RELAKSASI MASA TENANG

RELAKSASI MASA TENANG

Oleh
Ma’ruf Zahran

MASA tenang sejak Januari 2024 sampai jelang hari pemilu (Rabu, 14 Februari 2024), menjadi masa penyegaran dari keletihan setelah penutupan kampanye (31 Desember 2023). Masing-masing paslon dan para pendukung bisa memanfaatkan masa tenang untuk istirahat sejenak, dan untuk mengevaluasi perjuangan selama ini.

Penting merefleksi diri dilakukan, walau elektabilitas masing-masing paslon beserta partai pengusung telah mengantongi ancang-ancang suara wilayah kemenangan. Plus-minus dengan tetap menjunjung tinggi ajaran luhur bangsa sebagai pewarisan turun-temurun.

Jamak dari ajaran luhur tersebut minimal terdapat tiga nilai yang dipegangi erat-erat, dan dipatuhi teguh-teguh. Nilai keagamaan berbasis akhlak, nilai kemanusiaan berbasis moral, nilai keindonesiaan berbasis etika.

Pertama. Nilai keagamaan, sebuah asasi yang sangat fundamental dan sarat makna primordial. Agama menjadi bersifat subjektif dan sensitif, saat dia menjadi pisau analisis kohesif dan konflik. Pengalaman bangsa Indonesia telah menjadikan agama sebagai faktor pemersatu (kohesif), berkat kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara. Hakikatnya, Nusantara yang berfalsafahkan Pancasila dengan menjadikan sila pertama, Ketuhanan yang maha esa, sudah menjiwai sila berikutnya selama berabad-abad. Maksudnya, kemanusiaan yang berketuhanan, persatuan yang berketuhanan, kerakyatan yang berketuhanan, keadilan yang berketuhanan.

Penjabaran Pancasila sebagai landasan ideologi dalam penguatan terdapat pada UUD 1945 sebagai landasan konstitusi, diantaranya pasal 21 ayat 1: Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang maha esa. Maknanya, setiap perilaku tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama. Disini terhimpun konsep kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebab, titik tekan beragama pada keyakinan kepada hari akhir (eskatologi).

Eskatologis menghadirkan kehidupan baru (khalqun jadid) pasca kematian. Doktrin eskatologis (keakhiratan) telah sanggup menjadi daya dorong untuk berbuat kebaktian, dan mampu menjadi daya tolak dari berbuat kejahatan.

Kedua. Nilai kemanusiaan berbasis moral.  Moralitas dalam ruang-lingkup kemanusiaan adalah kesatuan logika bahwa hakikatnya pikiran dan perasaan adalah sama. Berarti, bila tidak mau disakiti, jangan menyakiti. Menyakiti bisa dengan perkataan dan bisa dengan perbuatan.

Nilai universalitas moral kemanusiaan, sudah sejak dahulu Tuhan ciptakan sama. Kekuatan kesamaan ini (unity of mankind) menembus batas nama wilayah, sifat dan karakter, sehingga bertitik kumpul pada hati terdalam (fuadi). Dasar penyatuan memang asal satu (ahad), datang dari sumber yang satu (ahad), pulang kepada sumber yang satu (ahad).

Perasaan satu dan bersatu, perasaan sama dan bersama, Tuhan pernyatakan dalam kitab suci dengan memberi tunjuk-ajar bahwa: " ...  Siapa yang membunuh seorang manusia atau berbuat kerusakan di muka bumi, maka sesungguhnya mereka seperti membunuh semua manusia, dan siapa yang menghidupkan seorang manusia adalah seperti menghidupkan semua manusia  ...  " (Al-Maidah:32). Mengapa gerangan? Sebab, sentimen positif ditujukan kepada pejuang kemanusiaan, dan sentimen negatif ditujukan kepada pengkhianat kemanusiaan. Hari ini banyak dosen, guru, hakim, polisi, tentara, politisi yang mendapat sentimen positif dan tidak sedikit yang menuai sentimen negatif.

Refleksi nilai kemanusiaan berbasis moral memproklamirkan sungguh kita adalah satu laksana sebuah bangunan. Lebih tegas, kitab suci menyerukan primordialisme universalitas: "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan Allah menciptakan darinya (Adam) pasangannya (Hawa). Dan dari keduanya (Adam dan Hawa) Allah perkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta. Dan jalin hubungan kasih-sayang, sesungguhnya Allah selalu mengawasi-mu". (An-Nisa':1).

Ayat di atas bermuatan nilai universalitas yang ber-degradasi dari Allah, Nur Muhammad, Adam, Hawa lalu pernikahan Adam dan Hawa telah melahirkan manusia yang banyak dari status kelamin laki-laki dan perempuan. Lalu Tuhan menjadikan mereka  berbangsa, sampai kepada bersuku-suku, supaya mereka saling kenal mengenal (baca: Al-Hujurat:13).

Landasan moral teologis ini menjadikan suruhan lita'arafu (untuk saling mengenal) menjadikan sekat pemisah dua negara terbuka untuk bekerja-sama (lita'awanu). Komposisi kerja sama dua negara (bilateral) dan kerjasama banyak negara (multilateral) membuat dunia seperti desa kecil (global village). Jarak yang jauh, antara hilir dan hulu hanya ditempuh dalam beberapa jam saja (Indonesia-Selandia Baru), bila menggunakan penerbangan berkekuatan jet tidak lebih hanya 12 jam. Jakarta-Jeddah memakan waktu tempuh hanya 8 jam tanpa transit. Tahun hadapan akan lebih dipercepat lagi, mungkin separuhnya.

Inspirasi ayat 1 An-Nisa' dan ayat 13 Al-Hujurat mengusung kedamaian dunia dan kedamaian Indonesia sebelum dan setelah pemilu, 14 Februari 2024. Deklarasi bahwa kemanusiaan adalah satu (humanity is one). Deklarasi bahwa kemanusiaan adalah setara, seragam rasa (unity of humanity). Pemantik nilai universalitas adalah moral penghormatan terhadap kesetaraan sesama manusia (musawah), keadilan ('adalah), permusyawaratan (musyawarah), pergaulan (mu'asyarah), beserta nilai-nilai ikutan lainnya.

Ketiga. Nilai keindonesiaan berbasis etika. Klaim negeri rayuan pulau kelapa, misal sebutan tanah surga dunia, hanya terdapat di Indonesia. Iklimnya yang "adem" serta pohon rindang dengan buah yang banyak dan tidak pernah putus (la-maqthu'ah). Air minuman yang diedarkan dalam piala, bercampur dengan jahe (zanjabila). Karunia dari Allah berupa kenikmatan, keampunan dan kekasih-sayangan.

Negeri elok harus diikuti oleh etika yang elok, negeri nan indah permai wajib disusul oleh nan indah permai etikanya. Seribu sayang bila ibu pertiwi terisak-tangis memandang anak kandungnya berkonflik.

Literasi pemilu ini dihadirkan sebagai upaya cegah-tangkal (preventif) terhadap "huru-hara" yang dapat merugikan semua anak dari ibu pertiwi. Kita sebagai anaknya akan mengatakan, aku disini dan beta disana adalah sama. Kemudian, mengapa mengorbankan rakyat yang tidak berdosa? Lalu, kemanakah rasa keagamaan, kemanusiaan, keindonesiaan kita? Bila gara-gara ambisi, Indonesia kita mundur sepuluh, dua puluh tahun ke belakang! Jangan sampai terjadi konflik pemilu yang menyebabkan ibu pertiwi kita termangu, bingung! Hari ini, ibu pertiwi menunggu anaknya berkiprah, bukan goyah. Hari ini ibu pertiwi mendamba anaknya menjadi insan Indonesia ikhlas, bukan insan Indonesia culas. Hari ini ibu pertiwi menanti keputusan pejuang, bukan pecundang. Ibu pertiwi ingin melihat anak-anaknya dewasa, bukan manja.

Manfaatkan hikmah waktu tenang dan hikmah masa damai dengan betul-betul istirahat, benar-benar rehat dari kesibukan kampanye yang sudah menguras dana, tenaga dan logika. Bersihkan hati dari rasa benci dan cemburu seperti bersihnya tanah air dari baliho, spanduk, panji dan  bendera semua partai. Masing-masing merefleksi diri, mengevaluasi lagi menenangkan jiwa. Serahkan suara kemenangan kepada rakyat yang berdaulat, suara yang bermartabat, dan kemerdekaan yang menjadi harkat.

Jadikan sinkronisasi hiasan alam Indonesia (zayyanah) dan keindahan (bahjah) sama dengan keindahan pemilu 2024. Sejalan lagi sepadan dengan kasih pernyataan Ilahi (Qaf: 6-9): "Apakah mereka tidak memerhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya, dan menghiasinya? Tidak terdapat retak sedikitpun. Dan bumi yang Kami hamparkan, serta Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh.  Bersama dengan Kami tumbuhkan di atasnya tanaman yang indah. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang bertaubat. Dan dari langit, senantiasa berulang kali, Kami turunkan air yang berkah. Maka dengan air itu, Kami tumbuhkan pohon-pohon yang rindang (jannat, taman) beserta biji-bijian yang siap dipanen." Maha benar Allah yang maha agung dengan segala firman-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN