AL-QUDS 18
AL-QUDS 18
MENCARI
KRITERIA FIGUR PEMIMPIN
Oleh
Ma’ruf Zahran
JELANG tahun 2024 banyak massa yang mengapung atau mengambang
(floating mass), terutama pemilih pemula dalam pemilu, disarankan memiliki
standar saat menentukan pilihan. Sebab satu suara yang sangat berharga (one man
one vote). Opini kali ini menawarkan kriteria umum memilih figur pemimpin yang
dapat diterima oleh semua kalangan dan para pihak. Maksudnya, tenang dan
ketenangan itu penting, saat Pancasila kehadiran-nya yang dijadikan panutan
seluruh rakyat Indonesia. Sama artinya menentukan kriteria cerdas memilih
pemimpin baik formal maupun non formal. Artinya pilihlah pemimpin yang
berkarakter Pancasilais. Kriteria tersebut karena Pancasila adalah landasan
ideologi, dan UUD 1945 adalah landasan konstitusi dalam berbangsa dan
bernegara, NKRI. Amanah keduanya memuat nilai-nilai ajaran luhur bahwa
kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Perlu disadari bahwa pemilu tahun 2024 yang sejenak lagi digelar,
bukan sekedar persoalan politik dan dampak
kawasan Indonesia saja, dari
Sabang sampai Merauke (2024-2029). Namun juga dalam pantauan dunia
internasional dan dampak global. Keterkaitan dan ketergantungan antar negara
dalam kawasan regional dan global awal dari perjanjian bagi keberlanjutan dan
ketersinambungan kerja sama bilateral dan multilateral dalam geo politik dan
ekonomi. Landasan menjunjung tinggi asas demokrasi wajib semakin diperkuat.
Jujur, adil, amanah, bebas dan rahasia memastikan terlaksana. Bukankah pemilu
jaminan dari rakyat untuk rakyat, rakyat sedarah dan setanah air yang
menginginkan keamanan dan kesejahteraan. Jangan sampai terjadi intervensi pihak
asing yang berniat merusak Pancasila.
Merusak ketuhanan yang mahaesa. Merusak kemanusiaan yang adil dan beradab.
Merusak persatuan Indonesia. Merusak kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Merusak keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Bila pemilu ditilik dari Pancasila terdapat pada sila yang
ke-empat. Sejak dahulu, bangsa Indonesia sudah diajarkan bahwa sila-sila dalam
Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (sistemik). Pemilu
juga dalam rangka merawat Indonesia yang sudah berusia 78 tahun, bermaksud sama
dengan mengawal cita-cita luhur bangsa Indonesia yang merdeka (1945). Jangan
sampai pemilu 2024 tercorengi oleh perilaku oknum yang tidak Pancasilais. Oknum
dengan perbuatan tidak berketuhanan yang maha esa, tidak berkemanusiaan yang
adil dan beradab, tidak menjunjung tinggi persatuan Indonesia, tidak
berlandaskan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, tidak berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sebagai bangsa yang telah lulus melewati masa-masa uji-kritisnya
(1945-1949) dan dalam usia 78 tahun sejak hari lahir kemerdekaan-nya, serta
telah berkali-kali melakukan pemilu, jadikan pemilu tahun 2024 sebagai
algoritma jurdil (jujur dan adil). Jurdil akan mengundang sifat baik seperti
menjalani proses pemilu dengan sangat terpercaya (integritas), dapat
dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), sesuai prosedur (kapabilitas),
menjunjung tinggi aturan pemilu (sportifitas), perhitungan suara yang tepat
serta tidak terdapat manipulasi (validitas), bekerja sesuai bidang penugasan
pemilu (profesionalitas). Nilai mulia yang dikandung dalam pemilu inilah sebuah
upaya mengedukasi rakyat berpolitik. Sebab pemilu sebagai saluran yang sah
untuk berpolitik praktis. Kecuali itu, pemilu juga menggambarkan hati nurani
rakyat dan menggambarkan tingkat kepahaman mereka tentang kriteria calon
pemimpin yang akan dipilih. Selain sebagai seorang Pancasilais, pemimpin juga
mengikuti sifat mulia para rasul.
1. Shiddiq
(jujur).
Di kalangan masyarakat, jujur sudah merupakan barang langka,
terutama jujur dalam menepati janji dan jujur dalam amanah tanggungjawab
tentang jiwa dengan jiwa, dan menepati kejujuran dalam harta. Ada yang tetap
istiqamah dalam menepati janji, namun secara kuantitatif sedikit. Padahal pilar
pertama ketahanan dan kemajuan suatu bangsa adalah kejujuran bangsa itu
sendiri.
Kejujuran adalah modal dasar untuk perbaikan, karakter jujur
mendidik insan untuk memperbaiki dirinya. Dalam kapasitas sebagai bangsa hanya
bangsa yang jujur yang mau maju. Artinya rakyat harus jujur dengan dirinya
sendiri, karakter jujur bukan bentuk kelemahan diri, melainkan kekuatan diri.
Diri yang kuat ketika memandang dirinya berupa kelemahan, kelebihan, harapan,
peluang dan tantangan. Dari masyarakat data yang akan diberikan lurah kepada
camat, camat kepada wali kota, wali kota kepada gubernur, menteri, sampai
presiden adalah data yang jujur, bukan data yang manipulatif. Dengan jujur,
rakyat dan pemerintah akan selalu belajar, dan belajar seterusnya tiada henti
dan menimba pengalaman tiada jeda. Bangsa yang kuat bukan bangsa yang berhenti
belajar, melainkan belajar sudah menjadi icon berbangsa dan karakter bernegara.
Semboyan tingkatkan SDM merupakan masa depan bangsa Indonesia, generasi emas
yang gemilang (2045), seabad Indonesia kita.
Trias-politika dalam domain eksekutif, legislatif dan yudikatif
kita, kita merindukan sosok Umar bin Khattab yang adil dalam memerintah dan
mengutamakan kesejahteraan (makan dan minum rakyat yang bergizi). Kesehatan yang diinginkan rakyat secara mendasar (dharuriyat), bahkan menjadi kebutuhan yang mendesak
adalah makanan dan minuman yang bernutrisi, bergizi dan harganya murah. Mungkin
60 % rakyat Indonesia berada di bawah dibawah garis kemiskinan, 30 %
berkategori miskin, dan mungkin hanya 10 % yang menikmati kekayaan. Bersilewerannya
mobil-mobil mewah belum menunjukkan angka kemakmuran, mungkin hanya leasing atau
dalam agunan bank. Malu apabila pemimpin bercermin kepada Umar bin Abdul Aziz
yang hanya dua tahun memerintah (108-110) telah mampu meniadakan orang-orang
miskin, sehingga zakat untuk golongan fakir dan miskin tidak ada, rakyat sudah
tergolong masyarakat sangat sejahtera.
2. Amanah
(dapat dipercaya).
Press mendapat mandat untuk mengawal amanah rakyat, selain lembaga
pemerintah dan non pemerintah seperti LSM. Amanah dalam arti dapat dipercaya
sebab sistem pemerintahan berada di tangan rakyat (demokrasi) melalui
permusyawaratan perwakilan. MPR/DPR/dan lembaga pemerintahan adalah
representasi (perwakilan) suara rakyat. Sangat besar tanggungjawab di dunia dan
di akhirat bagi mereka yang mengemban amanat rakyat. Amanat rakyat terdapat
dalam permusyawaratan perwakilan rakyat, lembaga DPR, lembaga kepresidenan,
lembaga kehakiman, lembaga keuangan. Apa yang mereka kelola adalah uang rakyat
dari pajak rakyat untuk kesejahteraan rakyat.
Lembaga pendidikan mulai dari pra-persekolahan (PAUD, TK) dan
lembaga persekolahan SD, SMP, SMA (minimal pendidikan 12 tahun), harus didik
dan latih supaya menampakkan karakter amanah dari individu siswa sejak dini.
Pendidikan Tinggi (S-1 dapat ditempuh dalam masa studi empat tahun, S-2 selama
dua tahun, S-3 selama tiga tahun), bertujuan sudah pada memantapkan amanah.
Ironinya, justru orang-orang yang mengecap pendidikan tinggi kecenderungan
untuk korupsi dengan hulu ledak kerugian negara yang besar. Negara dirugikan
biasanya oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Mereka adalah oknum
sehingga tidak bisa digeneralisir, alumni S1, S2, S3 bahkan guru besar banyak
yang baik. Seperti antah di dalam beras, sewaktu kita "menampi"
beras, sangat jelas antahnya, sebab antah yang akan dibuang, bukan berasnya.
Beras diambil-antah dibuang.
3. Tabligh
(menyampaikan).
Kriteria pemimpin (imam) bukan mereka yang menyembunyikan informasi
kebaikan untuk masyarakat. Sifat menyembunyikan kebenaran akan membuat rakyat
berada dalam kesesatan. Sebab pemimpin menyembunyikan kebaikan untuk rakyatnya,
rakyat yang hakikatnya memimpin justru tetap dalam kemiskinan dan keterpurukan.
Sedang yang menjadi wakilnya bisa hidup mewah. Adapun angka statistik bahwa
kemiskinan rakyat sudah bisa dikurangi, data tersebut bisa ditulis di atas
kertas. Artinya, sebagian telah gagal memahami arti demokrasi. Maksudnya jangan
berniat kaya dengan menjadi pemimpin, karena hakikat pemimpin adalah pelayan
yang melayani rakyat, bukan dilayani rakyat. Paradigma ini yang sering bertukar
tempat. Rakyat melayani raja atau raja yang melayani rakyat? Ketika raja
berpikir siang-malam mencari cara menyejahterakan rakyat, maka hak rakyat untuk
disejahterakan. Bukan sekedar menghabiskan anggaran, tetapi mampu mendatangkan
keuntungan diluar anggaran definitif. Semua kinerja yang dilakukan untuk
menyejahterakan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
4. Fatanah
(cerdas).
Bagi yang mau ingin menjadi pemimpin, wajib memiliki kecerdasan IQ
di atas rata-rata, tidak boleh seorang pemimpin bodoh (baladah). Sebab
putusan-putusan eksekutif yang dihasilkan akan berdampak 30-50 tahun kedepan,
minimal satu generasi. Kalau pemimpin lalai menyiapkan generasi handal artinya
dia pemimpin yang gagal. Pemimpin yang gagal bukan karena tidak membuat hotel
bintang lima, dan bukan landasan pesawat yang mewah. Melainkan pemimpin yang
gagal sebab dia telah menciptakan generasi stunting. Generasi stunting
indikatornya adalah penurunan IQ atau HDI yang rendah (Human Development
Indeks). Angka putus sekolah menanjak tajam, kematian ibu melahirkan meroket,
biaya sekolah dan kuliah semakin mahal.
Disinilah para pengambil kebijakan dan pengampu kepentingan
betul-betul merasakan denyut nadi masyarakat kota yang dipimpinnya. Wajib tahu
mana kebutuhan yang mendesak berupa lapangan pekerjaan yang mudah. Sebab bisa
makan hari ini bagi rakyat miskin kota lebih penting daripada menghiasi kota
yang sudah indah. Harga susu bayi dan susu anak-anak yang terjangkau lebih baik
daripada trotoar yang baik. Apa yang menjadi darah-daging rakyat lebih penting
daripada pembangunan fisik yang akan dibongkar lagi, karena sifat bosan
memandang dan sewaktu dibanding dengan Dubai. Kota dan negara yang maju
memastikan kecukupan gizi bagi ibu hamil, ibu menyusui karena harga susu yang
murah, namun tinggi kualitas.
Paradigma pengambilan otoritas kebijakan bila tidak berbasis rakyat
tentang kesehatan dan pendidikan, pasti akan menyesal, tercela dan terusir.
Jika generasi tidak dipersiapkan dari awal, kita hanya akan menuai 25 tahun
yang akan datang, gelombang generasi yang lemah. Sebab keberpihakan kepada
konstruksi, dan tidak berpihak kepada gizi, memperparah keadaan masa depan.
Auto gizi yang terpenuhi akan mudah mengajar generasi, dan auto gizi yang
rendah berakibat rendah-nya mutu pembangunan sumber daya manusia (SDM). Tidak
ada yang memuji kita apabila sepeninggal kita nanti adalah kebijakan yang tidak
pro-rakyat. Sebab pemimpin apabila pensiun, mereka pasti kembali kepada rakyat.
Tugas pemimpin hanya dua, menyejahterakan dari rasa lapar dan memberikan
keamanan dari rasa takut. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar