad pasti benar (fi sirrillahil-haq). Namun, baik syariat maupun hakikat adalah kenyataan wujud tunggal (Ahad). Bagi umat yang telah meyakini konsep Tauhidiyah Ahadiyah berbahagialah, sebab salawat dan salam atas Nabi Muhammad menjadi cahaya diriku (diri insan yang telah hancur pada diri Muhammad),  rahasiaku (rahasia diri insan yang telah fana di dalam rahasia diri Muhammad). Dalam rahasia sifatku (insan yang telah berganti Muhammad) dan di dalam semua hakikat dari nama-nama, sifat, perbuatan dan diri syariat.

Ma'iyyatullah (bersama Allah) dalam syuhudiyah (pandangan batin-hakikat)  berada pada posisi kaedah: "syuhudul wahdah fil kasrah." Salam dan salawat yang lebih bersifat amaliyah dzikir adalah bermanfaat, berkegunaan, berhikmah dan bertujuan untuk salam kepada nur (cahaya) diri yang batin sehingga memancar pada diri yang dzahir berupa adabul-husna (adab-adab yang baik).

Verifikasi amal terakhir (cap) terdapat pada kening JTA atau yang sehaluan dengan Tauhidiyah Ahadiyah tertulis basah: THAHA. THAHA ini bisa tersampaikan apabila telah mengenal MIM, HA, MIM, DAL (MUHAMMAD). Cap  THAHA inilah yang diterima oleh AHAD. Ahad menerima Thaha sayyidi Muhammad Rasulullah dan menerima umat Thaha sayyidi Muhammad Rasulullah bi syafa'ati Rasulullah (dengan pertolongan utusan Allah).

Pemberkatan akhir (final) apabila yang datang kepada Allah Ahad adalah sifat tujuh yang diberikanNya kepada Muhammad, habibullah. Bukan amal si A,   si B, si C. Ahad tidak menerima salat si A, si B, si C tapi amal Muhammad yang kita kerjakan setiap detik-detikNya, menit-menitNya, amaliyah Muhammad. Amaliyah Muhammad  yang berada pada semua tingkatan, tingkatan amal syariat Muhammad, amal hakikat Muhammad, amal ma'rifat Muhammad yang dikerjakan dalam dzikir jasad, dzikir qalbi, ruhi dan nuri mudawwamah, istiqamah. Seluruh jalan Muhammad (manhaji Muhammadi) adalah jalan keselamatan berupa pengantaran kepada amaliyah sifat tujuh yang mengangkat ke martabat alam tujuh yang Dia (Ahad) terima.  Berupa pintu penerimaan amal dari dan untuk Allah. Media (wasilah) pintu penerimaan amal (babul qabul 'amal) hanya ada satu, bahkan satu-satunya pintu. Pintu yang dimaksud adalah pintu Muhammad (babu Muhammad). Salam dan salawat Muhammad merupakan wasilah dan proses cara berkesampaian (tawassul) yang tercepat untuk menuju Allah, tawassul yang dimaksud adalah:

  1. Dari ilmu muhammad kepada ilmullah.
  2. Dari hayata muhammad kepada hayatullah.
  3. Dari qudrat muhammad kepada qudratullah.
  4. Dari iradat muhammad kepada iradatullah.
  5. Dari sami' Muhammad kepada sami'allah.
  6. Dari bashir Muhammad kepada bashirullah.
  7. Dari kalam muhammad kepada kalamullah.

Tujuh jalan rahasia telah dibentangkan, telah diamalkan oleh semua wali-wali Allah dalam seluruh jenjang ahlu haqiqah (muhaqqiq) dan seluruh jalan salik billah serta arif billah. Terutama waliyullah di tingkat yang kedua ini (al-jam'u). Al-Jam'u tiada bukan, kecuali menuju tingkat tertinggi (puncak) dari ma'rifat yang penghabisan, namun tiada berkesudahan (ma'rifat 'ulya an-nihayah).

K.H. Muhammad Bachiet (Lahir:Barabai, Kalimantan Selatan, 1 Januari 1966) berujar: "Capaian arif billah di tingkat kedua ini sudah sangat menggembirakan, capaian yang telah bersama dengan Allah (derajat Al-Jam'u). Rasa nikmat yang sudah bagus, sehingga arif billah membaguskan amali, adabi dan budi pekertinya. Umpamanya, sudah mendapatkan bintang tamu yang bercahaya. Lagi mendapatkan mahkota raja pengenalan bersama Allah (tajul mulki 'arifuna billah) tingkat ma'rifat yang selalu bersama Allah dan tidak terpisah lagi denganNya."

Bedanya, mahkota raja di dunia bisa hilang, bisa rusak, bisa lupa dan bisa copot, paling lama bertahan semasa raja bertahta. Saat sang raja mangkat, wafat juga gelar mahkota dan gelar paduka raja seiring ajal. Namun bagi arif billah, mahkota, istana dan surga ma'rifat di dunia adalah kekal, sebagian qaul (pendapat) mengatakan: "Nikmat bagi 'arifina billah (kaum arifin) adalah surga dunia yang bernama ma'rifatullah, sehingga mereka tidak menginginkan lagi surga di akhirat." Sebagian qaul (pendapat) mengatakan: "Hidup dan mati arif billah telah merasakan rasa nikmat bersama Allah Al-Karim, sehingga tidak ingin lagi bersama yang lain."

Demikian catatan sederhana, ibarat catatan kaki di bumi yang ingin berjalan di langit pertama, bersama Allah (arif billah) menanjak langit demi langit biqudratillah, bi-iradatillah, bimasya-illah. Dengan sebanyak ilmu Allah (bi 'adadi ilmillah),  mengetuk pintu langitNya. Al-Faqir ma'ruf billah, ma'ruf  yang la haula illa billah, ma'ruf yang la quwwata illa billah, masya Allah, semua kuasa dan kehendakNya, secuil naskah disajikan dari restoran rohani kedamaian dan ketenangan Tuhan. Dari sekali mengenalNya, akan senantiasa mengenalNya, dari sekali bersamaNya, akan senantiasa bersamaNya, dari sekali mencintaiNya, abadi cintaNya. Wallahu a'lam.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN