AL-MAKKIYAH 6
Al-Makkiyah 6
TANYAKAN KEPADA
RUMPUT YANG BERGOYANG
Oleh
Ma’ruf Zahran
Sebab iblis senantiasa berkeinginan supaya manusia meniru sifatnya,
sifat iblis tidak ada yang baik. Kalau pun kelihatannya baik, sifatnya pasti
menipu. Masuk pada pusaran polemik merupakan alat pancing bagi Iblis, baik di
sungai syariat maupun di sungai hakikat. Artinya, dunia bisa dicari dengan cara
yang halal, sebagaimana akhirat pun wajib dicari dengan cara yang halal. Dalam
ma'rifatullah bukan syariat yang dicari, dan bukan hakikat yang dicari. Namun
dari perjalanan sepanjang pengalaman hidup telah bertemu ataukah belum
dengan-Nya? Sang maha pencipta! Itulah tugas berat, tetapi wajib dicari!!
Setelah dicari adalah wajib ditemukan, setelah ditemukan wajib dipercayai,
setelah dipercayai wajib berakhlak dengan-Nya. Berakhlak dengan-Nya bisa
menempuh jarak waktu puluhan tahun usia. Sebab wajib ditempuh, maka wajib
dijalani sampai kapan yang tiada seorang pun tahu diantara ciptaan-Nya baik di
langit maupun di bumi. Sesudah berakhlak
dengan-Nya, lalu senantiasa saling dipandangi dan saling memandangi. Sebab
sekali Dia memandang kepada hamba, selamanya
Dia memandang hamba itu, meski bagaimana pun keadaan hamba tersebut
dalam taat dan maksiyat, dalam nikmat dan bala'. Maksudnya selalulah berdoa
untuk sekali pandangan cinta Allahu Subhanahu wa Ta'ala selamanya Dia cinta.
Sekali tatapan rahmat, selamanya hamba beruntung tersebut ditatap dengan
rahmat-Nya. Dan kami bermohon jangan Engkau tatap kami dengan kemurkaan dan
kemarahan-Mu.
Ada dua entitas aktual dan esensi dari faktual yang akan selalu
diupayakan untuk dihijab oleh Iblis yaitu Allah dan Muhammad. Sebab Iblis tidak
bisa menggapai Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu ketersembunyian diri-Nya
Al-Bathin. Iblis hanya terhenti pada ilmu, sedang Tuhan di atas ilmu, bahkan Dia
sendiri bukan ilmu, melainkan Dia adalah Allahu Ahad. Ahad adalah isim nakirah
(nama yang selamanya tidak bisa diketahui). Sementara Iblis telah mengklaim
bahwa dirinya yang paling mengetahui tentang Tuhan dalam namaNya. Hakikatnya,
proses (tahap-tahap) mengenal Allahu Subhanahu wa Ta'ala melalui jalan (suluk)
dari tidak tahu, menjadi tahu, kembali tidak tahu tentang Dia setelah
mengetahui bahwa Dia bukan sekedar nama yang dinamakan, bukan sifat yang
disifatkan, namun Dia berbeda dengan segala bentuk yang bisa dinamai dan
disifati. Artinya seseorang telah berhasil untuk bisa kembali kepada asalnya,
sesungguhnya diri jasmani dan diri rohani tidak ada hak sedikitpun terhadap
titipan dari-Nya, hatta nyawa sekali pun. Insan yang demikian sudah sadar
dengan berkesadaran penuh bahwa dia hidup dihidupkan, dia tahu karena
diberitahu. Dia berkuasa karena dikuasakan Tuhan, demikian pula berkehendak,
mendengar, melihat dan berkalam, demikian yang dikaji dalam tujuh sifat
maknawiyah.
Hijab syariat akan semakin membuat seseorang lari dari sumber
kebenaran tatkala kebenaran dilogikakan. Suatu ketika akal sehat ingin menjadi
Tuhan melalui alat yang paling tepat yaitu jalan ilmu. Pada jalan ilmu banyak
orang yang tersesat, dikira sudah sampai kepada Tuhan, padahal baru diperjalanan.
Bagaimana orang yang berada dalam kondisi diperjalanan? Tentu lelah dan
melelahkan, payah dan memayahkan! Sebab berjalan sambil memikul beban berat.
Apakah beban berat yang dimaksud dalam tulisan ini? Ilmu, ilmu selain dia dapat
menghijab Allahu Subhanahu wa Ta'ala, dan ilmu juga beban bagi siapa yang sudah
memantapkan diri dalam berilmu. Hijab dan beban syariat juga terdapat pada
kekayaan, kekayaan yang dikumpulkan akan memberi tuntutan kepada yang
menguasainya. Sehingga keadaan yang dapat berbalik arah yaitu menjadi tuan
harta atau menjadi budak harta, keduanya adalah beban mental.
Kurang mengoreksi diri berakibat banyak mengoreksi orang lain. Lagi
pula, ketaatan adalah bentuk tipuan samar sebagai beban sosial yang nyata bagi penyandangnya. Dengan taat yang
disandang sudah memenjarakan dirinya untuk tidak bergaul, kecuali dengan yang
selevel taat. Menyandang gelar alim sehingga menjadi pembatas dalam kesediaan
menyimak suara rintihan hati orang-orang yang jahil tentang-Nya. Namun
bersyukur bahwa hati adalah milik Allahu Subhanahu wa Ta'ala, bukan milik
tuan-majikan yang mempekerjakan kuli-buruh. Hati bukan milik atasan yang selalu
memerintah kepada bawahan. Pergaulan internasional yang selalu memantaskan diri
dalam ajang keilmuan yang bersertifikat, bukankah memenjarakan diri yaitu sibuk
mengejar popularitas yang berstandar, namun tidak ada kata final. Demikian pula
taat yang ingin dipuaskan, selamanya tidak akan pernah merasakan puas dalam
taat, sebab taat adalah makhluk duniawi.
Jeratan taat adalah jeratan yang paling kuat dikarenakan sitaat
berada pada situs kesucian ibarat kawasan Mekkah, Madinah, Arafah dan Aqsha
Al-Muqaddasah. Tipuan taat sudah berada pada lingkar musibah yang bersifat
halus, samar dan licin godaannya. Anehnya sekarang, manusia banyak mengejar
zona yang licin ini. Bila tidak hati-hati, hati tergelincir menuhankan jin
putih yang bernama taat. Demikian pula, sungguh ilmu telah memasung diri, ilmu
yang tidak lagi menjadi hidayah, melainkan ilmu yang sudah menjadi berhala.
Artinya bukan diri yang memerintah ilmu, tetapi ilmu yang memerintah diri.
Ironis bagi diri yang belum merdeka, sebab dikarantina oleh isolasi ilmu. Dalam
hal ini, Ebit G. Ade (penyanyi kondang dekade 1970-an) menyanyikan lagu:
" ... coba tanyakan kepada rumput
yang bergoyang ... ???"
Hijab syariat sama berbahaya dengan hijab hakikat. Sebab ujian
hijab hakikat mendahului ujian hijab syariat. Oleh sebab itu, orang yang sudah
sampai kepada arif-kamil adalah:
- Tiada buruk sangka, kecuali hanya baik sangka.
- Tidak diboncengi oleh kepentingan taat, kecuali murni taat-lillahi ta'ala.
- Memandang manusia dalam kesetaraan nilai di mata Allahu Subhanahu wa Ta'ala, begitulah cara mukmin arif-kamil diajarkan memandang. Serta penilaian takwa hanya berada di sisi Allahu Subhanahu wa Ta'ala, bukan di sisi makhluk.
Demikian pola umum dari akhlak/tasawuf sebagai dua rambu yang
selalu diikuti. Pabila yang tampak dimensi ruang, waktu dan keadaan akhlak yang
bersyariat. Pada hakikatnya bersumber dari tasawuf yang berpondasi batin akhlak
yaitu taubat, syukur, sabar, ridha, tawakkal, khauf, raja', tawadhu', mahabbah,
zuhud, wara', dzikir maut.
Kemudian ranjau dan jebakan Iblis kedua adalah menghalangi Nur
Muhammad untuk tersampaikan kepada umat.
Pabila Iblis gagal menghalangi tersampainya cahaya Allahu Subhanahu wa
Ta'ala. Selanjutnya, Iblis dan persekutuannya pasti menghalangi umat dari Nur
Muhammad SAW. Nur Muhammad SAW itulah nama dan sifat Allahu Subhanahu wa Ta'ala
yang menjadi ruh (esensi) keempat cahaya sifat kerasulan yang utama. Nur
shiddiq, nur amanah, nur tabligh, nur fatanah. Nur Muhammad adalah musuh utama
Iblis. Sebab Iblis ingin merebut Nur Muhammad yang berasal dari Nurullah. Pola
ini dilancarkan kepada ahli-ahli taat supaya mereka jangan rendah hati, walau
kepada Adam yang baru diciptakan kemarin sore. Namun Tuhan menyuruh seluruh
malaikat untuk sujud penghormatan kepadanya. Seluruh malaikat bersujud, kecuali
Iblis. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar