MEMPERINGATI NUZULUL QUR'AN

 

MEMPERINGATI NUZULUL QUR'AN

Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran

Observasi lapangan banyak ditemukan, idealisme Al-Qur'an sangat jauh berbeda dari realisme penganutnya. Justru kenyataan yang bertolak-belakang. Misal, Al-Qur'an menyuruh optimis, tidak membiarkan ruang terbuka terhadap pesimis, namun umat pesimis. Ideal moral Al-Qur'an menyuruh umat komitmen yang berkeyakinan kepada kepastian janji kemenangan dari Allah dan Rasulullah, tetapi banyak umat yang skeptis (ragu), bahkan ingkar. Al-Qur'an memerintah umat membangun dan jangan merusak alam, hutan, gunung, laut, sungai. Realitanya umat mengeksploitasi hutan, gunung, laut dan sungai. Jadi, memperingati Nuzulul Qur'an tahun ini, bukan sekedar kitab suci itu dibaca dan dilagukan, namun yang terpenting adalah diamalkan. Atau Al-Qur'an sudah diamalkan, tetapi tidak memberi dampak baik seperti yang dicitakan Al-Qur'an. Misal, salat mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, namun perilaku mereka tetap mencuri. Al-Quran menyatakan dengan zikrullah, hati menjadi tenang. Kenapa orang-orang yang berzikir belum mencapai ketenangan hati?

Artinya, belum sehati umat dengan kitab suci, belum senapas, belum sejiwa. Kondisi yang antitesa umat dengan kitab suci dapat menyebabkan bukan semakin dekat dengan Allah, bahkan semakin jauh lantaran ada dinding (hijab), atau hati mereka terkunci, atau di hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakit (fi qulubihim maradh, jazadahumullahu maradha). Atau, pendengaran mereka tersumbat, penglihatan mereka tertutup.

Cita-cita mulia Al-Qur'an kadang tergerus oleh perilaku umat. Kebenaran ajaran Islam tertutup oleh pemikiran dan perbuatan penganutnya. Dalam hal ini, Muhammad Abduh mengatakan (pemikir dan pembaharu dari Mesir): "Al-Islam mahjub lil muslimin." Contoh, sebab kerusakan hutan Kalimantan dan pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan bisa berakibat banjir bandang, bahkan menenggelamkan pulau Kalimantan.

Oleh karena itu, Al-Qur'an sangat mengancam bagi perusak alam dan penista agama dan kemanusiaan. Dalam rangka fungsinya sebagai Al-Furqan (pembeda antara yang hak dan yang batil), kitab mulia ini tetap konsisten dengan ajarannya. Surah Al-A'raf jamak membicarakan kedua golongan, konstruktif dan destruktif. Di dunia, sikap hidup mereka sudah berbeda. Kaum beriman menjadikan Allah sebagai pelindung-nya (wali). Dan kaum durhaka menjadikan syaitan sebagai pelindung-nya (wali). Sampai ke akhirat, kondisi mereka sangat berbeda. Berani, sifat yang sangat menonjol dari kitab Tuhan. Tidak takut untuk dibenci, namun memberi solusi kepada manusia (hudallinnas).

Dalam rangka memberikan karakter kuat dalam isi Al-Qur'an, sang maha kuat menamakan-nya dengan kitab kebenaran dengan menjaga kemurnian kitab. Dalam surah Al-Hijir (15) ayat 9 dipernyatakan: "Sesungguhnya Kami yang menurunkan Adz-Dzikra, dan sungguh menjadi kewajiban Kami untuk menjaganya."

Adz-Dzikra merupakan nama lain dari Al-Qur'an yang artinya adalah peringatan. Peringatan yang berisi dua hal, wa'ad berupa janji surga, dan wa'id berupa ancaman neraka. Keduanya telah tuntas sudah, Tuhan sampaikan (balagh), Tuhan terangkan (burhan), Tuhan jelaskan (bayan) dengan bukti-bukti yang banyak (bayyinat).

Atau berisi kabar gembira dan kabar menakutkan. Konteks yang dipahami melalui Ramadan adalah puasa di dunia. Di akhirat orang-orang yang beriman tidak lagi puasa. Puasa di dunia berbatas waktu, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Puasa di neraka, pasti selamanya. Lalu, mengapa ada orang yang tidak puasa di dunia? Padahal sehat? Mereka berkeinginan untuk berpuasa di neraka kelak. Berdasarkan firman Tuhan pada surah Al-A'raf ayat 50: "Penghuni neraka berseru kepada penghuni surga, teteskan kepada kami setitik air atau rezeki yang diberikan Allah kepada kalian. Mereka (penghuni surga) menjawab kepada penghuni neraka: Sungguh, Allah telah mengharamkan keduanya (makanan dan minuman) kepada orang-orang yang ingkar."

Pengabaran menggembirakan (basyir) bertolak kondisi dengan pengabaran menakutkan (nadzir). Karena itu, kabar gembira bersifat janji, kabar takut bersifat ancaman. Dua yang berbeda, salah satunya pasti dialami manusia kelak di akhirat. Kehausan dan kelaparan bagi mereka yang tidak mau berpuasa sewaktu hidup di dunia. Tanyakan kepada pasien pasca operasi, tentu mereka sangat butuh kepada seteguk air. Namun, mereka tidak bisa minum, kecuali setetes atau dua tetes, sesuai takaran mili yang dibenarkan dokter. Lalu bagaimana dengan di padang mahsyar? Padang yang tidak ada satupun telaga (sumur), kecuali telaga Rasulullah SAW yang bernama Al-Kautsar. "Telaga Al-Kautsar adalah telaga-ku. Siapa yang mendapat air dari telaga-ku, sungguh dia tidak akan merasakan kehausan dan kelaparan hari kiamat, sampai dia masuk ke dalam surga Allah."

Pengabaran akhirat cukup menjadi bukti bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat. Sebab akal sehat tidak mampu menjangkau dimensi akhirat dan profertinya. Sumber informasi, inspirasi, beserta realita yang melingkupinya.

Termasuk bulan Ramadhan karim (Ramadan mulia) karena didalamnya Allah SWT pilih sebagai bulan Al-Qur'an. Keberadaannya yang membawa umat manusia mengenal peradaban. Peradaban yang diawali dengan aktivitas membaca dan menulis. Pertama aktivitas membaca, membaca dengan nama Tuhanmu yang maha menciptakan menjadi dasar untuk membaca ciptaan. Kedua, aktivitas menulis, dengan menulis niscaya Tuhan mengajar manusia dengan perantaraan pena.

Tuhan mengajar manusia tentang apa yang tidak diketahuinya. Ketika Al-Qur'an turun kepada para nabi dinamakan wahyu, turun kepada para wali dinamakan karamah, irsyad, warid. Turun kepada ulama dinamakan ilmu, ilham, turun kepada manusia biasa namanya hidayah (petunjuk). Namun, semua hasil pembacaan dan penulisan wajib berakhir pada wasjud waqtarib (sujudlah dan mendekatlah) kepada Tuhan. Artinya perintah membaca dengan, bersama dan untuk Tuhan. Perintah menulis dengan, bersama dan untuk Tuhan. Sekaligus larangan atheis, sebab materialisme, hedonisme, sekularisme induknya adalah atheisme dalam paham dan perilaku hidup yang anti Tuhan.

Berhubung momentum peringatan turunnya Al-Qur'an, sudah wajib sekarang kitab ini juga dipahami secara spiritual. Artinya, Tuhan turunkan pedoman pada setiap diri. Sebab setiap diri mendapat hembusan perintah (amar) dari Tuhan untuk hidup (hayat), berpengetahuan ('ilmu), berkuasa (qudrat), berkehendak (iradat), mendengar (sama'), melihat (bashar), berbicara (kalam). Ketujuh potensi inilah yang diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Maksudnya, apa yang diberikan itulah yang ditanyakan. Al-Qur'an diberikan, kembali Al-Qur'an ditanyakan! Firman Tuhan: "Dan setiap manusia, Kami gantungkan pada leher-nya catatan. Maka ketika Kami bangkitkan pada hari kiamat. Mereka mendapati kitab (catatan amalnya) dalam keadaan terbuka. Bacalah kitab-mu, cukuplah pada hari ini, dirimu menjadi penghitung dirimu." (Al-Isra':13-14).

Hakikatnya, berbicara tentang Al-Qur'an sama dengan berbicara tentang diri. Pengadilan Tuhan yang maha adil adalah diri yang tekdawa, Al-Qur'an yang menjadi hakim, Al-Qur'an yang menuntut, Al-Qur'an sebagai pembela. Sudah saatnya sekarang, dekati Al-Qur'an untuk memahami pesan-pesan Tuhan. Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN