AHAD (Restrukturisasi Beragama Abad 21)
AHAD
(Restrukturisasi Beragama Abad 21)
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
Strukturisasi boleh dibuat, bahkan restrukturisasi beragama bukan
Ahad. Ahad bukan penamaan, Dia telah ada tanpa diadakan. Dia selalu hadir tanpa
dihadirkan. Meski Dia tidak butuh kepada hadir, dan Dia tidak perlu kepada
selalu. Semua derivatif (turunan) kata kerja, nama, sifat, dan dzat adalah
bukan Dia. Dia maha meliputi, memenuhi, memadati. Dia bukan dalam lapangan
studi filsafat, dan Dia tidak dalam konsentrasi kajian fikih.
Fikih sentris sudah lama mendominasi umat muslim khususnya, dan
umat manusia umumnya. Fikih disini dipahami masuk kedalam pranata (ranah)
hukum. Hukum bila dipahami literasi-nya sangat rigid (kaku), namun dalam item
hukum terdapat interpretasi hukum (terjemah-tafsir-takwil).
Ilmu fikih dapat menjadi penghalang bagi pengetahuan, pengertian
dan pemahaman bagi keesaan Tuhan yang sebenarnya. Demikian pula ilmu kalam,
filsafat, bahasa, sejarah, geografi, sosiologi dan sebagainya.
Totally, banyak sekali dalam Alquran perintah mengesakan Allah,
namun sedikit sekali yang mampu mengerti, memahami dan merasai. Banyak sekali
ayat berupa larangan mempersekutukan Allah SWT. Akan tetapi, banyak yang belum
mengerti. Kebanyakan manusia tidak mengetahui (walakinna aktsaran-nasi la
ya'lamun). Kebanyakan manusia tidak memahami (walakinna aktsaran-nasi la
yafqahun). Kebanyakan manusia tidak bersyukur, kebanyakan manusia tidak
beriman. Status manusia (insan), masih sangat jauh untuk meraih gelar muslim,
mukmin, muhsin. Tiga gelar dalam kitab suci, muslim (orang yang berserah diri),
mukmin (orang yang percaya), muhsin (orang yang berbuat baik).
Larangan mempersekutukan Tuhan. Membuat derivatif nama Tuhan, sifat
(karakter) Tuhan muncul pada seseorang yang saleh (orang suci), pada masjid
(tempat suci), pada hari dan malam suci. Sangat mungkin terjebak pada
pantheisme (paham serba Tuhan), sebelum Tuhan yang sebenarnya dipahami, dan
diimani. Atau terpenjara pada anti Tuhan (atheisme), sehingga bisa KKN (kolusi,
korupsi, nepotisme).
Berkali-kali kitab suci menyatakan, jangan persekutukan Allah, Dia
Allah tidak mau dipersekutukan. Sewaktu Dia tidak mau dipersekutukan artinya
tidak ada lain, kecuali Dia (bukan dalam arti pantheisme). Namun bukan berarti
tidak ada Tuhan (atheisme). Karena lawan dari jamak adalah ahad, namun ahad
bila sudah disebut menjadi sebutan. Ahad adalah yang belum disebut. Ahad, jika
sudah ditulis, maka berubah menjadi tulisan. Bacaan dan tulisan adalah baharu
sifatnya (huduts, muhaddats). Artinya datang dan pulang, wujud yang datang dan
pulang mustahil untuk ahad.
Dia maha hadir setiap saat, mungkinkah Dia harus dihadirkan. Dia
maha adil, dapatkah Dia berbuat zalim. Dia tidak lalai terhadap hamba-Nya,
namun Dia bukan ingatan. Dia menyuruh ikuti Muhammad, bukan ikuti Aku (Allah).
Sebab Allah (Tuhan) tidak bisa diikuti. Muhammad menerjemahkan bahasa Tuhan ke
dalam bahasa makhluk. Ada yang sebelum Muhammad, namun tidak terbaca. Karena
Dia yang maha Ada, hakikatnya tidak terbaca, kecuali diyakini oleh orang-orang
yang takut kepada Tuhan yang maha pengasih, walau yang maha pengasih tidak
tampak.
Posisi Nur Muhammad yang dapat tersampaikan kepada Allah
(wushulillah). Siklusnya adalah Adam (umat), Muhammad (Nur), Allah (Ahad).
Begitu tiga skuadron tersebut diputar, Allah+Muhammad+Adam, bening adalah
warnanya, itulah Ruh. Sedang Ahad bukan ini semua, Ahad bukan Allah, bukan
Muhammad, bukan Adam. Maksudnya, Allah bukan alif lam lam ha. Ahad bukan
Muhammad, Muhammad hanya terdiri atas mim ha mim dal (hurufiyah). Adam-pun
jasad semata (jismiyah). Artinya, sepanjang bisa disebut, jelas bukan Ahad. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar