MEMBEDAH HAKIKAT INSYA ALLAH
MEMBEDAH HAKIKAT INSYA ALLAH
Oleh
Ma’ruf Zahran
Sabran
Insya Allah bukan ucapan klise, kamuflase, dan bukan ucapan untuk
tidak memenuhi janji. Saking kuatnya ikatan janji tersebut lalu dengan
menyandarkan janji atas nama Tuhan Allah yang maha agung. Insya Allah secara
harfiah artinya jika dikehendaki Allah. Sebuah refleksi iman seorang mukmin
terhadap sifat Allah. Minimal terdapat keimanan terhadap dua sifat-Nya.
Pertama, kudrat (Arab: qudrat) atau kuasa Tuhan pada tiap-tiap sesuatu,
termasuk kuasa-Nya pada ruang, waktu, dan janji dari diri yang berjanji.
Artinya, meyakini kekuasaan Tuhan di atas semua keterbatasan makhluk, meyakini
kekuatan Tuhan di atas segenap kelemahan manusia. Kedua, beriman kepada iradat
(kehendak Tuhan). Kehendak Tuhan pasti lulus. Kehendak manusia kadang lulus,
kadang gagal. Sebab sangat tergantung kepada kehendak Allah (iradatullah). Dua
hal ini, menjadi landasan penting (qudratullah dan iradatullah) untuk sebuah
ucapan insya Allah.
Minimal makna ucapan insya Allah seseorang tidak menuhankan egonya.
Ego merupakan musuh bagi roh (jiwa) seorang mukmin, muslim, mukhlis. Tiga sifat
mulia ini yang dapat menjalin relasi dengan Tuhan. Ucapan insya Allah bisa
dimaknai zikir, zikir yang diartikan mengingat dan menyebut. Ketika zikir
terhubung karena keimanan dari seorang mukmin kepada Tuhannya, disebut mukmin
(zakir) rabbani. Mukmin rabbani, niscaya dia menyebut insya Allah ketika
berjanji, sembari yakin dengan mengingat kuasa dan kehendak-Nya. Dapat pula
dimaknai relasi mukmin dengan Tuhan yang dalam hal ini bahwa transaksional
kemanusiaan berbasis ketuhanan, sehingga bernilai ibadah. Muslim rabbani
artinya berserah-diri sepenuhnya kepada kuasa Tuhan. Sebab, hanya dengan kuasa
Tuhan (biqudratillah), janji-janji dapat dipenuhi. Dan dengan kehendak Allah
(bi iradatillah) janji-janji terealisasi, dan maksud hajat tercapai.
Setelah mukmin rabbani, lalu muslim rabbani. Terakhir, derajat
mukhlis rabbani. Derajat yang paling tinggi dalam eskalasi marwah beragama.
Sebab, ucapan insya Allah bagi mukhlis rabbani tiada lain dan tiada bukan
kecuali tauhid ahadiyah dinullah dalam firman: "Dan Aku (Allah) tidak
memerintah kecuali beribadah kepada Allah dengan memurnikan tauhid (ikhlas)
untuk agama. Lurus niat dalam mendirikan salat dan membayar zakat. Demikian itu
agama yang berdiri kokoh." (Al-Bayyinah:5). Lillahil khalis (untuk Allah secara
ikhlas) dalam praktik beragama. Mukhlis yang berikrar syahadat, mukhlis yang
mendirikan salat, mukhlis yang membayar zakat, mukhlis yang menunaikan puasa,
mukhlis yang berangkat haji dan umrah. Bila tidak, akan terjerumus pada
larangan syirik (mempersekutukan) Allah dengan wujud tuhan-tuhan yang banyak.
Sebut tuhan yang mewujud pada rupa nikmat, tuhan yang mewujud pada roh taat,
tuhan yang mewujud pada bentuk aneka bala', tuhan mewujud dalam rantai medan
maksiat. Wujud-mu di dalam dan di luar, yang diyakini sebagai tuhan, adalah
wujud dosa (wujuduka dzanbun).
Artinya, tuhan yang satu tiadalah kembar dalam taat, apalagi dua,
tiga dalam kuasa, sungguh menjadi musyrik orangnya, menjadi syirik
perbuatannya. Padahal, Tuhan tidak bersekutu dalam multi nama dan jamak
manfaat. Surah An-Nahl (16) ayat 51-52 menyuruh satu pengabdian kepada
sang-esa, satu pemikiran yakni tunduk pada sang esa. Takwa, takut, harap,
sabar, syukur, redha pada Tuhan sang maha esa (ilahun wahid). Dalam larangan
syirik: "Dan Allah berkalam: Jangan kamu menyembah dua Tuhan. Sesungguhnya
hanya Dia, Tuhan yang maha esa. Wajib hanya kepada-Ku semata, kamu mengabdi
(menjadi rahib). Sebab kepunyaan-Nya (Allah) seluruh isi langit dan bumi. Dan
kepunyaan-Nya agama ketaatan selamanya. Mengapa kamu takwa kepada yang selain
Allah?".
Sungguh banyak ayat-ayat Al-Quran sebagai firman Tuhan, hadis sabda
dan kalam ulama yang mengatakan bahwa Tuhan berkehendak tanpa terhalang oleh
siapapun dan apapun. "Bukan engkau (Muhammad) yang melempar ketika engkau
(Muhammad) melempar, melainkan Allah yang melempar." (Al-Anfal:17).
Disebut insya Allah karena segala-nya masih dalam rahasia Tuhan.
Rahasia alam semesta, uraiannya adalah: "Sesungguhnya hanya di sisi Allah
ilmu tentang hari akhir. Dan Dia yang menurunkan anugerah rahmat (seperti air
hujan). Dan Dia yang mengetahui keadaan yang ada di dalam rahim (janin). Dan
tidak ada seorang-pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
dikerjakan-nya besok. Dan tidak ada seorang-pun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal."
(Lukman:34). Ucapan insya Allah memang sudah Tuhan suruh sebelum berjanji.
Rekaman ini terurai dalam surah Al-Kahfi (18) ayat 23-24: "Dan jangan
sekali-kali engkau (Muhammad) mengatakan terhadap sesuatu: aku pasti melakukan
itu besok pagi. Kecuali dengan mengatakan: insya Allah. Dan ingatlah kepada
Tuhan-mu apabila engkau lupa dan katakan: semoga Tuhan-ku akan memberi-ku
petunjuk kepada-ku, hal ini bertujuan agar aku lebih dekat kepada petunjuk
kebenaran (bimbingan)."
Tegas, lugas dan jelas sudah, membedah hakikat ucapan insya Allah
menihilkan, memusnahkan ego diri manusia. Eksistensi diri dalam segmen apapun
adalah sifat ketiadaan ('adam) dan kepunahan (fana). Tsabit (teguh) hanya Allah
dalam ahad (esa tunggal) kemaha-dirian, senantiasa hidup abadi, tidak pernah
mati selamanya (Allahu ahad, hayyun daimun, la yamutu abada). Tidak ada sekutu
dan persekutuan bagi-Nya. Dan Dia berkuasa atas tiap-tiap sesuatu, tanpa
bantuan siapa-pun, walau nabi, wali, empu, guru sekali-pun. Dia berdiri sendiri
(qiyamuhu binafsihi), sebab Dia maha esa (wahdaniyat), sebab Dia maha kuasa
(qudrat), sebab Dia pasti lulus dalam berkehendak (iradat). Mustahil Dia
meminta pertolongan dengan cara mengorbankan seseorang diantara hamba-hambaNya.
Mustahil Dia bertopang pada waktu dan ruang, dan mustahil Dia bersekutu dengan
nama. Mustahil Dia meminjam sifat makhluk. Dan mustahil Dia berbantuan dengan
wujud makhluk (mujassimah).
Insya Allah sebagai kalimat yang sudah dimaknai kajian sajalah,
kalimat makna insya Allah yang lurus. Sejati perkataan yang benar (qaulul haqq)
dan tidak ada keraguan sedikitpun didalam-nya. Hakikat semua wujud adalah wujud
Allah, tanpa menyisakan wujud makhluk sedikitpun. Naskah kebenaran yang
terbentang sebagai naskah ketuhanan yang dipahami dalam surah Al-Baqarah (2)
ayat 255. "Allah, tidak ada tuhan (yang dipertuhan), kecuali Dia, maha
hidup, maha berdiri sendiri." Tidak ada lagi yang dipertuan kecuali Allah,
tidak ada lagi yang diharap, melainkan Allah. Tidak ada yang dipuji-puja, hanya
Allah, tidak ada yang ditakuti selain Dia saja. Masya Allah (semua kehendak
Allah). Insya Allah, kun fayakun (bila Allah berkehendak, maka terjadilah).
Waillam yasya' lam yakun (dan apabila Dia tidak berkehendak, pasti selamanya
tidak akan terjadi). Iyyasya' yakun, waillam yasya' lam yakun. "Bila Dia
berkehendak, terjadilah. Dan bila Dia tidak berkehendak, pasti tidak
terjadi." (Hadis riwayat Abu Daud dari sahabat Abu Dzar Al-Ghifari). Juga
disampaikan dari sahabat Abu Darda' riwayat Ad-Dailami. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar