LOGIS DAN METODOLOGIS DALAM PAI




LOGIS DAN METODOLOGIS DALAM PAI

Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran

PAI (Pendidikan Agama Islam) adalah matapelajaran dari jenjang TK sampai SMA. Matapelajaran yang wajib diajarkan karena masuk dalam kurikulum nasional (kurnas), selain Pancasila dan Bahasa Indonesia.

Fenomena keliru kaprah dalam memahami doktrin agama banyak menjadi dogma agama. Menyamakan keduanya merupakan keliru dalam berpikir, apalagi memisahkan keduanya. Apa yang dimaksud oleh penulis, dua yang tak terpisahkan adalah judul diatas, logis dan metodologis. PAI pada tataran teori harus diangkat dari metodologis (ushuliyah). Baru kemudian dapat melahirkan praktik logis (furu'iyah). Praktis beragama sangat multi varian, namun wajib melewati kerja metodologis, sistematis, objektif. Bila tidak, akan banyak sekali manusia sesat pikir dalam memahami doktrin Islam. Atau, tanpa telusur science Islam (Dirasah Islamiyah) akan menyebabkan manusia terjebak dalam "ruang gelap yang memenjara." Sedang dirinya tidak merasa bahwa agama yang dianut telah menjauhkan dia dari keluarga, masyarakat, anti silaturahmi. Dengan kata lain, beragama tanpa rasa. Sama dengan seorang dokter yang memberi obat tanpa melewati analisa laboran di laboratorium. Selain keliru, juga malpraktik. Malpraktik beragama banyak beredar ditengah masyarakat.

Matapelajaran PAI dapat disebut berpendekatan eklektik (keberpautan). Eklektik science Islam dengan science modern, eklektik agama dengan masyarakat penganut agama. Rasionalisasi, sublimasi, distorsi perjalanan sejarah agama, telah membuat agama dipahami multi perspektif. Dampaknya, hukum agama menjadi sangat rentan seperti permen karet. Sejatinya memang demikian perjalanan agama, sebab bersentuhan pada ruang budaya. Ruang yang membolehkan kontak timur-barat, utara-selatan. Lebih berbahaya saat budaya asing (import) yang datang membawa misi destruktif (merusak). Akibatnya, atas nama agama, seseorang legal melakukan kekerasan, minimal dikalangan komunitas mereka. Bahkan bisa mendurhakai kedua orang tua. Pada komunitasnya pula, mereka sah melakukan pelecehan seksual tanpa tersentuh hukum, sah mencuri, sah merampok, dan sah membunuh. Artinya agama telah ditarik pada ranah pembenaran perilaku bejat. Lambat-laun perilaku kriminal tersebut dapat mengundang amuk massa. Agama menjadi sempit di mata mereka, agama menjadi kaku.

Sudah terlalu jamak korban pemahaman agama yang salah, apakah ditambah lagi dengan korban yang lain? Tugas PAI untuk mengkritik, meluruskan, memberi arahan. Bila tidak, penulis teringat dengan perkataan Prof. Nurcholish Madjid: "Ajaran agama yang salah dipahami, lebih berbahaya daripada opium (ganja)."

Mengingat PAI menganut sistem kurikulum berintegrasi kedalam tubuh (internal) PAI dengan istilah corelated subject curriculum, kehadiran rumpun PAI sangat penting. Selain bertujuan untuk memberikan penjelasan utuh-menyeluruh, menghindari salah paham dan gagal pikir.

Bila belajar sejarah tanpa belajar asbabun-nuzul atau ushul-tarikh. Jadilah sejarah sebagai produk yang mati. Mati dalam arti kehilangan koneksi dengan masa kekinian (stagnan). Stagnasi yang menyebabkan generasi milenial mengadopsi abad pertengahan (the midle age), tanpa daya kritis. Sementara sejarah ditulis terkadang terdapat muatan pesan politik penguasa, atau kepentingan ekonomi dari para ekonom. Bisa pula untuk menjatuhkan kelompok tertentu dan meninggikan yang lain. Jelasnya, sejarah ditulis tidak terlepas dari paradigma (cara pandang) penulis. Bila pembelajaran PAI hanya sekedar adopsi tanpa ijtihadi (nalar kreatif), menjadi PAI cepat atau lambat akan kehilangan peran dalam menghadapi tantangan abad ini. Oleh sebab itu, PAI disarankan untuk menggandeng disiplin ilmu lain guna survive ditengah percaturan zaman. Pengembangan materi PAI dengan ilmu serumpun dan tegur-sapa PAI dengan keilmuan non PAI. Psikologi hendaknya diberi ruang dalam telaah pengayaan PAI, demikian pula sosiologi, antropologi, dan sebagainya.

Belajar fikih (produk hukum) tanpa ushul fikih (metodologi dan yurisprudensi) akan menyisakan beban keluarga dan masyarakat. Betapa banyak generasi milenial yang brilian meninggalkan profesi dengan alasan kurang halal atau syubuhat. Namun beban telah dia pikul sendiri beserta keluarga. Tidak menyalahkan mereka, namun kajian PAI harus lebih komprehensif, holistik serta berorientasi masa depan. Menutup ruang diskusi dapat menyebabkan penolakan terhadap pandangan alternatif lain. Padahal fikih dalam arti pemahaman hukum akan selalu berubah berdasarkan perubahan masa (azminah), tempat (amkinah), dan keadaan (ahwal). Artinya, hukum Islam bersifat dinamis, berorientasi kemanusiaan (humanis), ramah lingkungan dan bukan statis. Para pembelajar kitab fikih wajib dibekali ilmu perbandingan madzhab, tarikh tasyri', ushul ahkam, dan maqashid syari'ah.

Pembelajar Akidah Akhlak sebaiknya memaknai dua hal ini secara insight, Akidah dan Akhlak. Akidah bersifat rigid dan akuratif, sedang Akhlak bersifat ramah, lentur, dan masih menyediakan area tasammuh. Benar, tatkala Akidah berbicara hubungan vertikal, Akhlak berbicara hubungan horizontal. Walau keduanya bisa dibedakan, namun akar kajian adalah tauhid (baca: Al-Ikhlas:1-4). Kemudian baca Al-'Alaq:1-5 yang menjelaskan tentang Tuhan dan manusia.

Lemahnya penghormatan terhadap hak-hak orang lain yang disebabkan lemahnya pranata hukum, menyebabkan kaum penindas berlaku aniaya di kota dan di desa. Jika perilaku jahat mereka dibiarkan berpuluh tahun, akan sampai saatnya, dimana mereka akan diusir secara sporadis. Akar masalah adalah moral (akhlak).

Matapelajaran PAI selayaknya merambah pada dimensi qalbi (hati) dan ruhi (jiwa). Bahkan menjadi landasan spiritual Ketuhanan yang maha esa bagi matapelajaran yang lain. Sudah saatnya matapelajaran Akhlak diberikan secara serius, bukan sekedar formalitas.

Matapelajaran Quran Hadis juga mengandung dua aspek rumpun kajian, kajian Quran dan kajian Hadis. Idealnya, materi Hadis menjelaskan materi Alquran sehingga keduanya memiliki satu tema bahasan. Sebab fungsi Hadis sebagai penjelas yang paling sah terhadap Alquran. Keduanya tidak bisa dipisahkan meskipun bisa dibedakan. Tetapi jangan abaikan ushulnya, yaitu ulumul-quran dan ulumul-hadis. Sampai pada kesimpulan akhir, logis dan metodologis merupakan dua aspek science Islam yang mengharuskan untuk disampaikan dalam pembelajaran PAI, baik sebagai inti maupun sebagai pengembangan materi PAI. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN